Pages

Tampilkan postingan dengan label Warta Bercerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Warta Bercerita. Tampilkan semua postingan

Putri Indonesia Hadir, Banyuwangi Menyulam Mimpi dalam Ethno Carnival

BANYUWANGI (Warta Blambangan) Angin musim kemarau membawa kabar dari timur. Sebuah perhelatan budaya akan digelar kembali di bumi yang diberkahi matahari pagi pertama: Banyuwangi. Sabtu, 12 Juli 2025, Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) kembali melangkah di jalan raya kota, menyulam mitos dan warisan menjadi busana, gerak, dan rupa yang memukau. Tahun ini, BEC bukan sekadar arak-arakan kostum megah—ia adalah nyanyian tentang akar dan angin, tentang tubuh yang dilahirkan oleh tradisi.

Dalam helatan yang masuk kalender Karisma Event Nusantara (KEN) ini, satu nama yang kini memancarkan cahaya dari pentas dunia akan turut hadir: Firsta Yufi Amarta Putri. Putri Indonesia 2025 yang juga menyandang gelar Miss Supranational Asia dan Oceania 2025, akan berjalan di antara gemuruh tepuk tangan, menyapa tanah kelahirannya—sebuah panggung tempat jati diri ditenun kembali.v


Firsta bukan hanya membawa mahkota; ia membawa cerita. Cerita tentang anak muda Indonesia yang lahir dari pergelangan kampung, namun menatap cakrawala dunia. Dan kini, ia pulang. Bukan untuk sekadar menampakkan wajah, tetapi untuk menyambung nyawa perayaan yang telah melampaui batas seni dan pariwisata—sebuah perayaan jiwa.

“Yang membedakan BEC dari karnaval lain,” ujar Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, dalam sapanya, “adalah keberanian dan kekayaan narasi. Setiap tema bukan sekadar estetika, melainkan refleksi dari nadi masyarakat Banyuwangi sendiri.”

Tahun ini, BEC mengangkat tema “Ngelukat”—sebuah filosofi lokal yang menggambarkan pembersihan diri, siklus hidup, dan keutuhan spiritual manusia. Dari kandungan ke pelaminan, dari tangisan pertama hingga janji di pelaminan, setiap kostum yang melenggang di aspal kota adalah tafsir dari perjalanan manusia yang disandingkan dengan ritual adat yang masih hidup.

BEC bukan sekadar pertunjukan. Ia adalah kitab terbuka, yang setiap lembarnya ditulis oleh petani, perajin, ibu, dalang, pemuda, dan seluruh masyarakat Banyuwangi yang mencintai akar budaya mereka sendiri. BEC adalah orkestra tubuh, di mana para peraga bukan hanya model, tapi utusan zaman yang menyuarakan bahwa modernitas tak mesti menanggalkan tradisi.

Tak hanya karnaval yang akan menghiasi akhir pekan. Banyuwangi juga menghadirkan Sekarkijang Creative Fest 2025, sejak Kamis hingga Sabtu (10-13 Juli 2025), di Taman Blambangan—jantung kota yang kini menjadi altar inovasi. Dalam helatan ini, puluhan UMKM menyajikan hasil kreativitas mereka: dari batik yang dicelup oleh tangan ibu-ibu pengrajin, kopi yang disangrai dengan doa dan dedikasi, hingga kerajinan kulit yang bercerita tentang ketekunan dan waktu.

Bank Indonesia Perwakilan Jember turut mendukung gerakan ini. Bukan hanya pameran, Sekarkijang Creative Fest juga diramaikan seminar nasional bertajuk “UMKM Go Export”, talk show, bazar kuliner, hingga senam aerobik bersama yang menyatukan raga dan semangat.

Dalam empat hari itu, Banyuwangi tak sekadar menjadi panggung. Ia menjadi taman bagi ide, rumah bagi warisan, dan jendela bagi dunia untuk menyaksikan Indonesia dari sisi yang paling otentik—dari akar, dari rakyatnya sendiri.

Firsta, BEC, dan Sekarkijang hanyalah bagian dari narasi besar Banyuwangi: bahwa modern bukan berarti melupakan. Bahwa kemajuan bukan berarti menghapus jejak. Bahwa menjadi Indonesia, adalah menyambung yang purba dengan yang kini. Dan dari ujung timur Jawa, sebuah suara kembali menggema: “Kami ada. Kami hidup. Kami berkarya.”

Banyuwangi bukan hanya destinasi. Ia adalah narasi. Ia adalah puisi yang dibaca di tengah riuh, tapi menggema sampai ke senyap hati para penontonnya.

Stadion Sayu Wiwit Banyuwangi

 Stadion Sayu Wiwit Banyuwangi

Oleh; Syafaat 


Waktu saya ditanya soal stadion di Banyuwangi, saya malah bengong. Bukan karena saya tidak tahu ada stadion di Banyuwangi. Tapi karena saya tidak tahu, atau lebih tepatnya, tidak pernah memperhatikan, namanya: Stadion Diponegoro.

Saya kira, itu di Semarang. Atau paling tidak di Jogja. Tapi ternyata: di Banyuwangi.

Teman saya, yang orang Jakarta, tidak percaya. “Serius, stadion Diponegoro itu di Banyuwangi? Bukan di Jawa Tengah?”

Saya hanya bisa mengangguk pelan. Tapi dalam hati bertanya-tanya: kenapa ya?

Banyuwangi ini tempat yang kaya tokoh sejarah. Bahkan kisah heroiknya seringkali lebih berdarah daripada perang Diponegoro itu sendiri. Ada Sayu Wiwit. Ada Rempeg Jogopati. Ada Minak Jinggo. Bahkan kalau mau lebih dramatis, ada Pangeran Tawang Alun yang konon bisa berubah jadi harimau. 


Tapi nama stadion kita? Diponegoro. Bukan Jogopati, bukan Jinggo, bukan Sayu Wiwit.

Saya tidak sedang ingin menggugat Pangeran Diponegoro. Beliau tokoh besar. Pahlawan nasional. Disegani Belanda. Dijadikan jalan utama hampir di semua kota di Indonesia.

Tapi justru karena beliau begitu besar dan begitu umum, maka tidak terasa lokal.

Kalau Banyuwangi ingin dikenang sebagai Banyuwangi, kenapa justru memilih nama yang membuat kita dianggap bagian dari Jawa Tengah?


Kita ini kadang lebih takut pada format, daripada kehilangan identitas.

Saya juga tidak tahu sejak kapan stadion itu bernama Diponegoro. Tidak ada prasasti. Tidak ada catatan sejarah. Seperti kebanyakan nama-nama fasilitas publik di negeri ini: datang begitu saja, tanpa diskusi, tanpa penjelasan, tanpa filosofi.

Mungkin karena waktu itu sedang tren nasionalisme. Semua ingin bernuansa perjuangan. Jadilah Diponegoro.

Tapi zaman sekarang, orang mulai kembali mencari jati diri lokal. Ingin tahu siapa leluhurnya. Ingin bangga dengan kisah di tanah sendiri. Maka aneh rasanya kalau fasilitas sebesar stadion, tempat ribuan orang bersorak, justru memakai nama dari luar.

Saya tidak bilang kita harus ganti nama stadion itu sekarang juga. Tapi bolehlah kita mulai bertanya. Mulai berdiskusi. Bukan karena kita anti nasionalisme, tapi karena kita juga cinta pada sejarah kita sendiri.

Toh, Minak Jinggo juga punya kisah perang yang tak kalah seru. Sayu Wiwit juga simbol keberanian perempuan. Rempeg Jogopati juga gugur dalam perang. Apa kurang heroik?

Di tengah upaya pemerintah daerah menggaungkan pariwisata berbasis budaya, nama stadion seharusnya menjadi bagian dari narasi besar itu. Bukan malah jadi titik disonansi.

Coba bayangkan turis datang ke Banyuwangi. Mereka kagum dengan Gandrung. Terkesima oleh ritual Seblang. Terpana dengan pawai Etnik Nusantara. Tapi lalu melihat stadion: Diponegoro.

"Lho, ini masih di Jogja atau sudah nyasar ke Jawa Timur?"

Itu bukan soal kecil. Itu soal narasi. Soal bagaimana kita menyusun cerita tentang diri kita sendiri.

Setiap nama adalah narasi. Dan narasi adalah kekuatan.

