Pages

Tampilkan postingan dengan label Warta Madrasah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Warta Madrasah. Tampilkan semua postingan

Suara Kecil dari Cluring yang Menggema di Jember

 *Suara Kecil dari Cluring yang Menggema di Jember*


Malam itu, dari sebuah grup WhatsApp yang sunyi dan biasanya hanya dipenuhi puisi dan ulasan sastra, tiba-tiba muncul kabar yang membuat saya menghentikan sejenak langkah kaki menuju dapur. Kabar itu datang dari Mas Punjul Ismuwardoyo, budayawan berambut gondrong dari Tegaldlimo, yang juga takmir masjid dan pengasuh sanggar seni bernama Alang-alang Kumitir. Ia mengabarkan bahwa seorang anak perempuan dari Cluring berhasil menyabet juara dua lomba pidato dai cilik tingkat provinsi Jawa Timur. (7-9/06/2025)

Namanya Naufalyn Mughny Shaliha. Panjang dan lembut. Nama itu seperti potongan ayat yang terselip di antara helaian sajadah tua di musholla belakang rumah. Ia siswa MI Nahdlotus Shibyan, Desa Tamanagung, Cluring. Tempat yang tidak ada di peta-peta mewah hotel bintang lima, tapi ada dalam peta kecil para pejalan sunyi yang percaya bahwa suara seorang anak bisa lebih murni dari pidato pejabat mana pun.

Saya tidak mengenal Naufalyn. Tapi saya mengenal betul wajah-wajah semangat dari anak-anak madrasah. Wajah yang pucat tapi tekun. Wajah yang tahu bagaimana caranya menahan lapar sambil menghafal teks dakwah. Mereka sering kita anggap kecil. Tapi siapa sangka suara mereka bisa melompati pagar-pagar administratif, melompati nama-nama besar, dan menjatuhkan embun di hati juri.

Mas Muncul, dalam pesannya, menyebut bahwa suara anak ini sangat kuat. Mentalnya pun demikian. Seperti potongan besi yang ditempa doa ibu di dini hari. Tapi ia juga menyebut ada kekurangan. Teks yang dibacakan Naufalyn adalah hasil karya guru di madrasah. Ia menghafal. Bukan menyusun. Dan di sinilah, terkadang, letak masalah kita dalam menyiapkan anak-anak menuju mimbar lebih tinggi. Kita lebih rajin membentuk lidah mereka, tapi lupa mengasah isi kepala mereka.

Saya pernah duduk berdampingan dengan beberapa orang tua murid yang anak-anaknya masuk lomba pidato. Mereka selalu khawatir soal gaya. Tentang busana. Tentang intonasi. Tapi lupa bertanya: “Apa yang kamu pikirkan soal ceramahmu?” Anak-anak kita belum diberi ruang untuk berpikir. Mereka baru disuruh menghafal. Maka pantas saja jika pidato terasa seperti mendengar kaset lawas yang diputar ulang. Hanya ketika hati mereka yang berbicara, kita bisa mendengar kejujuran, bukan sekadar susunan kata yang manis.

Namun, Naufalyn berbeda. Setidaknya begitu kata Syafaat, salah satu Juri dari Lentera Sastra Banyuwangi. Katanya, anak ini adalah bahan mentah yang sangat potensial. Ia bukan marmer. Ia batu kali yang siap dipahat. Dan sungguh, seorang dai yang baik adalah batu yang belum terlalu halus. Ia harus kasar dahulu. Harus dilukai dahulu. Harus dihadapkan pada sorot lampu panggung, supaya kelak bisa bicara bukan hanya di mimbar musala, tapi di pelataran hati manusia. 


Saya membayangkan, setelah malam itu, Naufalyn pulang ke rumahnya yang sederhana. Mungkin disambut senyum malu ibunya. Mungkin bapaknya mengelus kepala dengan tangan yang juga biasa mengangkat karung. Tak ada confetti. Tak ada spanduk. Tapi di dalam dada mereka, ada rasa yang tak bisa digambarkan. Seperti selembar langit yang dipasang tepat di atas ranjang bambu.

Kemenangan ini, kata Mas Muncul, begitu tipis. Juara satu jatuh ke tuan rumah. Tapi siapa peduli? Kita sudah cukup sering belajar bahwa dalam lomba-lomba seperti ini, rumah adalah medan magnet yang bisa menarik perhatian juri. Kita juga tahu, juri, sekokoh apapun niatnya, kadang masih juga manusia. Dan manusia, seperti kita tahu, punya kelemahan di titik-titik tak terduga. Maka juara dua, dalam kondisi ini, terasa lebih sahih, lebih tulus, lebih jernih.

Sehari kemudian, saya mendengar kabar tambahan. Ada seorang kepala madrasah tsanawiyah negeri yang terkenal di Banyuwangi, menawarkan beasiswa penuh untuk Naufalyn. Saya tidak tahu siapa kepala madrasah ini. Tapi saya ingin menjabat tangannya. Karena di zaman ini, menawarkan beasiswa kepada anak kecil bukan hanya soal membentuk siswa, tapi soal menyiram benih mimpi yang hampir layu di ladang yang terlalu panas, tentu, beasiswa bukan jaminan bahwa Naufalyn kelak akan menjadi dai besar. Tapi setidaknya itu jembatan. Dan kadang, dalam hidup ini, jembatan lebih penting daripada istana.

Kita membutuhkan lebih banyak anak seperti Naufalyn. Anak-anak yang tidak takut berdiri di mimbar. Anak-anak yang bisa menatap ratusan pasang mata tanpa kehilangan akal sehatnya. Anak-anak yang bisa mengangkat tangan, bukan untuk menunjuk, tapi untuk menyapa. Anak-anak yang bisa mengubah ruang kelas menjadi panggung perubahan, bukan hanya ruang untuk mencatat pelajaran.

Saya membayangkan masa depan yang tenang. Di mana anak-anak seperti Naufalyn menjadi guru. Menjadi jurnalis. Menjadi pembaca puisi. Menjadi dai. Menjadi apa saja yang mereka cintai. Karena sejak kecil mereka telah belajar bahwa bicara bukan hanya perkara suara, tapi perkara keberanian. Dan keberanian, seperti kita tahu, adalah sumber dari hampir semua perubahan besar di dunia ini, kita mungkin lupa pidatonya. Kita mungkin tak ingat bait-bait yang diucapkannya malam itu. Tapi kita akan ingat bahwa pernah, dari sebuah desa kecil bernama Tamanagung, Cluring, ada suara kecil yang menggema sampai ke telinga-telinga orang dewasa di Jember. Dan itu cukup. Cukup untuk menyalakan lagi lilin di hati kita yang hampir padam.

Terima kasih, Naufalyn. Kau telah mengajari kami arti keberanian dalam bentuk paling sederhana: berdiri, bicara, dan percaya pada suaramu sendiri.

Pildacil Madrasah Provinsi Jawa Timur : Anak yang Berbicara Seperti Langit

 Anak yang Berbicara Seperti Langit

Oleh: Juri Porseni Pildacil Kab. Banyuwangi

Malam itu saya mendengar kabar baik. Satu lagi anak Banyuwangi naik ke podium. Juara dua lomba pidato da’i cilik Porseni Madrasah ibtidaiyah tingkat provinsi Jawa Timur. Saya lupa namanya. Tapi saya ingat betul bagaimana naskah pidatonya dulu sempat saya tengok dan bantu sedikit memperhalus isinya. Ia putri kecil dari Madrasah Ibtidaiyah, entah dari kecamatan mana. Saya tidak hafal. Tapi saya tahu suaranya telah menyentuh langit.