Saya ingat waktu ke Korea Selatan. Mereka bisa membuat desa kecil menjadi destinasi wisata hanya karena satu legenda lokal. Nama-nama tempat dijaga, dilestarikan, dibungkus ulang jadi bagian dari cerita yang dijual ke dunia.

Kita? Nama stadion saja bisa salah alamat.

Saya pernah mengusulkan agar nama stadion diubah. Bukan dengan cara gegabah. Tapi lewat sayembara. Libatkan masyarakat. Tanyakan kepada budayawan, sejarawan, dan pelajar. Biarkan mereka berdiskusi: nama siapa yang paling layak menjadi simbol semangat sportivitas Banyuwangi?

Kalau hasilnya tetap Diponegoro, saya akan terima dengan lapang dada. Tapi kalau ternyata masyarakat ingin nama lokal, ya mari kita pikirkan bersama.

Itu bukan soal fanatisme daerah. Itu soal menghargai sejarah sendiri. Soal membangun kepercayaan diri budaya.

Bayangkan stadion bernama Stadion Sayu Wiwit. Akan ada patungnya di pintu masuk. Akan ada mural perjuangannya di tembok luar. Lalu setiap pertandingan, announcer akan mengucap: "Selamat datang di Stadion Sayu Wiwit, tanah keberanian dan pengorbanan."

Itu bukan sekadar sepak bola. Itu adalah edukasi. Setiap anak yang datang, setiap penonton yang lewat, akan bertanya: siapa dia? Apa jasanya? Lalu mulailah lahir rasa memiliki.

Itulah yang membedakan fasilitas publik yang berkarakter, dan yang sekadar tembok beton berumput hijau.

Saya tahu, ada juga yang akan mencibir. "Ah, itu cuma nama. Yang penting kualitas lapangan dan prestasi klubnya."

Saya tidak menolak kualitas. Tapi siapa bilang identitas tidak penting?

Orang boleh main bagus di stadion mana saja. Tapi ketika mereka bermain di stadion yang membawa nama pahlawan lokal, ada semangat berbeda yang ikut turun ke lapangan.

Coba lihat stadion di Eropa. Hampir semua punya cerita. Old Trafford. Camp Nou. Anfield. Semuanya bukan sekadar nama. Ada kisah, ada makna, ada semangat.

Saya tulis ini bukan untuk marah-marah. Bukan pula untuk menyalahkan siapa-siapa. Saya hanya sedang rindu pada sebuah tempat yang bernama sesuai dengan jiwanya.

Stadion itu tempat semua orang berkumpul. Tempat air mata tumpah. Tempat sejarah kecil diciptakan. Maka layaklah ia punya nama yang merepresentasikan tanah tempat ia berdiri.

Kalau tidak, kita akan terus seperti ini: asing di negeri sendiri.

Saya tidak sedang membayangkan perubahan besar. Saya hanya sedang membayangkan sebuah papan nama baru. Dengan ukiran kayu jati. Di bawahnya tertulis:

**"Stadion Rempeg Jogopati. Tempat semangat perjuangan terus menyala."

Atau...**

**"Stadion Sayu Wiwit. Di sini keberanian perempuan dikenang selamanya."

Lalu anak-anak sekolah datang. Membaca. Bertanya. Bangga.

Dan kita, tidak lagi harus menjelaskan kepada teman: "Iya, stadion Diponegoro itu... di Banyuwangi."

Itulah mimpi kecil saya. Dari pinggir lapangan. Di antara deru sorak dan bau rumput basah. Karena stadion bukan hanya untuk menendang bola. Tapi juga untuk menanam sejarah.

Diskusi Panel Bersama Tokoh Agama Islam Dukung Pencegahan Perkawinan Anak di Banyuwangi

Bayuwangi, (Warta Blambangan) USAID ERAT bekerja sama dengan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (Dinsos PP dan KB) Kabupaten Banyuwangi mengadakan diskusi panel di Aula Minak Jinggo, Kantor Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung upaya pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Banyuwangi.



Ketua panitia acara, Anwar Sholihin dari LPKP Jawa Timur, membuka diskusi yang dihadiri oleh berbagai tokoh agama Islam dan penyuluh agama dari beberapa kecamatan di Banyuwangi. Fasilitator USAID ERAT di Kabupaten Banyuwangi, Sri Rahayu, menyampaikan bahwa kegiatan serupa juga dilaksanakan di empat kabupaten lainnya di Jawa Timur. “Kami menghadirkan empat penyuluh Agama Islam dari daerah dengan angka perkawinan anak yang tinggi,” ungkapnya.


Dalam sambutannya, Luqman Hakim, yang mewakili Kepala Dinas Sosial, PP dan KB, menekankan pentingnya pencegahan perkawinan anak sebagai langkah untuk meningkatkan kualitas keluarga di masa depan. 



Narasumber utama, Amanullah dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, serta Imam Nakh'oi dari Universitas Ibrahimy (UNIB) Situbondo, memberikan pandangan mendalam mengenai kompleksitas perkawinan dalam perspektif Islam. Amanullah menyoroti bahwa salah satu penyebab stunting adalah perkawinan anak, terutama yang dilakukan karena kehamilan sebelum menikah. "Di Kabupaten Banyuwangi, perkawinan anak masih relatif tinggi dan ini harus segera ditanggulangi," ujarnya. Amanullah juga menyatakan pentingnya dukungan dari tokoh agama dalam memberikan pencerahan kepada remaja agar terhindar dari pergaulan bebas, dengan harapan bahwa tiga tahun ke depan, lebih banyak pasangan yang menikah telah menempuh pendidikan tinggi.


Imam Nakh'oi menambahkan bahwa meskipun Al-Qur'an tidak secara spesifik menyebutkan usia nikah, Undang-Undang Perkawinan Indonesia menetapkan usia minimal 19 tahun sebagai usia dewasa untuk menikah. “Balaghun nikah itu ya setelah dewasa,” jelasnya.


Acara ini dihadiri oleh pimpinan ormas keagamaan Islam dan empat penyuluh Agama Islam dari KUA Kecamatan Muncar, Rogojampi, Srono, dan Kalipuro. Diskusi ini diharapkan dapat memperkuat kolaborasi antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat dalam mencegah perkawinan anak di Banyuwangi, demi masa depan generasi muda yang lebih baik.

Teater Tradisional Seni Topeng Madura Bertahan Didukung Cucu Generasi Mileneal Songgon

Banyuwangi (Warta Blambangan) isa jadi Nasrudin tersenyum di alam lain saat menyaksikan pentas Seni Topeng di Depan SDN 2 Songgon,Senin 28 Agustus hingga jelang Subuh 29 Agustus 2023.Bukan gara-gara guyonan goro-goro punakawan.Namun menyaksikan anak cucunya guyub rukun  melestarikan seni Topeng yang kriya aseli dari Sumenep yang dibuat leluhurnya.Jadi tak ada topeng baru yang dibuat di Banyuwangi.Hanya saja sesekali dicat untuk kebutuhan pentas sebagaimana busana ada yang baru. 



Didirikan tanggal 8 Februari 1962 oleh Muraksan yang kelahiran Sumenep yang awalnya bernama Rukun Famili di era reformasi berganti nama "Laras Mustoko Jalmo" untuk menyesuaikan jaman dan kearifan lokal dipandegani anaknya Matno.sekarang dipimpin cucu ponakan Ayu Santoso yang juga mulai siapkan generasi ke empat: para cicit."selain diawali tari khas pulau garam,kami juga tampilkan tari darrah Banyuwangi seperti Jejer Jaran Dawuk atau Kembang Pesisiran atau jaran goyang.Hanya saja masih diiringi kaset.Kedepannya akan kami siapkan gamelan hidup,kami mau sinau.Kami sendiri sudah punya seni jaranan yang sering tanggapan!" tutur M.Wahyudi, pemandu acara yang bisa berbahasa jawa halus dan madura serta Indonesia seperti yang disampaikan semalam.

Ditambahkan pengurus M.Sholeh Baudi (43),panjak ada 11 orang yang sebagian merangkap jadi pemain dan yang pimpin doa niat hajat tuan rumah berdasarkan mocoan dan Kitab Pendawa oleh Kae Sawidin.Ada kru panggung bagian lighting,penarik layar bergambar ,juru rias dan juru busana.Dalang Rustam dan saat ruwatan Riswanto.Total 40 orang plus 1 Sutradara Budiono.Semalam ambil cerita "Prahara Wibisono Mbalelo". "Kami siap cerita Petruk Jadi Ratu atau Gatot Koco Kembar, kami perlu sekitar 1 bulan latihan.Dan bersyukur pemainnya ada yang sekolah di SMPN 1 dan 2 Songgon serta Mts swasta hingga optimis seni topeng bisa bertahan di era milenal ini!" ungkap Sholeh pada media ini seraya pamit untuk siapkan di balik  tobong pertunjukkan.