Dalam hati saya menggumam: anak-anak seperti inilah yang kelak akan menjadi penyampai kebenaran. Mereka akan tumbuh, dan bila dunia tidak terlalu jahat padanya, mereka akan menyampaikan kebaikan kepada siapa saja yang masih sudi duduk dan mendengar. 


Saya bukan guru. Bukan pula pendidik. Anak itu bukan anak kandung saya, bukan murid saya, bahkan saya hanya sekali bertemu dengannya saat menjadi juri lomba. Tapi anehnya, saya merasa bangga seperti seorang ayah yang mendengar anaknya naik mimbar masjid besar dan disimak oleh ratusan orang. Perasaan ini datang begitu saja, seperti angin yang tahu kapan harus menyejukkan.

Saya beberapa kali menjadi juri dalam lomba semacam itu. Pildacil. Bahasa Indonesianya: pidato da’i cilik. Biasanya digelar di aula Kemenag atau aula madrasah yang kursinya masih dilapisi plastik. Dari pagi sampai zuhur, bahkan kadang melewati adzan asar. Pesertanya lebih dari lima puluh. Masing-masing kecamatan mengirimkan satu, kadang dua anak. Semuanya menghafal, pernah ada yang menangis ketika tidak juara. Sebagian berdiri dengan percaya diri seperti sudah pernah menjadi khatib Jumat di Masjid Istiqlal.

Sebagai juri, kami menilai dengan angka dan catatan. Tapi yang paling saya suka adalah bagian mencatat. Karena angka hanya mewakili hasil, sementara catatan menyimpan kemungkinan. Catatan itulah yang bisa menjadi bahan perbaikan. “Suara bagus, intonasi perlu diperhatikan.” Atau: “Isi menyentuh, perlu perbanyak contoh aktual.” Dan: “Coba dikurangi bagian meniru ustaz kondang, biar lebih alami.” Catatan itu semacam doa-doa kecil yang kita titipkan agar kelak ia menemukan jalannya sendiri dalam berdakwah.

Biasanya setelah seleksi kabupaten selesai, panitia akan kembali menghubungi kami, para juri. Bukan untuk memberi hadiah. Tapi untuk satu tugas tambahan yang tidak dibayar: membantu merevisi naskah pidato anak yang akan maju ke tingkat provinsi. Saya tidak keberatan. Bahkan saya menikmatinya.

Tentu saya tidak mengubah semua. Hanya menyisipkan kejujuran-kejujuran kecil. Menata ulang metafora. Membuang kalimat-kalimat yang terasa seperti hasil unduhan Google. Dan, yang terpenting, saya mencoba membayangkan anak itu membacakannya.

Saya bayangkan: bagaimana suaranya? Bagaimana sorot matanya? Seberapa tinggi badannya? Bagaimana dia mengangkat tangannya untuk menekankan kalimat “Wahai umat Islam yang saya cintai”? Kadang saya bertanya kepada guru pendampingnya: “Anak ini kalau sedih seperti apa wajahnya?” Karena dengan itu saya bisa menyisipkan rasa dalam tulisannya. Karena pidato bukan sekadar bacaan. Ia adalah perasaan yang dibentuk menjadi suara.

Dulu saya pernah menyusun naskah pidato untuk lomba remaja masjid tingkat kabupaten. Yang membacakannya anak SMA. Saya sendiri yang menyusun. Anak itu tidak menang. Tapi panitia memberi pengumuman khusus: naskah pidato terbaik tahun itu adalah yang dibawakan oleh anak kami. Saya hanya senyum. Rasanya seperti menang tapi tidak ikut lari.

Saya memang tidak jago berpidato. Saya lebih senang menyusun kata-kata di kertas, daripada menyampaikannya dengan suara. Saya percaya bahwa tidak semua yang bisa menulis harus bisa bicara. Dan tidak semua yang bisa bicara harus pandai menyusun kata. Kadang yang satu menulis dan yang lain menyuarakan. Dunia ini bisa lebih adil jika dua itu saling percaya dan tidak saling menuntut.

Anak-anak sekarang sering menyusun pidato dengan cara yang ajaib: menyalin dari internet. Saya tahu. Karena pernah saya temukan tiga peserta lomba yang membawa naskah pidato yang sama. Hanya nama madrasahnya yang diubah. Itu sebabnya saya tidak pernah mengambil bahan dari internet. Saya lebih percaya pada pengalaman, dan pada rasa.

Ketika saya menyusun naskah, saya membayangkan saya adalah anak itu. Saya menjadi lidahnya. Saya memakai pecinya. Saya berdiri di mimbar. Saya menatap hadirin. Dan saya tahu saya harus bicara dari hati.

Saya percaya, pidato yang bagus tidak harus panjang. Tapi harus menyentuh. Tidak harus berteriak-teriak. Tapi harus sampai. Anak-anak itu seperti air jernih. Bila naskahnya kotor, airnya keruh. Bila naskahnya jernih, airnya memantulkan cahaya langit.

Dan anak itu, si juara dua dari Banyuwangi itu, telah membuktikan bahwa cahaya bisa dipantulkan bahkan dari suara kecil seorang da’i cilik. Ia berdiri di podium provinsi. Membaca naskah yang ia hafalkan, yang sebagian saya bantu tulis. Ia menyuarakan sesuatu yang jauh lebih besar dari tubuhnya: iman.

Kelak, ia akan tumbuh. Suaranya mungkin akan berubah. Tapi saya berharap, yang tidak berubah adalah keyakinannya. Bahwa menyampaikan kebaikan bukan hanya tugas ustaz. Tapi tugas siapa pun yang percaya bahwa dunia bisa lebih baik bila satu suara kecil mau bicara dari hati.

Saya tidak tahu apakah ia akan menjadi da’i internasional. Tapi saya tahu, setiap kali anak-anak naik ke mimbar dengan suara gemetar dan mata berbinar, dunia sedang didoakan dengan cara yang paling jujur.

Dan untuk itu, saya ingin mengucapkan terima kasih pada semua guru yang dengan sabar menyusun, menyunting, dan mengajarkan naskah pidato. Karena lewat tangan kalian, anak-anak tidak hanya belajar berbicara. Tapi belajar merasakan kebenaran.

Karena pidato yang baik bukan hanya tentang bicara. Tapi tentang keberanian untuk percaya, bahwa suara sekecil apapun bisa mengubah dunia.

Dafitha Nizza Anindia Jasmine. juara Baca Puisi Porseni Jawa Timur

Pembaca Puisi. Kemenangan yang Tidak Saya Miliki
oleh : Yang Pernah Jadi Juri Ketika Seleksi di Kecamatan 

Sore ini, seperti sore-sore lain yang tenang dan malas, saya mendapat kabar dari grup WhatsApp. Kabar itu sederhana: seorang anak dari MI Autharussalaf, Suko, Gombengsari, Kalipuro, Banyuwangi, menjadi juara baca puisi Porseni MI tingkat Provinsi Jawa Timur yang di laksanakan di Jember. Namanya Dafitha Nizza Anindia Jasmine.

Saya membaca kabar itu sambil diam. Tak ada yang menandai saya. Tak ada yang menyebut saya. Dan sebetulnya tidak ada alasan saya merasa punya hubungan apa-apa dengan kemenangan itu. Saya bukan gurunya. Bukan pelatihnya. Bahkan bukan panitia, bukan pula bagian dari sekolahnya. Tapi entah kenapa, hati saya ikut berbunga. 