Sholeh juga ungkapkan perkumpulan seni topeng yang diurusnya sudah punya Nomer Induk Kesenian yang ijinnya dibuat di Mall Pelayanan Publik dan pernah sekali dapat bantuan dana hibah untuk perbaikan sarana prasarana."inginnya kami bagaimana bisa diundang Bupati untuk tampil di disbudpar atau acara festival Banyuwangi!" mimpinya dibenarkan Wahyudi dan Wiji Misto yang Ketua Kelompok Peternak Kambing dan Susu Etawa organik serta kopi khas puputan Tegalrejo Bayu.


Pertunjukan Seni Topeng layaknya janger,rengganis atau damarwulan. Namun mirip ke wayang orang yang pemain bertopeng ndak berbicara,namun ada dalang. Cerita umumnya dari sumber yang sama yakni kisah barata yudha atau latar belakang sejarah.


Sementara pentas semalam adalah nadar tuan rumah yang bila punya anak laki akan mengundang Seni Topeng sekaligus ruwatan saat perkawinan putra keduanya.Anak pertama perempuan sudah memberinya kompoi cucu."Alhamdulillah, panjang umur dan ada rejeki hingga melaksanakan nadar.Bahagia plong rasanya!" tutur  Mah Suwardi didampingi istrinya sambil menyalami tamu yang memberi doa restu agar keluarga putranya saqinah dan samawa serta melahirkan generasi yang sholeh-sholehah.

Awali pertunjukan orangtua lakukan ritual buka kupatan isi beras kuning dan jelang subuh pengantin dilakukan prosesi mandi kembang.


Ditengah ratusan penonton anak-anak hingga lansia,tampak bule yang beristri putri madura yang menyekolahkan anaknya di SDN Rogojampi yang aktif dokumentasi dari gawainya,ada anggota Polsek Songgon yang turut menjaga suasana kamtibmas.Juga seniman pencipta lagu Djhon Sawo yang berharap pemda turun tangan dan dalang kuasai vokal ragam karakter serta Penyair  dan pelaku teater dari Sanggar Merah Putih'45 Bung Aguk Darsono."Sutradara dan dalang serta pelatih tari maupun wiyogo, perlu diajak pelatihan bersama pelaku teater tradisionil Jawa dan Osing yang diadakan Disbudpar bareng Dewan Kesenian Blambangan.Ini perlu revitalisasi dan apresiasi yang mau nguri-nguri budaya bangsa yang berkarakter.Agar Seni Topeng terus hidup dengan seni pertunjukan yang ikuti perkembangan jaman serta ada ilmu dari narasumber maupun sesama pemain teater dari berbagai latar belakang!" Kata Bung Aguk yang juga aktif di media majalah budaya Keboendha dan Komunitas Gotong-royong Empat Puluh Lima ini.(AWN/YC/WB)

Novel Padmi untuk Bupati Banyuwangi


Banyuwangi (Warta Blambangan) 
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani memberikan apresiasi yang luar biasa terhadap Novel Padmi terbitan Balai Pustaka karya Halimah Munawir, perempuan kelahiran Cirebon, 18 Januari 1964. Suami dari  M. Munawir   Salah satu anak dari KH. Anwar tokoh ulama dari Jenisari-Banyuwangi ini telah menulis banyak novel yang salah satunya Padmi.

Ipuk sangat terkesan ketika menerima Novel Padmi langsung dari penulisnya, Senin (08/05/2023) di Pendopo Sabha Swagata Banyuwangi dan sekaligus melaunching novel yang mengambil latar di Kota batik tersebut.

Halimah merupakan Penggiat seni budaya ini mempunyai hobby menulis sejak SMA. Pernah kuliah di STF Driyarkara, sebagai jurnalis di Majalah Caraka, Majalah Spionita, Tabloid Neraca, Harian Indonesia. Owner Rumah Budaya HMA dan  pemimpin umum Tabloid Online Semesta Seni. Aktif di berbagai organisasi dan sebagai pengurus dari Ikatan Pengusaha Wanita Indonesia (IWAPI).

Masuk dalam 50 wanita inspiratif. Banyak mendapat penghargaan diantaranya dari  keraton Sumedang Larang, Jawa Barat dan Keraton Banten. terakhir di tahun 2022 mendapat penghargaan dari AWEN ASEAN Women Entrepreneurs Network.

Ipuk sangat berterima kasih terhadap Halimah, yang meskipun bukan asli kalahiran Banyuwangi, namun mempunyai kepedulian terhadap seni dan budaya di Kabupaten Banyuwangi.

“terima kasih kepada Ibu Halimah Munawir, semoha terus dapat mendorong penulis di Kabupaten Banyuwangi untuk aktif menulis” kata Ipuk.

Halimah sendiri juga menyampaikan terima kasih kepada Isteri Menpan-RB tersebut yang telah mengizinkan Pendopo Sabha Swagata untuk launcing buku.

“Kabupaten Banyuwangi layak disebut Kabupaten Literasi dengan mengingat perkembangan literasi di The Sunrise of Java ini” kata Halimah.

Beberapa tokoh hadir dalam acara tersebut, seperti Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Dr. Moh. Amak Burhanudin, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Zen Kostolani, Ketua Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Yanuar M Bramudya, Kepala Dinas Pendidikan Suratno, Ketua Komunitar Lentera Sastra Syafaat, Ketua Dewan Kesenian Belambangan Hasan Basri, Keyua MUI Moh. Yamin, serta para Kepala Sekolah dan para penulis yang jumlahnya lebih dari 200 orang.

“Buku Padmi karya Ibu Halimah sangat bagus dan sayang jika kita tidak membacanya secara utuh” kata Syafaat.

Yang istimewa dari Novel yang mengangkat keberadaan batik sebagai suatu produk budaya berbasis identitas Indonesia ini diberi pengantar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dr. Sandiaga Salahudin Uno. latar belakang novel ini adalah Kota Solo yang lebih dulu terkenal dengan batiknya (syaf)

Lentera Sastra Nyalakan Obor Sastra

Banyuwangi (Warta Blambangan) Para Penggerak Komunitas Lentera Sastra, Sabtu (18/03/23)  matangkan kegiatan pbor Sastra dalam penulisan Antologi Puisi Sulur Kembang Sri Tanjung, yang akan di launching beberapa pekan mendatang. 


Ketua Komunitas Lentera Sastra Syafaat menyampaikan bahwa ada beberapa alternatif tempat yang akan dijadikan Lounching tersebut Seperti Aula Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Blsm G Genteng, Palinggihan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta Pendopo Sabha Swagata.
"Ada beberapa penulis diluar Kabupaten Banyuwangi yang juga berencana untuk hadir" kata Syafaat.

Sebagaimana pernah disampaikan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Dr Moh Amak Burhanudin, bahwa sudah Saatnya Lentera Sastra go secara Nasional, hal ini dilakukan dengan mengingat kiprah nyata Lentera Sastra dalam mendorong dunia literasi di Kabupaten Banyuwangi.

Dalam kesempatan tersebut para penggerak Lentera Sastra akan terus menggelorakan semangat literasi dilingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi.
'Dalam waktu dekat, kita akan melaksanakan pelatihan menulis cerita pendek tentang Khasanah Kebudayaan Banyuwangi" Ungkap Nurul Ludfia Rochmah  salah satu penggerak Lentera Sastra. (Syaf)

Mahasiswa Untag Banyuwangi ikuti Bedah Buku pada Jambore Literasi.


Perkuliahan di luar Kampus Mahasiswa FISIP Untag Banyuwangi diisi dengan mengikuti Bedah Buku Novel dengan Judul Rembulan di Pucuk Cemara karya Sulistyowati pada Jambore Literasi Banyuwangi Book Fair hari kesembilan, Jumat (14/10/2022) di Gedung Juang Banyuwangi..

Dosen Bahasa Indonesia Untag Banyuwangi Muttafaqur Rohmah menyampaikan bahwa sengaja para Mahasiswa diajak kuliah diluar kampus untuk ikut bedah Sastra agar Mahasiswa membaca Novel bukan hanya menikmati alur ceritanya saja, tetapi juga niilai Sastra maupun  nilai sosial yang terkandung di dalamnya.


Selain menghadirkan sang Penulis yang didampingi Kepala MTsN 1 Banyuwangi Salman, juga para penulis handal dari Banyuwangi, seperti Nurul Ludfia Rochmah, Guru MAN 1 Banyuwangi yang telah menerbitkan lebih dari 20 judul buku, juga Dosen Untag Banyuwangi Muttafaqur Rohmah serta Ketua Komunitas Lentera Sastra Syafaat.
Sang penulis menyampaikan bahwa inti novel yang ditulisnya merupakan kisah tentang perjodogan dengan teman kecil yang sempat ditolak. Sulistyowati menyampaikan bahwa ada filosofi tersendiri dari judul novel yang ditulisnya.

Dalam kesempatan tersebut Sulis juga bertanya kepada peserta.
^maukah anda di jodohkan ?"
Para Mahasiswa menjjawab kompak tidak.
Tetapi ketika Narasumber dari MAN 1 Banyuwangi menyampaikan bagaimana jija dijodohkan dengan orang yang keren, alim dan mapan, para Mahasiswa kompak diam.

Dalam sesi tanya jawab, para peserta berebut menyampaikan berbagai pertanyaan, mereka antusias ingin mencoba menjadi penulis 
Seperti yang ditanyakan Putri dari Unej Jember tentang penerbitan buku.
Syafaat menyampaikan bahwa saat ini lebih mudah menerbitkan buku, terutama penerbit indie.
"Selain menerbitkan karya dalam bentuk buku, juga dapat dalam bentuk e-book maupuun disebarkan melalui media online maupun medua cetak" ungkapnya.
Syafaat juga menyampaikan beberapa kiat menulis  baik untuk siswaa sekolah dasar hingga para Mahasisw.
Acara yang dipandu Mbak Vieva tersebut juga dihadiri para budayawan Seperti Aekanu Hariyono, Fatah Yasin Nur serta penulis produktif Ira Rahmawati.

Pada Narasumber memberikan sebutan berbeda kepada Sulistyowati yang nenulis Novel setebal 374 halaman yang ditulis dalam waktu rrelatif singkat. .Muttafaqur Rohmah menyebut penulis  dengan kegilaan hingga dapat menyelesaikannya, sedangkan Nurul Ludfia Rochmah menyelesaikan Sulistyowati orang sakti. Yang menarik ungkapan Syafaat yang menyampaikan bahwa Guru Matematika tersebut tersesat di jalan yang benar. (Syaf)

MAN 3 BANYUWANGI MENGUKIR SEJARAH BARU DI MASA PANDEMI

 

MAN 3 BANYUWANGI MENGUKIR SEJARAH BARU DI MASA PANDEMI

 

Kamis (7/4/20) menjadi tonggak awal sejarah baru yang terukir di MAN 3 Banyuwangi yang dipelopori oleh Ahmad Munif salah satu siswa kelas XII IPS 1 MAN 3 banyuwangi dan selaku panitia acara. melalui aspirasinya mengadakan kegiatan yang diberi tajuk ”Bhakti Murid Kepada Guru” sebagai salah satu upaya untuk mengukir kenangan indah sebelum kelulusan kelas XII pada tahun 2021.

Acara tersebut dilaksanakan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah. Dengan dihadiri oleh Kepala Madrasah, guru dan tenaga kependidikan serta seluruh siswa kelas XII MAN 3 Banyuwangi . Bertempat di lapangan belakang, acara ini dimulai dengan Apel, dilanjutkan dengan sambutan dari perwakilan siswa kelas XII dan berakhir dengan sambutan dari Bapak Drs. H. Kosim M.pd.I, M.Ag. selaku Kepala Madrasah yang memberikan wejangan dan doa agar ilmunya bermanfaat sehingga sukses di masa depan kepada seluruh siswa kelas XII.


Inti dari acara ini berupa prosesi pembasuhan kaki oleh siswa kepada seluruh guru dan tenaga pendidik madrasah. Hal ini dilakukan sebagai salah satu bentuk ungkapan rasa hormat, terima kasih serta permohonan maaf kepada para guru yang telah mendidik dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Suasana haru menyelimuti acara tersebut hingga akhir acara yang ditutup dengan pelepasan balon serta penyalaan smoke boom.

Perlu diketahui, bahwa kegiatan ini pertama kali diadakan di MAN 3 Banyuwangi yang menjadi konsep baru pra-wisuda di masa Pandemi Covid-19. “Saya ingin membuat sejarah baru di MAN 3 Banyuwangi. Membuat kenangan lah, masa lulusan corona ngga punya kenangan”, ujar munif selaku penggagas acara.

ABOUT TIME

 

ABOUT TIME

 

Biarkan saja tentang dulu ataupun nanti

Jalani saja masa kini

Walaupun hanya aku yang melihatmu

Biarpun hanya aku yang merindukanmu

 

Langit malam ini gelap. Tak ada bintang. Bulan pun hanya bersembunyi di balik awan yang kelam. Hanya angin yang menderu yang dapat kurasakan. Angin yang menerpa wajahku, wajah yang berurai air mata. Sudah beberapa kali patah hati seperti ini. Tetapi rasanya tetap sakit. Sakit sekali…

Waktu memang selalu bergulir. Ada kalanya waktu memberikan kebahagiaan, namun tak jarang pula memberikan rasa sakit seperti yang kurasakan saat ini. Padahal, aku baru saja menemukan bahagia walaupun hanya sesaat.

“Semoga gak PHP lagi.”

Jam sebelas lewat. Aku membaca pesan dari lelaki itu. Sudah sering aku mengajaknya bertemu, namun justru aku sendiri yang membatalkan janji itu. Kebanyakan alasannya karena aku tidak siap bertemu lelaki lagi. Dia mungkin marah. Pasti. Tak mungkin dia sesabar itu setelah sering kubatalkan janji bertemu kami. Tapi tak pernah dia menujukkan kekesalannya padaku. At least, itu yang kurasakan.

Setelah membaca pesannya, aku masih sempat berpikir akan membatalkan janji beretmu itu lagi. Lagi-lagi karena aku tidak siap bertemu dengannya. Namun, karena aku membutuhkan hiburan setelah kekacauan di tempat kerjaku, aku bulatkan tekadku untuk bertemu dengannya.

Janji bertemu kami adalah pukul 4 sore di kotanya. Aku berangkat dari rumahku pukul 3.30, padahal butuh waktu dua jam untuk sampai di kotanya. Dan benar saja, aku sampai di sana pukul 5.30. Sabar. Tentu saja. Tak pernah kutau dia marah padaku. Lelaki itu tetap menungguku.

Salah satu pantai di kotanya menjadi tujuan kami. Pantai itu indah sekali setelah direnovasi. Kulihat banyak pengunjung memadati pantai karena memang saat itu Sabtu malam. Dia mengajakku berkeliling dan mencari tempat nyaman untuk mengobrol. Tak lama berjalan, kami menemukan tempat yang sunyi, tepat untuk mengobrol. Dengan diiringi lagu tradisional di kejauhan, kami mengobrol. Cukup lama, lebih dari tiga jam. Banyak yang kami bicarakan, termasuk masa lalu. Kami sebenarnya sudah saling mengenal sejak beberapa tahun lalu, sebelum tempat tugasku pindah ke kota lain. Lelaki itu dulunya adalah atasanku, walaupun bukan atasan langsung. Kami sering bertemu walaupun tentu saja dia tidak mengenaliku sebelumnya. Apalah aku, hanya bawahan yang tidak menonjol. Namun, entah sejak kapan kami menjadi sedekat ini, saling bercerita. Mengobrol dengannya terasa nyaman hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat.

Waktu. Bahagia saat itu.

Masih kuingat jelas obrolan kami saat itu. Masih kuingat juga saat dia menggenggam tanganku saat aku hampir terjatuh melewati permukaan yang tidak rata. Hatiku jelas berdegup begitu kencang saat itu. Sudah lama aku tak merasakan ada lelaki yang menggenggam tanganku begitu erat seolah-olah tak ingin melepaskanku selamanya. Begitu saja aku sudah bahagia.

Sudah larut malam saat dia mengantarkanku ke penginapan. Walaupun aku sangat lelah, aku tak bisa cepat memejamkan mata. Baru saja kami berpisah, tetapi aku sudah merindukannya. Aku tak bisa berhenti mengingatnya.