Mungkin karena saya pernah bertemu dengan anak ini. Waktu itu saya diminta menjadi juri lomba baca puisi tingkat kecamatan. Sudah tiga kali saya jadi juri kegiatan Porseni di Kabupaten Banyuwangi. Tapi biasanya di tingkat kabupaten. Kali ini, saya diminta juga di tingkat kecamatan. Kami hanya berdua menjadi juri, tanpa juri penengah. Tapi tidak masalah, sebab kami berdua punya akar yang sama: kami tumbuh di tanah yang bernama Sastra, di Lentera Sastra Banyuwangi dan di Dewan Kesenian Blambangan.


Saya masih ingat suaranya. Tidak terlalu besar, tapi jernih. Tidak terlalu dibuat-buat, tapi menyentuh. Ia tidak menampilkan puisi. Ia menyampaikan puisi. Dan itu perbedaan yang sangat penting. Puisi, sebagaimana doa, bukan pertunjukan. Puisi adalah ziarah batin.

Kami berdua, saya dan juri satunya, sepakat bahwa anak ini punya potensi yang besar. Artikulasi jelas. Ekspresi pas. Tidak berlebihan. Tidak terjebak gaya lama deklamasi zaman lampau. Ada ketulusan dalam caranya membaca, seperti seseorang yang tidak sedang berusaha memenangkan lomba, melainkan sedang berusaha memahami hidup, saya memberikan beberapa saran kepadanya untuk perbaikan bacaan yang biasanya saya tulis di kolom keterangan nilai, dan biasanya para guru melihat catatan saya tersebut untuk latihan berikutnya.

Beberapa saat setelah lomba, saya tanya ke gurunya, siapa yang mengajari? Ternyata gurunya sendiri. Dan guru itu, kata guru lain, adalah murid dari teman saya yang jadi juri.. Teman saya itu dulu juga juara lomba baca puisi tingkat kabupaten. Saya juga pernah jadi juara tapi sudah cukup lama, sewaktu di MI juga pernah ikut Porsen, tetapi tidak juara. Dan begitulah waktu menciptakan lingkaran: yang dulu dinilai kini menjadi pelatih, yang dulu belajar kini mengajar, yang dulu membaca kini mendengar.

Saya pernah pula diminta membantu anak lain. Dikirimkan video pembacaannya. Dari awal saya tahu ini akan sulit. Bukan karena anaknya kurang bagus, tapi karena anak ini sudah terlalu lama belajar pada orang yang salah. Ia jadi tiruan. Ia jadi cermin retak dari pelatihnya. Bukan menjadi dirinya sendiri, terapi duplikasi dari pelatihnya.

Saya menyarankan ganti puisi. Tapi waktunya mepet. Hanya seminggu sebelum lomba. Dan orang tuanya berat hati. Saya mengerti. Tapi begitulah nasib puisi di tangan mereka yang ingin membacanya saja..

Membaca puisi, bagi saya, sama seperti berpidato, bercerita, atau berceramah. Ini semua adalah bagian dari seni berbicara. Seni menyampaikan makna. Dan kalau seseorang membaca puisi tetapi yang mendengar tidak paham apa-apa, maka sesungguhnya ia telah gagal membaca.bKita sering terjebak dalam gaya. Dalam pantomim. Dalam drama suara. Padahal suara manusia yang paling menyentuh adalah suara yang datang dari dalam, bukan dari latihan teknik panggung.

Saya senang, Dafitha tidak seperti itu. Ia membawa puisinya seperti seorang anak membawa kendi berisi air ke masjid. Hati-hati. Tidak tumpah. Tidak sombong. Tapi cukup untuk membuat orang lain bersuci. Dan ia menang.

Menang di tingkat provinsi. Di Jember. Di hadapan juri yang tidak ia kenal. Di panggung yang jauh dari rumahnya. Seni memang bukan lomba lari. Tidak ada garis akhir yang bisa diukur dengan stopwatch. Tidak ada garis jelas seperti siapa duluan masuk garis finis. Seni adalah wilayah yang cair. Bisa suka atau tidak suka. Bisa menang atau tidak tergantung selera juri.

Tapi bersyukurlah sekarang ada live streaming. Setidaknya, kita semua bisa menonton. Setidaknya, juri akan berpikir dua kali sebelum bermain-main. Setidaknya, semua menjadi lebih terbuka. Dan anak-anak bisa belajar, bahwa seni bukan hanya tentang menang, tapi tentang mempertanggungjawabkan cara mereka menang. Saya berharap di jenjang lebih tinggi dan yang lain nanti pun seni tetap disiarkan langsung. Agar seni tak lagi jadi ruang gelap yang penuh bisik-bisik. Tapi jadi ruang terang, di mana kejujuran tumbuh dan rasa hormat lahir.

Saya menulis ini bukan untuk mengklaim kemenangan Dafitha. Saya bukan bagian dari itu. Tapi saya menulis karena saya tahu: satu anak kecil membaca puisi dengan benar, bisa membuat dunia jadi lebih baik. Bisa membuat kita semua percaya bahwa kata-kata belum sepenuhnya kehilangan daya.

Dan di suatu sore, yang cahaya mataharinya mulai miring ke barat, saya membaca pesan WA, dan tahu: seorang anak dari Gombengsari sebuah kelurahan di lereng pegunungan, baru saja mengangkat puisi ke tempat yang lebih tinggi.

Ia membacanya bukan untuk tepuk tangan. Tapi untuk menyampaikan sesuatu kepada langit. Dan saya, di sini, hanya ingin mengatakan: saya bangga pernah mendengar suaranya. Suara anak yang bukan anak saya, tapi entah kenapa terasa begitu dekat di dada.

Banyuwangi, 08-07-2025

Kaleidoskop Kegiatan MTsN 12 Banyuwangi: Sejarah Perjalanan Madrasah di Ujung Utara Banyuwangi

Banyuwangi (Warta Blambangan) - Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 12 Banyuwangi mencatat sejarah baru dengan meluncurkan dua jilid Kaleidoskop Kegiatan Madrasah, sebagai dokumentasi perjalanan kegiatan selama tahun 2024. Program inovatif ini melibatkan seluruh guru dan siswa dalam pembuatan narasi berita setiap kegiatan yang dilakukan di madrasah.

Kepala MTsN 12 Banyuwangi, Herny Nilawati, menyatakan bahwa program "Satu Kegiatan Satu Narasi" ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa sekaligus mendokumentasikan setiap aktivitas yang dilakukan di madrasah. "Setiap guru dan siswa wajib membuat berita tentang kegiatan harian mereka. Semua tulisan tersebut kemudian dikumpulkan dan disusun menjadi kaleidoskop," ujar Herny. 


Kaleidoskop tersebut dibagi menjadi dua jilid. Jilid pertama mencakup periode Januari hingga Juni, sementara jilid kedua mencakup Juli hingga Desember. Setiap jilid berisi rangkuman kegiatan, mulai dari acara keagamaan, ekstrakurikuler, hingga prestasi yang diraih oleh siswa dan guru MTsN 12 Banyuwangi.

Peluncuran kaleidoskop ini menjadi tonggak sejarah bagi MTsN 12 Banyuwangi, yang terletak di ujung utara Kabupaten Banyuwangi. Selain sebagai bentuk apresiasi terhadap partisipasi aktif seluruh warga madrasah, kaleidoskop ini juga menjadi sarana untuk memupuk semangat kebersamaan dan bangga terhadap institusi.

"Program ini tidak hanya meningkatkan literasi, tetapi juga menjadi catatan sejarah perjalanan madrasah kami. Setiap kegiatan yang terekam dalam kaleidoskop ini adalah bukti nyata kontribusi semua pihak dalam memajukan MTsN 12 Banyuwangi," tambah Herny. 