Keesokan harinya, aku kembali ke kota tempat tinggalku. Walaupun aku masih ingin bertemu dengannya, aku menahannya agar perasaanku tidak terus tumbuh. Aku sebenarnya bukan wanita yang mudah jatuh cinta. Terakhir kali jatuh cinta pun sudah lama. Perasaan rindu untuk lelaki itupun aku tak yakin aku pantas menyebutnya cinta. Tetapi, aku tetap rindu. Dan rinduku semakin dalam seharian itu.

Malam harinya, kuberanikan diri untuk menanyakan padanya apa yang sedang dia lakukan. Dan dia menjawab bahwa dia sedang bersama Wulandari. Tentu saja aku kaget. Aku bahkan menangis. Aku tak tau kenapa tiba-tiba mengeluarkan air mata ini. Dia sedang bersama Wulandari? Aku kenal Wulandarinya. Wanita itu cantik sekali. Aku bahkan kagum pada wanita itu walaupun aku juga seorang wanita. Apalagi sebagai lelaki, tentu saja akan senang bersama wanita cantik, anggun, dan cerdas seperti dia. Apalah aku. Aku hanya wanita yang tidak cantik. Tak pantas dibandingkan dengan Wulandari. Dan memang Wulandari yang lebih tepat bersanding dengan lelaki itu, dibandingkan aku.

Waktu. Sedih sekali saat ini.

Aku terus menangis. Masih. Tak kusangka perasaan rinduku untuk lelaki itu sampai seperti ini. Untuk marah pun, tentu saja aku tak pantas. Aku bukan siapa-siapa bagi lelaki itu. Mungkin dia baik padaku hanya karena dia memang orang baik. Atau karena hubungan kita sebagai rekan kerja di masa lalu. Entahlah…

Langit gelap ini pun seperti memahamiku. Tak kulihat satupun bintang di atas sana. Bulan yang kadang masih muncul walaupun malu-malu, saat ini pun tak terlihat. Hanya angin yang menderu yang menyembunyikan tangisku. Rasanya malu jika sampai orang lain melihatku masih menangis pada usiaku ini. Sial. Kenapa aku harus menangis karena lelaki itu? Apa yang harus kulakukan sekarang? Apa aku harus menjauh dari lelaki itu? Apakah aku akan sanggup jauh darinya? Pikiranku berkecamuk saat ini.

Lalu, kutulis segala kecamuk dalam pikiran dan hatiku melalui tulisan ini. Biar kuserahkan semuanya pada Tuhan. Berharap tangisku tidak sia-sia. Berharap rinduku sampai padanya. Berharap ada balasan yang kunantikan untuk perasaanku. Semoga.

Sometimes, crying is the only way of your eyes to tell everyone what makes your heart hurt when your lips can not explain anything.

Panggil aku Ria, agar kalian bisa mengingatku sebagai wanita yang selalu bahagia.

 

By Riantini, ASN Kota Sebelah

Merubah Insecure Menjadi Bersyukur

 Merubah Insecure Menjadi Bersyukur

Oleh : Trya Nur Annisa

            Kebanyakan dari kita sudah tahu apa itu Insecure, yakni perasaan semacam tidak percaya diri pada apa yang kita tunjukkan kepada publik, perasaan tidak nyaman akan diri kita sendiri, takut akan kegagalan yang bahkan belum terjadi, atau bahkan perasaan tidak aman dan cemas yang berlebih yang timbul dalam diri kita sendiri. Sebenarnya Insecure itu wajar namum akan menjadi masalah jika itu kita alami berlarut-larut. Sebenarnya apa sih yang membuat kita selalu merasa Insecure?. Apa kita seburuk itu hingga merasa Insecure berlarut-larut?. Ayo bersama-sama merubah rasa Insecure menjadi rasa bersyukur. Sebenarnya apa sih penyebab kita merasa Insecure?  

pertama  kita sering membandingkan diri kita dengan diri orang lain, apa sih untungnya membanding-bandingkan diri kita sendiri?. Kita saja biasanya sering tidak suka jika ada orang yang membandingkan diri kita dengan orang lain, lalu mengapa diri kita sendiri tidak ada capek-capeknya membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain?. Setiap orang diciptakan oleh Tuhan dengan porsinya masing-masing, di dunia yang seluas ini dan bahkan miliaran orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Ingatlah Tuhan menciptakan kita dengan kelebihan yang kita miliki saat ini dan asahlah menjadi lebih baik lagi, dan mulailah menerima kekurangan kita karena itu sebagian dari diri kita sendiri.

            Kedua menoleh ke masa lalu. Yap, buat apa sih kita harus selalu menoleh ke masa lalu?. Masa lalu diciptakan hanya untuk menjadi pembelajaran bagi kita di masa sekarang maupun masa depan. Boleh saja kita menengok masa lalu tapi ingat hanya sekedar jadi bahan pembelajaran hidup. Kita semua pastinya memiliki masa lalu kelam yang bahkan bisa merubah hidup kita dan lantas membuat kita merasa tidak layak untuk hidup, tapi ingatlah masa depanmu tidak ditentukan oleh apa yang kita lakukan kemarin tetapi masa depan kita ditentukan oleh apa yang kita lakukan hari ini. Jadi biarkan masa lalu kita berlalu dan mulailah berdamai dengannya.

            Ketiga Kita terlalu banyak melihat sosial media. Hah, memang bisa berpengaruh?. Yap, bahkan pengaruh sosial media lebih besar terhadap rasa Insecure yang kita miliki. Boleh saja melihat sosial media tapi lihatlah sebagai hal positif contohnya mencari inspirasi ataupun motivasi, jangan terlalu melihat sosial media orang lain karena kita akan merasakan perasaan ingin memiliki apa yang mereka miliki dan kita merasa tidak cukup dengan kemampuan ataupun barang yang kita miliki. Selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini bisa saja mereka yang diluar sana menginginkan apa yang sedang kita miliki.

            Keempat Overthinking. Jujur saja kita semua pasti selalu berfikir berlebihan apalagi pada saat malam hari, terlalu banyak berfikir tidaklah baik bagi kesehatan tubuh apalagi mental kita. Bukan berarti kita menjadi orang yang cuek, namun jangan terlalu keras pada diri kita sendiri. Jangan selalu berfikir bahwa kita tidak berharga, kita tidak menarik, dan kita tidak pintar. Remember, everything start from the mind!. Mulailah memiliki fikiran yang positif dan tinggalkan fikiran negatif.

             Kelima kata-kata negatif orang lain. Kita semua pasti pernah di kritik orang lain dengan sangat pedas dan membuat diri kita down. Memang kita tidak bisa mengkontrol omongan orang lain. Namun, kita bisa memilih mana perkataan yang dapat kita terima dan mana yang harus kita abaikan. Jika ada orang yang mengomentari diri kita buruk, maka jangan pernah dengarkan dan abaikan saja! Jangan di simpan dalam hati. Ingat, identitas kita tidak ditentukan oleh apa yang dikatakan orang lain. Kelilingi diri kita dengan orang-orang yang berfikiran dan berkomentar positif tentang diri kita.

             Bagaimana cara kita mengatasi rasa insecure pada diri kita? Yang pertama adalah tulis kata-kata positif di jurnalmu. Memang bisa? Tentu saja iya, saat diri kita merasa insecure, kita butuh kata-kata positif untuk melawan rasa insecure dalam diri kita. Salah satu cara paling ampuh adalah dengan membaca kata-kata positif yang ada di jurnal kita keras-keras atau terus ulangi kata-kata itu dalam hati kita. Contohnya, " I am smart. I am loved. I am accepted. I am not who I used to be."

             Kedua adalah kelilingi diri kita dengan orang-orang yang suportif. Kita pasti membutuhkan teman-teman yang bisa mendukung diri kita di saat kita sedang tidak percaya diri. Saat kita mulai merasa insecure, berbicaralah kepada teman-teman terdekat kita dan minta mereka untuk mengingatkan kita akan hal positif yang ada pada diri kita. Itu akan membuat rasa insecure kita perlahan menghilang.

             Ketiga kurangi penggunaan sosial media. Coba kita kurangi penggunaan sosial media kita, dengan mengurangi penggunaan sosial media kita, kita bisa fokus dengan kehidupan diri kita sendiri. Kita menjadi tidak fokus dengan kehidupan yang orang lain jalani dan tidak lagi membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Jadi, sangat berpengaruh bukan?

             Keempat adalah tempel kata-kata positif di sekitar mu. Apa menulis kata-kata di jurnal saja tidak cukup? Tentu tidak. Kita semua butuh pengingat bagi diri kita akan kelebihan yang kita miliki. Tempel kata-kata positif di sekitar kita hingga kita tidak punya ruang untuk merasa insecure lagi.

             Nah, cara diatas bisa menjamin kita tidak merasa insecure pada diri kira sendiri, sebenarnya masih banyak lagi hal-hal yang bisa kita lakukan contohnya mendengarkan musik-musik yang membangun atau memotivasi, melakukan hal-hal positif, melupakan masa lalu yang dapat memunculkan rasa insecure pada diri kita, lakukan hal-hal positif, konsultasi dengan seseorang, temukan kelebihan-kelebihan pada diri kita, dan lawan terus rasa insecure dengan perkataan positif. Okay pembahasan kita selesai sampai disini, semoga membantu ya! Ingat, kesehatan mental kita itu sama pentingnya dengan kesehatan fisik kita. Jangan anggap enteng perasaan insecure, bila tidak ditangani dengan tepat, hal itu bisa mempengaruhi kehidupan kita. Semangat ya kita pasti bisa mengubah rasa insecure menjadi bersyukur bersama-sama!

*Penulis adalah Siswa Kelas XI MIPA-3 MAN 3 Banyuwangi di Srono



Rumahku Surgaku

 Rumahku Surgaku

 

Sebesar apapun rumah yang kita huni, jika masih ikut orang tua atau mertua maka kita tidak mempunyai kuasa penuh didalamnya, begitu juga dengan apabila kita masih ngontrak, meskipun seorang suami sudah menjadi Kepala Keluarga namun juga tidak dapat melakukan banyak tindakan tanpa izin dari pemiliknya. Namun sekecil apapun tipe rumah yang kita miliki, meskipun itu KPR (Kridit Kepemilikan Rumah) dengan tipe paling kecilpun kita telah mempunyai kuasa penuh atasnya, seorang isteri benar benar menjadi bidadari dan ratu yang dapat mempercantik isi dan suasana rumah tersebut, benar benar menjadi Ibu Rumah Tangga yang dapat mendesain interior rumah yang ditempatinya.

Sebagaimana Hadits Nabi yang menyatakan bahwa Rumahku adalah Surgaku, rasanya tidak menemukan surga dunia jika rumah tangga tidak mempunyai sebuah rumah. Seorang isteri ibarat seorang ratu dan bidadari penghuni surga kecil dalam sebuah rumah. Meskipun bidadari telah bersanding sejak janji suci berdasar kalam ilahi didepan para saksi dan penghulu, namun jika belum mempunyai sebuah rumah. Bidadari dunia tersebut tidak akan benar benar menjadi seorang bidadari tanpa adanya rumah sebagai surganya. Sebagaimana doa yang disampaikan setelah akad nikah bagi yang beragama Islam yang artinya “Semoga Allah menganugerahkan barakah kepadamu, semoga Allah juga menganugerahkan barakah atasmu, dan semoga Dia menghimpun kalian berdua dalam kebaikan.” Pasangan suami istri dengan kesungguhannya akan diberikan kemudahan dalam memperoleh rizki sebagai bekal berumah tangga dan beribadah kepada-Nya.

Tuhan akan memberikan rizki dan berkah bagi pasangan yang telah menikah, dengan tanggung jawab yang diemban setelah akad nikah, seorang laki laki akan berusaha sekuat tenaga untuk  memenuhi kewajibannya, sebagai bentuk tanggung jawabnya,  Orang bilang “The Power of Kepepet” membuat seseorang yang sebelumnya enggan melakukan sebuah pekerjaan, karena kondisi kepepet untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan ditambah dengan adanya pasangan yang dapat diajak diskusi dan memberi support, dia akan melakukan pekerjaan yang dapat dilakukannya untuk mencukupi kebutuhan hidup dan memperoleh rumah idamannya, sebagaimana pepatah bahwa “burung saja bisa membuat sarang, apalagi manusia”.

Bagi pasangan muda, mempunyai rumah merupakan impian dan idaman untuk benar benar menjadikan sebuah rumah tangga, seorang suami akan benar benar menjadi seorang Kepala Keluarga dari maghligai perkawinan yang baru dilakoninya, begitu juga dengan seorang isteri, dia tidak akan benar benar menjadi Ibu rumah tangga ketika masih numpang dirumah mertua, tidak dapat dengan bebas mengatur rumah tangganya karena masih ada Ibu Mertua sebagai Ratu dirumah tersebut. Padahal salah yang harus dilakukan oleh seorang isteri adalah mengatur rumah tangganya, menyiapkan makanan untuk suaminya, hal ini tidak dapat dilakukan dengan baik jika pasangan suami isteri tersebut belum mepunyai rumah idaman sendiri.

Memiliki sebuah rumah merupakan impian bagi pasangan suami istri, terutama yang baru menikah. Untuk mewujudkan impian tersebut tidaklah mudah, hal ini terkait dengan finansial yang harus disiapkan, terutama yang penghasilannya pas pasan, dan tidak ditopang dengan bantuan dari kedua orang tua. Namun sudah menjadi kewajiban bagi seorang suami untuk memberikan tempat berteduh yang layak bagi bidadari pujaan hatinya, meskipun tidak sedikit yang melakukan dengan cara kredit pemilikan rumah. Menempati hunian diperumahan meskipun kecil, namun terlihat pantas dan layak, hal ini dikarenakan desain perumahan tersebut sudah diatur dengan simple dan tetap terpenuhi standard kelayakan.

Memperoleh rumah dengan cara kredit merupakan salah satu solusi cepat untuk mendapatkan rumah, terlebih saat ini semakin mudah dan murah untuk mendapatkannya. Sepintas memang berat jika melihat angsuran yang harus dilakukan bertahun tahun, namun jika sudah dijalani akan serasa ringan. Karena berapapun angsuran yang kita lakukan, pada akhirnya akan menjadi milik kita, hal ini berbeda jika kita memilih untuk kontrak. Memang pada awalnya serasa berat, karena harus menyisihkan penghasilan tiap bulan untuk angsuran, namun lambat laun angsuran tersebut nyaris tak terasa, terlebih dengan angsuran flat sedangkan harga rumah cenderung terus meningkat.

Berbagai kemudahan dan subsidi telah diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) pada tahun 2020 melalui sejumlah program yang sudah berjalan seperti KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga Kredit Perumahan (SSB), dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). bagi 102.500 unit rumah. Sementara untuk SBUM sebesar Rp 600 miliar bagi 150.000 unit rumah, SSB sebesar Rp 3,86 triliun, dan BP2BT sebesar Rp 134,4 miliar bagi 312 unit rumah. Hal ini sebagai sala satu upaya pemerintah memberikan fasilitas kepada masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak dan terjangkau. (pu.go.id)

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Perumahan merilis capaian pembangunan rumah untuk masyarakat yang ada di dalam Program Sejuta Rumah per tanggal 11 Mei 2020 telah mencapai angka 215.662 unit. Program Sejuta Rumah masih diprioritaskan untuk pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah yakni 79 persen. Pembangunan perumahan ini sempat terhambat dengan adanya Pandemi covid-19, namun Pemerintah masih optimis akan terpenuhi sesuai yang sudah direncanakan.

Pandemi covid-19 seakan telah mengubur beberapa impian pasangan baru, bukan hanya pesta pernikahan yang sudah direncanakan menjadi berantakan, namun impian mempunyai rumah baru juga semakin jauh jadi kenyataan. Hal ini akibat Pandemi tersebut perekonomian seakan mandek, sehingga sangat berat bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mencukupi kebutuhan sehari hari. Banyak pekerja swasta terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), dan yang masih bekerjapun juga mengalami penurunan pendapatan.

Kondisi tersebut mengetuk kepekaan Pemerintah untuk memberikan kebijakan pro rakyat, terlebih untuk mewujudkan impian mempunyai rumah baru, melalui Kementrian PUPR memberikan solusi untuk jutaan orang Indonesia mengapai Mimpi Memiliki Rumah Pertama yang yang sempat sekedar hanya sekedar mimpi menjadi sesuatu kenyataan. Banyak senyum dan harapan terwujud, pasangan muda yang mungkin tak sempat melakukan pesta pernikahan (karena kondisi), dapat memperoleh rumah mungil idaman, dan menjadikan sang istri sebagai bidadari penghuni rumah surganya.