Dengan adanya kaleidoskop ini, MTsN 12 Banyuwangi berharap dapat terus menginspirasi dan memotivasi warga madrasah untuk aktif berkontribusi dalam setiap kegiatan yang dilakukan.

MTsN 4 Banyuwangi, Terdepan sebagai Madrasah Tsanawiyah Literasi di Banyuwangi

Banyuwangi, (Warta Blambangan) – Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 4 Banyuwangi, H. Mujikan, mengungkapkan kebanggaannya atas prestasi para siswa di bidang literasi. Beberapa karya siswa telah diterbitkan dalam bentuk buku dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan kemajuan signifikan dalam pengembangan budaya literasi di madrasah tersebut.



Pada acara di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Selasa (21/01/2025) H. Mujikan menyerahkan dua buku hasil karya siswa kepada Lentera Sastra Banyuwangi. Buku-buku tersebut adalah antologi puisi berjudul Selaksa Alam Semesta dan kumpulan cerpen Semesta Merindu. Kedua buku ini merupakan bukti nyata dari hasil pembinaan literasi yang dilakukan di MTsN 4 Banyuwangi.


Selain itu, H. Mujikan juga turut berkontribusi dalam dunia literasi dengan puisinya yang diterbitkan dalam antologi Hebat Bersama Umat, yang diterbitkan oleh Lentera Sastra Banyuwangi. Prestasi ini semakin memperkuat komitmen madrasah dalam mengembangkan potensi literasi siswa dan tenaga pendidik.


Untuk mendukung kemajuan literasi, MTsN 4 Banyuwangi secara rutin mengadakan pelatihan literasi, terutama bagi siswa kelas tujuh. Pelatihan ini menjadi dasar yang kuat bagi siswa dalam mengembangkan keterampilan literasi mereka selama proses pembelajaran di madrasah.


Dengan berbagai pencapaian ini, H. Mujikan berharap literasi dapat menjadi fondasi penting bagi siswa dalam mengejar prestasi akademik dan non-akademik, serta membawa nama baik MTsN 4 Banyuwangi di kancah literasi nasional.

MTsN 8 Banyuwangi, Satuan Pendidikan Literasi dalam Satu Tahun Terbitkan Belasan Buku Karya Siswa

Genteng, Banyuwangi (Warta Blambangan) – Dalam upaya meningkatkan literasi di kalangan pelajar, Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 8 Banyuwangi bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banyuwangi berhasil menerbitkan belasan buku pada tahun 2024. Informasi ini disampaikan langsung oleh Kepala MTsN 8 Banyuwangi, Sri Endah Zulaikhatul Kharimah, S.Pd., M.Pd., Senin (20/01/2025), ketika dihubungi oleh media ini.



Belasan buku yang diterbitkan tersebut merupakan hasil karya siswa dan guru MTsN 8 Banyuwangi, yang disajikan dalam format e-book. "Tulisan dalam bentuk buku merupakan kenangan terindah bagi siswa," ujar Sri Endah dengan penuh kebanggaan. Menurutnya, penerbitan ini tidak hanya menjadi sarana apresiasi bagi para siswa, tetapi juga menjadi bukti nyata dari upaya madrasah dalam mendorong budaya literasi di lingkungan sekolah.


Nurul Khoiriyah, Guru Bahasa Indonesia di MTsN 8 Banyuwangi, menambahkan bahwa para siswa merasa antusias ketika diberi tugas menulis yang kemudian dibukukan. "Anak-anak sangat senang ketika karya mereka diabadikan dalam bentuk buku. Ini menjadi motivasi tambahan bagi mereka untuk terus berkarya," kata Nurul.


Proses penerbitan buku ini juga tidak lepas dari dukungan dan motivasi yang diberikan oleh Yayasan Lentera Sastra Banyuwangi. Yayasan ini dikenal aktif dalam mendorong dan membina para penulis muda di Banyuwangi. "Kami berterima kasih kepada Yayasan Lentera Sastra Banyuwangi yang telah memberikan banyak motivasi kepada siswa dan guru kami. Dukungan mereka sangat berarti dalam proses kreatif ini," tambah Sri Endah.


Penerbitan buku ini merupakan bagian dari upaya MTsN 8 Banyuwangi untuk menumbuhkan budaya literasi di kalangan siswa. Sri Endah menjelaskan bahwa menulis dan membaca adalah keterampilan dasar yang sangat penting untuk dikuasai oleh generasi muda. Dengan adanya program penerbitan ini, siswa diajak untuk lebih aktif dalam mengeksplorasi ide-ide mereka dan menuangkannya dalam bentuk tulisan.


"Kami ingin menciptakan lingkungan yang mendukung kreativitas dan inovasi. Menulis adalah salah satu cara untuk mengekspresikan diri dan memahami dunia sekitar," ujar Sri Endah. Selain itu, penerbitan buku ini juga menjadi sarana untuk mendokumentasikan berbagai pemikiran dan pengalaman siswa, yang nantinya dapat menjadi referensi dan inspirasi bagi generasi berikutnya.


Belasan buku yang telah diterbitkan mencakup berbagai genre dan tema, mulai dari cerita pendek, puisi, esai, hingga karya ilmiah. Setiap karya merupakan hasil dari proses pembelajaran dan pendampingan yang intensif. Para guru di MTsN 8 Banyuwangi memberikan bimbingan kepada siswa dalam setiap tahap penulisan, mulai dari perencanaan, penulisan, hingga penyuntingan.


"Proses menulis buku ini memberikan pengalaman berharga bagi siswa. Mereka belajar tentang disiplin, ketekunan, dan bagaimana menyusun ide secara sistematis," jelas Nurul Khoiriyah. Ia juga menambahkan bahwa kegiatan ini memberikan kebanggaan tersendiri bagi siswa, karena mereka dapat melihat hasil karyanya dalam bentuk buku yang nyata.


Melihat kesuksesan program ini, Sri Endah Zulaikhatul Kharimah optimis bahwa pada tahun 2025, jumlah buku yang diterbitkan akan semakin bertambah. "Insyaallah, untuk tahun 2025, kami berharap dapat menerbitkan lebih banyak lagi buku. Kami ingin terus mendorong siswa untuk menulis dan berkreasi," katanya.


Selain itu, Sri Endah juga berharap agar program ini dapat menginspirasi siswa lainnya di Banyuwangi untuk melakukan hal serupa. Ia percaya bahwa dengan semakin banyaknya karya tulis yang diterbitkan, akan tercipta generasi muda yang literat, kritis, dan kreatif.


"Kami berharap program ini bisa menjadi contoh bagi sekolah lain. Literasi adalah kunci untuk membangun masa depan yang lebih baik. Dengan menulis, siswa tidak hanya belajar tentang bahasa dan sastra, tetapi juga tentang kehidupan dan nilai-nilai yang ada di dalamnya," pungkas Sri Endah.


Kerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banyuwangi memainkan peran penting dalam keberhasilan program ini. Dinas tersebut menyediakan berbagai fasilitas dan sumber daya yang mendukung proses penerbitan buku. "Kami sangat berterima kasih atas dukungan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. Tanpa dukungan mereka, program ini tidak akan berjalan dengan sukses," ujar Sri Endah.


MTsN 8 Banyuwangi juga memberikan pelatihan dan workshop kepada para siswa dan guru mengenai teknik penulisan dan penerbitan buku. Pelatihan ini memberikan wawasan baru bagi peserta tentang dunia penerbitan dan pentingnya literasi.