Dengan Bantuan Subsidi uang muka atau subsidi suku bunga 5 % selama 10 Tahun kredit berjalan dan bantuan uang muka untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang maksimal penghasilannya 8 juta perbulan (MBR) sangat membantu mewujudkan impian yang sempat terkubur ditengan pandemic covid-19 yang sangat berdampak pada masyarakat miskin. Pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah memberikan kebijakan nyata pro rakyat agar jutaan rakyat Indonesia Memiliki Rumah Impian Pertama tanpa terbebani angsuran yang mencekik, sehingga penghasilan yang menurun tersebut masih dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari hari.

 



Suami yang dipenjarakan


Parasnya cantik dengan balutan baju serasi sederhana, dia sangat ramah menjawab salam yang tersampaikan, meskipun kami berjanji bertemu jam 9 pagi, namun perempuan manis berparas ayu ini datang beberapa menit sebelumnya. Nampaknya akan betah jika harus berlama lama ngobrol dengannya, tentang kisah cinta rumah tangganya yang harus kandas setelah bertahun dijalaninya. Meskipun pengorbanan demi keutuhan maghligai rumah tangga telah dilakukan, namun bahtera tetap karam diduga ditumpangi orang ketiga. Dua orang anak buah perkawinannya tak mampu menyelamatkannya dari badai yang menghantam.
Kami memang mengundang perempuan berparas ayu dan suaminya tersebut atas permntaan atasan dari instansi suaminya, keduanya merupkan PNS pada Instansi Lembaga negara Verikal yang mengharuskan orang yang akan mengajukan perceraian maupun mendapat gugatan untuk datang ke BP.4 Kabupaten untuk diadakan mediasi. Meskipun sebagian besar upaya yang dilakukan selalu gagal dengan mengingat bahtera rumah tangga yang hampir tenggelam, namun bagi kami dalam kondisi apapun sebuah bahtera tersebut harus ada upaya untuk menyelamatan seluruh penumpang agar tidak terhanyut dalam gelombang.mungkin ini merupakan upaya terlambat dimana permasalahan ini sudah pada sidang ketiga di Pengadilan.
Senyum getir perempuan yang berprofesi sebagai Guru Bahasa Inggris tersebut seakan dipaksa hadir disela cerita haru biru biduk rumah tangganya. Menurutya baru kali ini mediasi yang dilakukan dengan menghadirkan kedua belah pihak secara bersama, yang sebelumnya pada Instansi dari suaminya, mereka diundang secara terpisah dengan alasan untuk menjaga privasi masing masing, dan yang dihadapi sebelumnya menurut perempuan dengan dua anak ini bukanlah mediasi, tetapi Berita Acara Pemeriksaan, karena dia hanya diberi kesempatan untuk menjawab Ya dan Tidak dari persangkaan yang dilaporkan suaminya.
Setidaknya hari ini dia masih diberi kesempatan menatap wajah suaminya, seorang lelaki yang pernah memberikan nikmat surga dunia dan daripadanya lahir anak dari keduanya. Rasa kangen pada suaminya yang sudah lama tak dijumpainya dapat bertemu diruangan BP.4, meski tidak saling bertegur sapa. Setidaknya keduanya dapat menyampaikan semua masalah yang dihadapinya meskipun mereka tahu keduanya akan sangat sulit untuk bertemu dalam biduk rumah tangga kembal. Dan mungkin mereka berdua sudah mempunyai calon pengganti masing masing.
Sang suami pernah dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) karena lama meninggalkan keluarga tanpa berita. Dan sang suami mengiyakan bahwa dia pernah dilaporkan ke Kantor Polisi, dimana dia harus merasakan sebulan menginap dibalik jeruji besi. Bagaimanapun itu merupakan salah satu konsekwensi dari kelalaian yang dilakukannya, meskiun tidak menyelesaikan masalah.
Memang perbuatan suami yang meninggalkan istri dan anak anakya tanpa kabar berita dan nafkah lahir batin merupakan pelanggaran atas kewajiban suami terhadap istri dan melanggar kewajiban orang tua terhadap anak anaknya berdasarkan Undang Undang Perkawinan dan kompilasi Hukum Islam (KHI). Perbuatan tersebut juga tergolong tindakan menelantarkan istri dan anak berdasarkan pasal 9 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU Penghapusan KDRT), karenanya apa yang dilakukan istri tidaklah salah karena dia ingin kepastian hukum dari suaminya, meskipun hal ini akan mengakibatkan sakit hati dari suaminya dari akibat dipenjarakan.
Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan KDRT tersebut berbunyi :
(1)  Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
(2)  Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Adapun berdasarkan Pasal 49 UU tersebut menyatakan bahwa suami yang dinyatakan bersalah dengan suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka suami dapat dipidana dengan penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak 15 juta rupiah.
Setiap orang mempunyai masalah tersendiri, begitu juga dengan rumah tangga, dimana banyak pasangan rumah tangga yang gagal dan harus menyerahkan masalah tersebut pada selembar akta yang dikeluarkan oleh pengadilan. Terlebih jika permasalahan yang dihadapi adalah kehadran orang ketiga dan perselingkuhan dimana masalah ini paling sulit untuk saling memaafkan, dengan mengingat sudah tidak adanya saling menjaga kepercayaan.
Kami tidak yakin bahwa kedua orang ini dapat rukun kembali, setidaknya kami dapat memberikan gambaran kepada keduanya tentang konsekwensi dari perceraiannya, meskipun sang istri merupakan wanita karier yang juga mempunyai penghasilan, namun tidak menghapuskan kewajiban suami sebagai ayah dari anak anaknya untuk memberikan nafkah dan biaya pendidikan. Begitupun dengan kewajiba  kewajiban lain dengan mengingat ada anak peremuan diantara keduanya yang merupakan amanah dari yang maha kuasa yang suatu saat juga akan menikah dan sang suami harus menjadi wali nikahnya.

Pernikahan Dalam Kepalsuan

Suara merdu nyanyian rindu nada dering telepon terdengar sayup, sore menjelang pulang kantor. Sudah tidak ada tau yang harus dilayani, hanya membereskan kertas kerja agar terlihat rapi. Kuangkat telepon dar nomor tak dikenal, dengan suara lembut seorang peremuan dari seberang menyapa, seakan sudah kenal lama, dan sepertinya saya mengenal suara tersebut., meskipun suaranya tak terdengar manja, sambil mengingatnya saya terus melayani penelpon tersebut hingga saya memastikan bahwa itu suara Mbak Ira, perempuan paroh baya yang pernah kukenal dekat dengannya.


“Sungguh berat pengorbanan orang tua yang mempunyai anak perempuan, dia merawatnya sejak kecil dengan penuh cinta, dan setelah dewasa dengan akad nikah yang berlangsung beberapa menit, anak perempuan tersebut berpindah hak kepada suaminya yang belum tentu bahagia”  ungkap Mabk Ira dalam pembicaraannya. Saya mencoba menerka apa yang sedang dihadapinya tanpa harus bertanya langsung tentang rumah tangganya dan belum ada tanda tanda diberikan keturunan meski sudah dua tahun mengarungi rumah tangga. Mungkin karena menikah diusia yang tidak lagi ideal untuk mempunyai keturunan yang menjadi penyebabnya, ataukah sebab lain yang jika disampaikan menjadi aib ?.
Saya mengenal suaminya yang usianya sebaya denganku, padahal anakku yang pertama sudah hampir sarjana, dia baru menikah dengan Mbak Ira dua tahun yang lalu. Menurut teman temannya suami Mbak Ira dulunya sangat tidak tertarik dengan lawan jenis, semua teman teman akrabnya berjenis kelamin yang sama. Meskipun terbersit pikiran dan pertanyaan mengapa lelaki gagah dan kaya tersebut belum menikah hingga  usia tua, saya berprasangka baik bahwa memang belum bertemu jodohnya.