Penerbitan belasan buku oleh MTsN 8 Banyuwangi merupakan bukti nyata dari komitmen sekolah dalam meningkatkan budaya literasi di kalangan siswa. Dengan dukungan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan serta Yayasan Lentera Sastra Banyuwangi, MTsN 8 Banyuwangi telah berhasil menciptakan lingkungan yang mendukung kreativitas dan inovasi.


Melalui program ini, diharapkan akan lahir generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki kemampuan literasi yang kuat. Dengan semangat dan dedikasi yang ditunjukkan oleh siswa dan guru MTsN 8 Banyuwangi, masa depan literasi di Banyuwangi terlihat cerah dan penuh harapan.

Dua Award Untuk MTsN 8 Banyuwangi

 Banyuwangi (Warta Blambangan) Banyuwangi – Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 8 Banyuwangi, Sri Endah Zulaikhatul Kharimah, S.Ag., M.Pd. berhasil meraih dua penghargaan bergengsi dalam ajang Kemangi Award 2025. Penghargaan yang diraihnya adalah sebagai Kepala Madrasah Berprestasi dan MTs Satker Responsif Pengelolaan Zakat.



Dalam acara yang digelar untuk memperingati Hari Amal Bakti (HAB) ke-79 Kementerian Agama, di aula MAN 2 Banyuwangi tersebut, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Dr. Chaironi Hidayat, mengapresiasi prestasi yang diraih oleh MTsN 8 Banyuwangi. Menurutnya, Kemangi Award bukan sekadar penghargaan, tetapi juga sebagai motivasi untuk terus meningkatkan kualitas layanan keagamaan dan pendidikan di Banyuwangi.


“Kemangi Award merupakan bentuk apresiasi sekaligus ajakan kepada masyarakat untuk terus berkontribusi aktif dalam pengembangan nilai-nilai keagamaan dan sosial,” ujarnya.


Dr. Chaironi Hidayat juga menyampaikan bahwa pelaksanaan Kemangi Award kali ini dirancang dengan nuansa eksklusif, mencakup lokasi pelaksanaan, tamu undangan, serta para penerima penghargaan yang terpilih.


Sri Endah Zulaikhatul Kharimah mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih atas penghargaan yang diterima. "Alhamdulillah, penghargaan ini merupakan hasil kerja keras seluruh tim di MTsN 8 Banyuwangi. Semoga dapat menjadi motivasi bagi kami untuk terus memberikan yang terbaik dalam dunia pendidikan dan pengelolaan zakat," tuturnya.


Ajang Kemangi Award 2025 ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi lembaga-lembaga pendidikan lainnya untuk terus berinovasi dan berkontribusi dalam memajukan kualitas pendidikan dan layanan keagamaan di Kabupaten Banyuwangi.

Cinta Lingkungan Siswi MI Darun Najah II Bangga Memakai Batik Ecoprint Karya Sendiri


Banyuwangi (Warta Blambangan) Siswi kelas VI MI Darun Najah II Banyuwangi berkesempatan untuk mempraktikkan teknik ecoprint dalam pembuatan batik ramah lingkungan. Kegiatan ini dilaksanakan di halaman madrasah dengan memanfaatkan daun, bunga, dan ranting yang ada di sekitar, Rabu (16/10/2024).


Dibimbing oleh Ibu Nanik Sugiyatik dari komunitas Jejak Godong Ecoprint, siswi belajar tentang pemanfaatan sampah organik untuk membatik, termasuk cara mengatur pola dan menggunakan bahan-bahan alam. Teknik yang digunakan adalah pounding, di mana daun atau bunga dipukul di atas kain untuk mentransfer warna alami.


Kepala MI Darun Najah II, Majidatul Himmah, mendukung penuh kegiatan ini. Ia menyatakan bahwa kegiatan ini tidak hanya memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, tetapi juga menggali kreativitas dan menanamkan rasa cinta terhadap lingkungan. Dengan menggunakan bahan alami, siswa diharapkan dapat memahami pentingnya mengurangi pencemaran.


Didampingi wali kelas VI, Trian Andaini, siswi diberikan kebebasan untuk berkreasi, menjadikan batik ecoprint sebagai bentuk ekspresi seni yang unik. Kegiatan ini sejalan dengan Program Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan di Madrasah (GPBLHM) yang digalakkan MI Darun Najah II sebagai rintisan madrasah Adiwiyata.

Outing Class Mi Darunnajah II di Jopuro

Banyuwangi (Warta Blambangan) Kegiatan Outing Class yang diikuti oleh 27 siswi kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darun Najah II Banyuwangi di kawasan wisata Jopuro pada Sabtu, 14 September 2024, memberikan pengalaman edukatif yang berharga. Dalam kegiatan ini, siswa didampingi oleh guru kelas, Eni Kusrini, dan dipandu oleh Bapak Sapto, seorang petugas wisata berpengalaman.


Tujuan utama kegiatan ini adalah memperdalam pemahaman siswa mengenai Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS), terutama dalam mempelajari ekosistem dan rantai makanan. Para siswi diajak untuk mengeksplorasi alam, mengamati langsung interaksi antara berbagai jenis tumbuhan dan hewan, serta memahami pentingnya keseimbangan ekosistem.

Selain melakukan observasi, siswi juga aktif membuat catatan lapangan, mengidentifikasi jenis-jenis ekosistem yang ada di sekitar mereka, serta menyusun rantai makanan sederhana. Aktivitas ini tidak hanya menyenangkan tetapi juga memperkaya pemahaman siswa tentang pentingnya menjaga lingkungan.

Kepala MI Darun Najah II, Majidatul Himmah, S.Ag, mengapresiasi kegiatan ini dan berharap kegiatan serupa dapat terus dilakukan di masa depan. Harapannya, Outing Class dapat menjadi inspirasi bagi sekolah lain dalam menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna di luar kelas, sambil menumbuhkan kesadaran lingkungan di kalangan siswa.
"Jopuro adalah tempat yang sangat cocok untuk belajar tentang ekosistem dan rantai makanan,di sini, siswa dapat melihat dan mengamati secara langsung bagaimana tumbuhan dan hewan beradaptasi dengan lingkungannya, serta memahami pentingnya menjaga keseimbangan alam." Kata Majid (Team)

Pelatihan Reportase Siswa MTsN 8 Banyuwangi Hadirkan Narasumber dari Lentera Sastra

Banyuwangi, (Warta Blambangan)  MTsN 8 Banyuwangi yang berlokasi di Kecamatan Genteng menggelar pelatihan reportase yang diikuti oleh siswa-siswinya. Acara ini menghadirkan dua narasumber berpengalaman, yaitu Syafaat dari Lentera Sastra dan Joko Wiyono dari Actanews. Kegiatan yang bertempat di aula sekolah ini bertujuan untuk membekali siswa dengan keterampilan dasar jurnalistik dan teknik reportase, Sabtu (14/09/2024).



Dalam sambutannya, Kepala MTsN 8 Banyuwangi, Sri Endah Zulaikhatul Kharimah, menyampaikan harapannya agar pelatihan ini dapat membantu para siswa menguasai dasar-dasar jurnalistik dan mampu melakukan reportase secara efektif. "Kami berharap melalui pelatihan ini, siswa dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam menulis berita yang baik dan benar, serta dapat memahami etika jurnalistik," ujarnya.


Syafaat dari Lentera Sastra memberikan materi terkait penulisan kreatif dan cara menemukan sudut pandang menarik dalam sebuah berita. Sementara itu, Joko Wiyono dari Actanews lebih menekankan pada aspek teknis reportase di lapangan, termasuk teknik wawancara dan pengumpulan data.

"Sampaikan dulu maksud dan tujuan kepada Narasumber sebelum wawancara" kata Syafaat.


Kegiatan ini disambut antusias oleh para siswa, yang tampak bersemangat dalam mengikuti sesi materi maupun praktik. Pelatihan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi siswa MTsN 8 Banyuwangi untuk terjun ke dunia jurnalistik dengan lebih percaya diri dan terampil, output dari kegiatan ini disamping dapat membuat berita dalam bentuk buletin, juga dalam bentuk video. (Team)

Worshop Perpustakaan Digital Sampai Penerbitan Buku MTsN 8 Banyuwangi

 Banyuwangi (Warta Blambangan) Dalam upaya meningkatkan literasi digital di kalangan siswa dan guru, MTsN 8 Banyuwangi, yang berlokasi di Kecamatan Genteng, mengadakan workshop perpustakaan digital pada Jumat (13/9/2024) bwrrempat di aula perremuan. Kegiatan ini diikuti oleh pengurus OSIM (Organisasi Siswa Intra Madrasah), guru, serta pustakawan sekolah, dengan harapan dapat memaksimalkan pemanfaatan platform digital dalam proses belajar mengajar.


Kepala MTsN 8 Banyuwangi, Sri Endah Zulaikhatul Kharimah, menekankan pentingnya adaptasi terhadap teknologi dalam dunia pendidikan. “Pemanfaatan media digital dapat kita gunakan untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar,” ungkapnya.

Syafaat, perwakilan dari Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi yang juga menjadi salah satu narasumber, memperkenalkan program Elipski (Elektronik Literasi Pustaka Keagamaan Islam). Menurutnya, program ini mendukung digitalisasi literatur keagamaan yang ditulis oleh ASN Kementerian Agama, sehingga literatur berkualitas dapat diakses dengan lebih mudah oleh siswa dan masyarakat luas.

Sementara itu, Yusuf Khoiri, Pustakawan Ahli Madya dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banyuwangi, menguraikan tentang pentingnya perpustakaan digital dan penerbitan buku dengan ISBN. Ia menekankan bahwa perpustakaan digital mampu meningkatkan aksesibilitas dan distribusi buku secara lebih luas, sehingga literasi dapat berkembang pesat.

Workshop ini diharapkan tidak hanya meningkatkan minat baca di kalangan siswa, tetapi juga membudayakan kegiatan menulis di lingkungan MTsN 8 Banyuwangi. Melalui pemanfaatan teknologi digital, literasi di madrasah diharapkan semakin maju dan relevan di era digital.


Cegah Kekerasan Perempuan dan Anak, Satgas PPA adakan Sosialisasi di Pesantren

Banyuwangi (Warta Blambangan) Sosialisasi pencegahan kekerasan pada perempuan dan anak di pesantren yang dilaksanakan Satgas PPA Kabupaten Banyuwangi bertempat di Pondok Pesantren Darussalam Kecamatan Kalibaru, Kamis (15/08/2024) diikuti oleh 50 santri. 


Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam KH. Mohammad Faizin menyampaikan terima kasih kepada tim yang telah memberikan edukasi kepada para santri.

Beberapa materi disampaikan oleh para narasumber, seperti Farida Hanum dan Alizha Amalia Rohana dari P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak),  Ir. Lukman El Hakim dari Dinsos PP dan KB, Syafaat, S.H., M.H.I dari Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi serta Ipda Devi Novita, Kanit Renakta (Remaja, Anak dan Wanita) Polresta Banyuwangi.

Farida Hanum menyampaikan bahwa saat ini prosentase kekerasan pada anak dan perempuan masih relatif tinggi, dan perlu adanya pencegahan sejak dini.

Ipda Devi menyampaikan bahwa santri perlu memahami tentang apa yang tidak boleh dilakukan yang mengakibatkan tindak pidana.

"ada batasan-batasan tubuh kita yang tidak boleh disentuh oleh orang yang secara tidak sah" kata Devi.

Beberapa pasal tentang pidana terkait dengan kekerasan pada perempuan dan anak juga disampaikan dalam kegiatan tersebut.

Syafaat dari Kementerian Agama lebih banyak menyampaikan tentang kekerasan pada perempuan dan anak dengan pendekatan agama.

"tugas santri yang utama adalah menuntut ilmu, dan jangan berfikir untuk pernikahan" kata Syafaat.

Sosialisasi pencegahan kekerasan pada anak dan remaja lebih banyak diadakan diskusi dan tanya jawab.

"salah satu hak anak adalah hak untuk berbicara ataupun bertanya, karenanya jangan takut untuk bertanya ataupun menyampaikan pendapat" kata Devi.

Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh para santri untuk bertanya dan menyampaikan uneg-unegnya berkaitan dengan reproduksi dan bagaimana cara melaporkan ketika ada kejadian yang menimpa terkait dengan kekerasan.

Lebih lanjut Devi menyampaikan bahwa adanya sosialisasi ini dimaksudkan agar di satuan pendidikan tidak ada lagi kekerasan pada perempuan dan anak di Kabupaten Banyuwangi.

"bagi korban kekerasan pada anak akan dilindungi identitasnya" kata Kanit Renakta 



Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak Sampaikan Materi Anti Bullying di MI Darunnajah II Banyuwangi


Banyuwangi (Warta Blambangan) Diawali dengan lomba membuat poster anti bullying, Selasa (23/07/2024) kegiatan Hari Anak Nasional tahun 2024 dengan tema “Anak Terlindungi, Indonesia maju” di MI Darinajah II Kelurahan Tukangkayu Banyuwangi,  lalu siswi memajang poster yang telah mereka buat hingga memenuhi dinding kantin madrasah. Hal ini dilakukan agar pesan pada poster tersebut menjadi pengingat yang dapat dilihat dan dibaca setiap saat oleh siswi,  Hal ini disampaikan oleh Majidatul Himmah saat membuka acara.

Kepala MI Darunnajah II Majidatul Himmah menyampaikan bahwa  anak-anak adalah bunga-bunga masa depan yang perlu kita rawat dengan cinta. MI Darun Najah II mengisi Hari Anak Nasional dengan kegiatan Sosialisasi Anti Bullying Kegiatan ini diikuti 250 siswi di halaman madrasah

Hadir sebagai narasumber tiga orang  perwakilaht dari Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) kabupaten Banyuwangi, Dimas Fahmi dari Tim Puspaga( Pusat Pembelajaran Keluarga) Alizha Amalia Rohmana dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) dan Syafaat (Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi)  menyampaikan materi anti bullying kepada anak-anak.

Penyampaian materi dengan diselingi permainan dan bernyanyi bersama tersebut membuat anak-anak betah mendengarkan paparan yang diberikan, nyanyian yang diberikan merupakan nyanyian yang sarat dengan makna anti bullying dan mencegahan terhadap pelecehan.

“anak-anak kita edukasi tentang pencegahan kekerasan, baik fisik, psikis maupun seksual dengan cara menjaga diri sendiri” kata Syafaat.


Sementara itu Dimas menyampaikan bahwa anak-anak harus menyayangi sesama teman dan meghormati kepada yang lebih tua, begitupun dengan dampak yang terjadi jika terjadi bullying, baik kepada pelaku maupun korban. Anak-anak diajak untuk mengingat kembali apa yang sudah ditulis dan di tempelkan di dinding sebelum acara di mulai, karena dengan mereka menulis sendiri dan membacanya, akan mengingatnya.

Sesi Tanya-jawab menjadi hal yang menarik diikuti, anak-anak ini ditanya tentang perilaku yang terjadi di madrasah yang semua siswinya perempuan tersebut, dan selama ini belum pernah terjadi bullying dan dengan adanya kegiatan dalam rangpa peringatan Hari Anak nasional ini diharapkan anak-anak semakin kompak dan pedli terhadap sesama.