Merk Patung Kuda di Patung Ikan Lele


Sore tadi saya ke Tlogosari, sebuah Dusun di Kecamatan Sempu dimana dusun ini dekat dengan lereng pegunungan, banyak jalan yang belum teraspal, karenanya sering orang “tersesat” ketika pertama kali kesana disebabkan banyaknya perempatan yang nyaris sama. Karenanya penduduk setempat berinisiatif memberikan tanda pada beberapa perempatan tersebut dengan patung atau tugu, sehingga lebih mudah untuk dikenali. Meskipun kita juga akan dibuat bingung dengan patung tersebut karena ada satu patung dimana antara patung dan namanya tidak sama.
Saya mencari rekan yang juga seorang kepala Guru Madrasah. Saya sampai pada perempatan yang ada patungnya, dimana patung tersebuut tertulis “Patung Kuda”, tetapi patung tersebut adalah patung dua ekor Ikan lele. Entahlah apa merasuki pembuat ide patung tersebut, kenapa “merk” dan barangnya tidak sama. Sehingga ketika saya telpon teman saya mengenai posisi saya, harus menjelaskannya bahwa saya di dekat patung bertuliskan Patung Kuda tapi patungnya Ikan lele. Sungguh sebuah kalimat yang tidak efektif untuk menunjukkan sebuah tempat. Tapi setelah saya pikir unik juga ide sang pembuatnya. Seperti merk susu sapi dengan gambar beruang saja, ditambah iklannya pakai Naga.
Meskipun di pelosok, tetapi Iklan calon wakil rakyat juga bertebaran disana, mungkin yang punya ide pembuat patung juga terinpirasi dengan janji kaum politisi, meskipun saya juga bingunng apa hubungan patung Lele merk patung Kuda dengan janji janji politik para politisi tersebut. Aapa hhubungannya Tulisan Patung Kuda pada patung lele tersebut. Dan apa pula hubungannya janji politisi dengan fakta setelah dia jadi. Mungkin memang tidak ada kaitannya patung lele bertuliskan patung kuda dengan kampanye dan janji politisi. Mungkin hanya saya saja yang memaksakan diri untuk menyambungkan hubungan antar keduanya.
Suatu ketika Saya mendengarkan percakapan dua orang yang membicarakan calon pemimpin mereka, saya diam saja dan berusaha menjadi pendengar yang baik dari keduanya. Mereka sama sama mempunyai alasan pembenar atas dukungannya. Meskioun dalam hati “terpaksa” saya tersenyum kecut mendengarnya.
“Dia itu dulu waktu kampanye banyak janji, namun setelah jadi di ingkari” celetuk salah satu teman. “Kampanye itu biasa bro, untuk menarik masa” ungkap teman satunya nbnggak mau kalah. “Kita beli Mi Instan yang kemasannya ada gambar Telur atau paha ayam dan setellah kita buka Mie Instan satu karton nggak ada telur dan paha ayamnya kita nggak marah dan tetap membelinya kok” ungkapnya lagi.
Selamat bertahir pekan, Toh Meskiun Patung lele bertuliskan Patung kuda tersebut sama sama patungnya, dan jika dianggap nggak nyambung, itu hanya penafsiran saja. sekali kali bolehlah kita memaksakan "penafsiran pembenar" kita kepada orang lain.

Ternyata Aku Bukan Santri

Ternyata aku bukanlah seorang santri sebagaimana pernah aku klaim sebelumnya, karena aku belum pernah benar benar mondok sebagaimana orang yang bertahun tahun hidup di pondok pesantren. Sekarang ketika ada yang bertanya “njenengan dulu mondok dimana?” aku tidak berani menjawabnya, karena menurutku jika kurang dali 5 tahun hidup di pesantren, tidak berani mengklaim pernah mondok, apalagi mondok hanya sekedar berpindah tidur, sekolahnya tidak di diniyah, menurutku itu artinya tinggal di pondok pesantren dan bukan mondok.
Dulu aku pernah mengaku sebagai seorang santri, karena saya juga ngaji di lingkungan pondok pesantren, saya juga pernah tidur beberapa tahun di pesantren tersebut, merasakan bagaimana harus “nggendok” bersama dengan cara urunan beras masing masing satu cinkir untuk dinikmati bersama menggunakan talam besar, dan para santri mengelilingi talam tersebut dengan lauk seadanya. Ketika aku bertemu dengan orang orang yang belasan tahun hidup di pesantren, aku tidak berani lagi mengaku sebagai seorang santri, meskipun ketika ngaji kita juga disebut sebagai seorang santri.
Para santri disamping belajar berbagai macam ilmu, terutama ilmu yang berkaitan dengan pengembangan Ilmu Agama, juga dilatih untuk hidup mandiri, terlebih di beberapa pesantrren yanhg  biasanya dipesantren kecil dimana ada santri diwaktu senggang juga membantu penduduk setempat bekerja dibidang pertanian atau bidang lainnya yang dapat dibantu dengan imbalan makan seadanya, sehingga santri tersebut secara tidak langsung juga belajar beradaptasi dengan lingkungan diluar pesantren, karenanya banyak lulusan pesantren yang langsung bisa mandiri selepas pendidikannya pada salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia tersebut.
Perkembangan pesantren secara dinamis mengikuti perkembangan kemajuan zaman, bahkan pada sisi tertentu dijadikan rujukan dalam sistim pembelajaran, meskipun ada beberapa kondisi yang tidak ideal sebagai dampak dari keterbatasan infrastrukture yang dimiliki yang berakibat pada pada kondisi sosial yang menyimpang, namun kaum santri mempunyai andil besar dalam pendidikan dan kehidupan sosial bermasyarakat, meskipun pendidikan diniyah belum semuanya dapat disetarakan dengan penddidikan umum bercirikan khusus lainnya.
Satu hal yang menarik dari budaya santri adalah bagaimana kaum santri tersebut menghormati para kiai atau ustad yang mungkin menurut orang diluar pesantren dianggap berlebihan, bahkan memperlakukan kitab atau catatan pribadipun mereka sangat berhati hati dan menghormati, karena berkat para kiai dan ustad itulah mereka mendapatkan ilmu, berkat kitab dan dan buku catatan itulah mereka belajar, karenanya para santri tersebut akan membawa kitab atau buku catatannya di dekap di dada mereka,seperti seorang gadis mendapatkan bungan cinta dari pujaan hatinya, tidak seperti petugas upacara membawa map yang akan dibacakan didepan pemimpin upacara.
Satu disiplin ilmu yang dipelajari secara terus menerus membuat para santri tersebut benar benar menguasai disiplin ilmu yang digelutinya, terlebih dengan adanya forum diskusi santri dimana para santri tersebut dilatih untuk mempertahankan sebuah pendapat dengan dalil yang konprehenship. Karenanya seorang santri tulen akan berani membuat statemen jika santri tersebut benar benar didukung oleh dalil yang dianggap valid, baik argumen yang berasal dari doktrin kitab zaman pertengahan maupun logika berfikir dan berpendapat sesuai dengan kaidah baku yang dikuasainya.
Di Pesantren dimana aku beberapa saat “ngengsu kaweruh” juga ada apel pagi dan hormat bendera dengan begitu tertib. Para santri sangat tertib mengikutinya, entah karena kesadaran atau mungkin takdzim dengan para kiai dan ustad yang juga ikut dalam hormat bendera. Mereka menghormati bendera merah putih sebagai lambang negara dimana dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan itu, banyak pengorbanan kaum santri dan mampu mengorbarkan semangat perjuangan. Sebagaimana para santri menghormati para kiai dan ustad dengan caranya, begitupun mereka dengan santun menghormati lambang negara.
Aku kapok ngaku santri, karena Ilmu yang kuserap masih jauh dari para santri yang belasan bahkan puluhan tahun hidup dipesantren, dimana mereka sangat memahami disiplin ilmu yang mereka pelajari, tidak seperti yang aku lakukan dimana yang kulakukan sekolah dengan berbagai tingkatan namun selalu berbeda program dan jurusan, karenanya banyak yang dipelajari namun tidak ada yang benar benar menjadi satu keahlian, berbeda dengan yang hidup belasan tahun dimana mereka mempelajari satu disiplin ilmu yang mereka pelajari dari mulai tingkat dasar sampai jenjang paling tinggi.
Sebuah pengetahuan jauh dari sempurna jika diperoleh dengan “karbitan”, terlebih jika pengetahuan yang berkaitan dengan agama tersebuit diperoleh dari sumber yang belum teruji, karenanya meskipun seakan sangat pandai, namun sangat terlihat berbeda ketika membuat statement yang berkaitan dengan kaidah hukum dengan menggunakan kaidah pengambilan hukum yang berlaku dalam kaidah pengambilan hukum Islam, dimana ada beberapa sarat yang harus dipenuhi dimana hal tersebut sulit didapat dengan cara instan.bagaimanapun untuk mempelajari Ilmu agama, pesantren masih sangat eksis membidanginya
 
Copyright © 2013. Warta Blambangan - Semua Hak Dilindungi
Template Modify by Blogger Tutorial
Proudly powered by Blogger