Alizha Amalia Rohmana atau biasa dipanggil Mbak Ica mengajak anak-anak untuk melakukan tepuk hak anak agar anak-anak lebih mengingat tentang hak-hak yang dilindungi oleh anak, yakni mereka yang usianya kurang dari 18 tahun.

Kegiatan ini ditutup dengan pelepasan balon udara diiringi doa dan sholawat dengan membawa harapan anak-anak akan menjadi masa depan bangsa yang lebih cerah dan bahagia. (Eni)

Siswi MI Darunnajah 2 Banyuwangi Belajar TIK dari Ahlinya

Banyuwangi (Warta Blambangan) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan infrastruktur yang sangat penting saat ini. Menanggapi hal ini MI Darun Najah II Banyuwangi melaksanakan Ekstrakurikuler TIK bagi kelas 4, 5 dan 6 yang dimulai pada hari Kamis (25/01/2024) di laboratorium Komputer MI Darun Najah II, yang diikuti oleh 91 siswi dan terbagi dalam 3 sesi.


Kegiatan ekstrakurikuler TIK di MI Darun Najah II dibimbing oleh 3 mentor dari SMK Puspa Bangsa Kecamatan Cluring yaitu Putri Novita Sari, Julia Tria Susanti, Clara Marsha Purnadewi, mereka senang menjadi mentor bagi siswi MI Darun Najah II karena siswi sangat antusias dan bersemangat dalam mengikuti ekstrakurikuler TIK sejak hari pertama. Yang menarik adalah salah satu mentor Clara yang beragama Katolik dapat menyatu dengan siswi MI Darun Najah II yang seluruhnya muslimah. Hal ini menunjukkan wujud moderasi beragama di lingkungan MI Darun Najah II.

Keterampilan teknologi merupakan hal yang wajib dikuasai oleh siswa di era Digital ini. Kepala MI Darun Najah II Majidatul Himmah menyampaikan bahwa dengan menggunakan alat TIK secara rutin, dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan teknologi yang sangat dibutuhkan ke jenjang berikutnya, apalagi dimasa yang akan datang. 

Lebih lanjut Majid menyampaikan bahwa kemampuan TIK siswi akan terus diasah agar tidak gaptek dan dapat menggunakan media online secara bertanggung jawab.

“pendampingan penggunaan media online sangat penting agar siswi tidak mengakses sesuatu yang belum saatnya” katanya.

Hal ini dilakukan dengan mengingat media online dapat diakses oleh siapapun, sehingga pendampingan dari guru dan orang tua sangat penting agar siswi dapat memanfaatkan media online tersebut secara benar. (Eni)

Tari Jejer Jaran Dawuk MTsN 1 Banyuwangi pada Pelepasan Purna Tugas WI Tehnis BDK Surabaya

Banyuwangi (Warta Blambangan) Jejer Jaran Dawuk yang dibawakan anak-anak siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Banyuwangi yang dilaksanakan di Hall Room Hotel Aston Banyuwangi, Sabtu (24/12/2023) mendapat Aplaus luar biasa dari para Widya Iswara Tehnis yang hadir bersama Keluarga. 


Dalam acara pelepasan purna tugas Dr. Syafrudin yang memasuki masa pensiun tersebut dilaksanakan di Banyuwangi, para WI menikmati keindahan alam Banyuwangi  dari keindahan Pulau Merah, Pantai Plengkung, pasar kuliner Kemiren, Air Terjun Jagir hingga Pulau Tabuhan.


Panitia Pisah WI BDK Surabaya Dr. Habibah menyampaikan bahwa pada acara pisah purna tugas yang dilaksanakan di ujung timur Pulau Jawa ini sengaja dihadirkan pertunjukan seni tari yang dibawakan siswa madrasah. 


"tarian yang dibawakan anak-anak sangat bagus sebagai salah satu keunggulan madrasah yang tidak hanya memberikan pendidikan keagamaan, tetapi juga seni dan budaya" katanya.


Para WI nampak puas dengan keindahan alam Banyuwangi, hal ini terbukti dengan beberapa kegiatan yang dilaksanakan di Banyuwangi, baik kegiatan formal maupun non formal seperti saat pelepasan purna tugas Widya Iswara ini.

Lebih lanjut Habibah menyampaikan terima kasih kepada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, terutama MTsN 1 Banyuwangi dan Komunitas Lentera Sastra (Syafaat) yang membantu kelancaran acara yang dilaksanakan di Banyuwangi.

Sosialisasi Stop Bullying di Madrasah

Banyuwangi (Warta Blambangan) Bullying bisa terjadi dimana saja, bisa dirumah, disekolah, karenanya MI Darun Najah II Tukang kayu Banyuwangi melakukan kegiatan Sosialisasi anti bullying untuk siswa Sabtu (16/12/2023) di lantai 2 masjid Darun Najah yang diikuti oleh seluruh siswa, guru, dan wali murid. 


       Kepala MI Darun Najah II menyampaikan bahwa penting bagi madrasah melakukan tindakan preventif untuk mencegah terjadinya bullying, salah satunya adalah dengan sosialisasi kepada siswi. Meskipun hampir tidak pernah ditemukan kasus bullying dalam bentuk fisik karena siswi MI Darun Najah II yang seluruhnya adalah perempuan, akan tetapi, penting untuk dilakukan sosialisasi, dengan mengingat bullying bukan hanya kekerasan fisik saja, tetapi juga kekerasan verbal.

"sosialisasi anti kekerasan kalimat maupun tulisan juga perlu dipahami" kata Majid.

Selain diisi Kepala Madrasah, kegiatan ini menghadirkan narasumber Fatmawati, kepala PAUD Cerdas Kelurahan Tukangkayu, beliau menyampaikan bahwa siswa harus berani melawan jika ada yang melakukan bullying.

Tanpa terasa 2 jam siswa asyik mengikuti kegiatan ini dengan diselingi menyanyi dan beberapa icebreaking sehingga siswi tidak merasa bosan. 

Lebih lanjut Majid menyampaikan bahwa sosialisasi ini dilakukan agar siswa menghindari bullying, baik di madrasah maupun dilingkungan keluarga, namun upaya preventif tetap harus dilakukan menuju satuan pendidikan ramah anak.

MI Darun Najah II sudah beberapa kali mengikuti sosialisasi Anti Bullying  dan 2 orang guru telah mengikuti pelatihan tentang konvensi hak anak dan memperoleh sertifikat pelatihan.

Majid menyampaikan bahwa upaya menjadikan madrasah sebagai tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak terus dilakukan, begitu juga dengan peningkatan kemampuan para pendidik dalam memahami satuan pendidikan ramah anak.(mjd)

Siswa MAN 3 Banyuwangi Tampilkan Musikalisasi Puisi dalam Milad Lentera sastra

Banyuwangi (Warta Blambangan) Digelarnya acara semarak diskusi literasi dan sastra, acara ini berlangsung di aula Kementrian Agama (Kemenag), Jumat (15/12/2023) yang diikuti oleh beberapa perwakilan dari beberapa Madrasah di Kabupaten  Banyuwangi salah satunya MAN 3 Banyuwangi. Mulai dari penampilan tari jaripah dari siswi MIN 1 Banyuwangi, penampilan lagu dari siswa MTsN dan MAN 1 Banyuwangi dan beberapa tampilan puisi dari juara-juara Liga puisi.


Yang menarik adalah Guru MAN 3 Banyuwangi Eny Susiani dipercaya sebagai panitia pelaksana dalam kegiatan yang dihadiri sastrawan dan budayawan tingkat nasional ini, selain penampilan siswa MAN 3 Banyuwangi di Kecamatan Srono yang turut ambil bagian dari kegiatan yang banyak diliput media ini.

Acara pembukaan tersebut berlangsung dengan diikuti dengan penuh kegembiraan serta suka cita dari seluruh hadirin, karena mengusung tema literasi dan sastra hadirin fokus pada penampilan sastra dan budaya juga pencerminan literasi seperti pembacaan puisi.

Setelah itu, barulah beralih ke acara "Semarak diskusi literasi dan sastra" yang sesungguhnya, acara ini berlangsung dari pukul 14.20-15.30 WIB yang dipandu oleh Nur Kholifah selaku moderator. Acara ini dibuka dengan penampilan lagu, kemudian dilanjutkan dengan diskusi literasi dan sastra yang mengusung judul "Diskusi Geliat Literasi dan Sastra di Banyuwangi" bersama Chaironi Hidayat, Kepala Kankemenag Kabupaten Banyuwangi, Samsudin Adlawi Direktur Radar Banyuwangi, Syafaat Lentera sastra dan Zen Kostolani Kepala Dinas Perpusip

Setelah diskusi yang berlangsung cukup lama, acara dilanjutkan dengan pemberian door prize. Kemudian acara ditutup dengan pembacaan puisi dan foto bersama.

Diskusi bukan hanya sebatas pembicaraan, tetapi juga menjadi forum pembicaraan mendalam tentang literasi dan sastra dalam berbagai bentuk, termasuk literasi digital. Keterlibatan dan peran Madrasah dalam memahami literasi serta sastra dalam era digital menjadi salah satu hal yang tersorot. Semarak diskusi literasi dan sastra ini diharapkan dapat menjadi momentum penting untuk menggalakkan minat membaca, menumbuhkan bakat menulis, dan memperkaya budaya literasi ditengah era 5.0 ini.

 

Suport Kegiatan Lentera Sastra dari PUDAM Banyuwangi

 Banyuwangi (Warta Blambangan) Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM) Kabupaten Banyuwangi memberikan support kegiatan dalam rangka 3 tahun Lentera Sastra yang akan di gelar di aula bawah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Jumat mendatang. Hal ini disampaikan Direktur PUDAM Banyuwangi Abdurrahman, Selasa (13/12/2023).


Direktur PUDAM tersebut berharap Lentera Sastra tetap menjadi lembaga terdepan dalam memajukan literasi dan sastra di Kabupaten Banyuwangi.

“semoga lentera tetap jaya dan bermanfaat bagi masyarakat” Kata Abdurrahman.

Ucapan dan support terhadap Lentera Sastra dari berbagai lembaga dan instansi yang ada di Kabupaten Banyuwangi, hal ini sebagai bukti kiprah lentera sastra yang telah melakat di hati masyarakat yang peduli dengan literasi dan sastra.

Acara sederhana yang akan di gelar dalam rangka milad ketiga komunitas Lentera Sastra, meskipun dikemas dengan cara sederhana, namun tidak mengurangi niat dan dedikasi komunitas ini dalam memajukan nilai nilai literasi dan sastra di Banyuwangi.

Ketua komunitas Lentera sastra Syafaat menyampaikan bahwa sastrawan Banyuwangi mulai dulu sudah dikenal kepiawaiannya dalam menyusun sastra, seperti Shalwat Badar Gubahan KH Ali Mansur yang dulu ketika menggubah shalawat tersebut pada tahun enampuluhan menjabat sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi (Lensa)

Milad Ketiga Komunitas Lentera Sastra

 Banyuwangi (Warta Blambangan)  Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Chaironi Hidayat memberikan apresiasi atas kiprah  komunitas Lentera Sastra yang telah memasuki usia ketiga, Selasa (12/12/2023). 


Roni (panggilan akrabnya) menyampaikan bahwa dirinya mengenai Lentera Sastra sudah sejak lama, jauh sebelum menjabat menjadi Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Roni pernah menerima buku karya salah satu penggerak literasi di Banyuwangi yang di dalamnya juga ada kisah tentang dirinya, juga kegiatan yang selalu dimuat media.

Pejabat asal Besuki yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pamekasan tersebut berharap Lentera Sastra benar-benar menjadi pelita penyiar keilmuan di Kabupaten Banyuwangi.

"saya sangat tahu bahwa Lentera Sastra ini adalah simbul literasi di Kabupaten Banyuwangi" katanya.

Lebih lanjut Roni menyampaikan bahwa Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi akan terus mendukung langkah-langkah atau kegiatan apapun yang dilakukan oleh Komunitas Lentera Sastra.

Ketua Komunitas Lentera Sastra Syafaat menyampaikan bahwa meskipun milat jatuh tanggal 12 Desember, namun peringatan secara sederhana dilaksanakan pada tanggal 15 Desember mendatang.

Selain diskusi literasi dan sastra m, juga ada tampilan pembacaan puisi, menari maupun menyanyi.(syaf)

Inovasi MI Darun Najah Banyuwangi Jadi Motivasi MI dari Pulau Bali

Banyuwangi (Warta Blambangan) Inovasi yang dilakukan MI Darunnajah II Kelurahan Tukangkayu Kabupaten Banyuwangi menarik minat MI dari Provinsi Bali untuk melakukan study tiru di madrasah dilingkungan pesantren.Darunnajah tersebut, Sabtu (10/12/2023).


MI Miftahul Ulum melaya Kabupaten Jembrana sangat terkesan dengan keunggulan yang dilakukan MI Darunnajah II dan sangat menginspirasi.

Kepala MI Miftahul Ulum Catur Suliana menyampaikan bahwa apa yang disampaikan sangat menginspirasi meskipun pihaknya belum mempunyai angan sejauh yang sudah dilakukan di MI Darunnajah II.

" kami baru menemukan inovasi yang luar biasa di MI Darunnajah II" katanya 

Kepala MI Darunnajah II Majidatul Himmah menyampaikan bahwa Tugas satuan pendidikan pada intinya adalah untuk memberikan pengarahan, bimbingan, motivasi dan motivasi agar peserta didik dengan segala potensi yang dimilikinya dapat dikembangkan denggan sebaik-baiknya. Lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan sumberdaya masyarakat, dengan menngingat satuan pendidikan merupakan lembaga atau tempat berangsungnya prosses pendidikan untuk mengubah tingkat laku individu kearah lebih baik melalui interaksi sosial dengan lingkungan sekitar, amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Inovasi yang dilakukan lembaga pendidikan merupakan sebuah keniscayaan, beberapa inovasi yang dilakukan diantaranya madrasah literasi yang bukan hanya mewajibkan siswa untuk membaca dan mengamati, tetapi juga berkarya, baik dalam bentuk visual seperti baca puisi, bercerita atau membuat video, tetapi juga telah menerbitkan buku yang ditulis bersama.

Selain program unggulan sebagai madrasah tahfidz, MI Darun Najah II juga menerapkan digitalisasi layanan, baik dalam administrasi maupun peningkatan mutu pendidikan melalui E-Library yang dapat mengakses lebih dari seribu buku, RDM Mobile hingga PTSP digital.

"kami akan terus melakukan inovasi dalam mengembangkan pendidikan untuk peserta didik" kata Majid.

Majid menyampaikan bahwa dirinya sangat terbuka bagi lembaga manapun untuk berbagi, begitupun jika ada yang ingin meniru inovasi yang dilakukan MI Darunnajah II Banyuwangi.

 
Copyright © 2013. Warta Blambangan - Semua Hak Dilindungi
Template Modify by Blogger Tutorial
Proudly powered by Blogger