Pages

Tampilkan postingan dengan label Pernak-pernik Banyuwangi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pernak-pernik Banyuwangi. Tampilkan semua postingan

Kebo-Keboan Alasmalang: Ketika Sawah Menjadi Panggung, dan Doa Menjelma Tanduk di Kepala

BANYUWANGI (Warta Blambangan) Ritual Adat Kebo-Keboan yang digelar di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, kembali menyedot perhatian ribuan mata dan batin, Minggu, 6 Juli 2025. Tradisi yang lekat dengan doa para petani ini digelar tiap bulan Suro, sebagai warisan tak tertulis dari tanah yang tak pernah ingkar musim.

Desa menjadi gemuruh. Teriakan, tabuhan, bau dupa, dan tanah basah menjadi satu dalam peristiwa budaya yang makin matang dalam konsep dan penyajian. Warga dari berbagai dusun, bukan hanya dari Krajan seperti biasanya, kini bersatu sebagai pelaku, menjadikan ritual ini lebih guyup dan penuh semangat kolektif.


“Ini bukan hanya pertunjukan. Ini adalah syukur kami atas rezeki dari langit dan bumi, sekaligus doa agar panen mendatang tak dihantam hama dan bencana,” ujar Abdul Munir, Kepala Desa Alasmalang, sambil menyeka peluh yang menyatu dengan aroma dupa di udara.

Kebo-Keboan adalah laku spiritual yang ditampilkan dengan cara tubuh petani yang dirias menjadi kerbau. Mereka mengenakan tanduk, menggenggam bajak, lalu memainkan ulang seluruh rangkaian bercocok tanam: membajak, menanam, dan mengairi sawah, seolah tanah sedang dibaca ulang dengan bahasa tubuh dan niat.

Di sela ritus itu, muncul sosok Dewi Sri—diperankan oleh seorang perempuan muda berbalut kebaya hijau padi. Ia turun dari panggung bambu, melangkah pelan di antara para ‘kerbau’, membawa beras dan benih. Di tangannya, tumbuh-tumbuhan menjadi persembahan dan harapan. Saat ia mulai menaburkan bibit ke arah para petani, penonton bersorak dan terlibat dalam fragmen interaktif—sebuah pengejaran simbolik terhadap berkah.

“Penampilan tahun ini lebih tertata, lebih menyentuh,” ucap Yulia Saraswati, seorang wisatawan dari Jakarta yang hadir bersama anaknya. “Saya merasa ikut berdoa, ikut merasa menjadi bagian dari cerita.”

Ritual ini bukan hanya memanggil kenangan agraris masa lalu, tapi juga menampar realitas modern yang kerap lupa darimana makanan berasal. Sawah yang menjadi panggung Kebo-Keboan bukanlah properti seni, melainkan tanah sungguhan yang dilalui cangkul sehari-hari.

Pemerintah desa pun menyatakan komitmen kuat mendukung kelestarian tradisi ini. Bagi mereka, Kebo-Keboan bukan sekadar warisan. Ia adalah identitas, akar dari wajah Banyuwangi yang rukun dan spiritual.

“Kami ingin ritual ini tetap hidup. Tetap punya napas. Tetap punya ruang di hati anak-anak muda,” tutup Abdul Munir.

Dan sore itu, ketika mentari tergelincir dan debu kembali mengendap, para pelaku Kebo-Keboan kembali menjadi manusia. Tapi jejak tanduk yang tertinggal di tanah basah—itulah jejak doa yang tak pernah lenyap.

Verifikasi Tahap III PPA Award, Bupati Ipuk: “Pencegahan Perkawinan Anak Adalah Tanggung Jawab Bersama”

Banyuwangi (Warta Blambangan) Komitmen nyata Kabupaten Banyuwangi dalam upaya pencegahan perkawinan anak kembali mendapat sorotan positif dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Rabu (18/6), SMP Negeri 3 Banyuwangi menjadi lokasi pelaksanaan Verifikasi Lapangan Tahap III Penilaian Pencegahan Perkawinan Anak (PPA Award) tingkat Provinsi Jawa Timur.

Hadir dalam kegiatan ini Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, yang dalam sambutannya menekankan bahwa pencegahan perkawinan anak bukanlah tugas tunggal pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama lintas sektor.

> “Ini bukan semata kerja pemerintah, tapi kerja kolaboratif semua elemen. Pencegahan perkawinan anak adalah ikhtiar kita menjaga masa depan generasi muda,” tegas Bupati Ipuk.

Kegiatan ini diikuti oleh berbagai unsur strategis daerah, di antaranya Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB), Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Dr. H. Chaironi Hidayat, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, Perwakilan Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wilayah Banyuwangi, serta Ketua Pengadilan Agama Banyuwangi. Kehadiran lintas sektor ini mempertegas pentingnya sinergi dalam memperkuat sistem perlindungan anak, terutama dalam menekan angka perkawinan usia dini.


Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan, dilakukan penandatanganan Kesepakatan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak oleh seluruh unsur yang hadir. Kesepakatan ini dikukuhkan melalui peluncuran gerakan "Gadis Tangguh", sebuah inisiatif simbolik untuk memperkuat ketahanan remaja putri dalam menolak praktik perkawinan usia anak.


Dalam kesempatan tersebut, perwakilan tim penilai dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Jawa Timur, Dr. Tri Wahyu Liswati, M.Pd., menyampaikan apresiasi atas komitmen dan inovasi yang telah dilakukan oleh Kabupaten Banyuwangi.

> “Kami mencatat berbagai praktik baik yang telah dilakukan Banyuwangi. Namun yang paling penting adalah keberlanjutan dan konsistensinya,” ujar Tri Wahyu.




Ia juga menegaskan perlunya pendekatan persuasif dan edukatif dalam menyosialisasikan pencegahan perkawinan anak, terutama kepada masyarakat yang masih mengajukan dispensasi kawin melalui jalur pengadilan.


Tri Wahyu menutup sambutannya dengan pesan penuh makna:


> “Pelaminan bukan tempat bermain.”

Pesan ini menjadi pengingat bahwa masa anak-anak adalah masa untuk bertumbuh, belajar, dan membangun mimpi, bukan untuk menjalani pernikahan.

Pelaksanaan verifikasi tahap akhir ini menjadi penanda penting sekaligus harapan besar bagi Banyuwangi untuk meraih PPA Award Provinsi Jawa Timur, sebagai bentuk penghargaan atas komitmen, inovasi, dan kerja kolektif dalam perlindungan anak dan pencegahan perkawinan usia dini. 


Restrukturisasi, Kementerian PU akan Kebut Pembangunan Pasar Banyuwangi

BANYUWANGI (Warta Blambangan) Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) akan kembali kebut pembangunan Pasar Induk Banyuwangi. Progres pembangunan pasar tersebut sempat tersendat, karena ada reorganisasi di seluruh kementerian, termasuk Kementerian PU. 


Proses revitalisasi Pasar Banyuwangi sendiri dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan telah dimulai pada Oktober 2024. Namun dalam perjalanan waktu, terjadi reorganisasi atau perubahan nomenklatur di tubuh Kementerian PUPR, yang dipisah menjadi Kementerian PU dan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP). 

Di tubuh Kementerian PU sendiri juga terjadi perubahan. Pekerjaan revitalisasi Pasar Banyuwangi dan kawasan Inggrisan yang semula ditangani Ditjen Cipta Karya kini berubah di bawah Ditjen Prasarana Strategis.

"Dengan adanya re-organisasi pada seluruh Kementerian, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum, sehingga berdampak pada proses penganggaran. Dokumen-dokumen DIPA pun harus menyesuaikan, turut terjadi perubahan. Ini yang menyebabkan keterlambatan pada pekerjaan Revitalisasi Pasar Induk Banyuwangi," kata Kepala Satker Pelaksanaan Prasarana Strategis (PPS) Jawa Timur Kementerian PU, I Gusti Agung Ari Wibawa saat meninjau Pasar Banyuwangi yang sedang dalam proses revitalisasi, Rabu (28/5/2025).   

Ari menjelaskan bahwa Kementerian PU bersama Pemkab telah menggelar pertemuan dengan para pedagang Pasar Banyuwangi yang direlokasi pada Selasa (27/5/2025) untuk menjelaskan progress pembangunan pasar. Pertemuan tersebut juga dihadiri pelaksana proyek dan Tim  Pengamanan Pembangunan Strategis (PPS) Kejati Jawa Timur untuk kegiatan Kementerian PUPR di wilayah Jawa Timur. 

"Sebenarnya tidak terjadi pemberhentian total, karena pada Januari hingga Mei tetap dilakukan pengerjaan, meski memang ada perlambatan. Kemarin sudah digelar rapat koordinasi dengan berbagai pihak. Pelaksana pekerjaan akan melakukan percepatan pembangunan revitalisasi Pasar Banyuwangi mulai awal Juni 2025," jelas Ari.

Plt Kadis PU Banyuwangi, Suyanto Waspo Tondo, menambahkan bahwa pemkab akan terus berkoordinasi terkait percepatan proses revitalisasi pasar dengan Kementerian PU.    

“Iya, tadi kami juga rapat dengan pihak Kementerian PU apa-apa yang perlu segera kami kerjakan untuk membantu percepatan proses pembangunannya,” kata Suyanto yang akrab dipanggil Yayan.

Pasar Banyuwangi didesain memiliki  gedung utama yang terdiri dua lantai dengan arsitektur khas Osing, Banyuwangi. Pasar akan dibagi menjadi areal pasar basah, pasar kering, dan area kuliner. Juga dilengkapi dengan gedung parkir. (*)

Kepala SMPN menjadi Pembimbing Ibadah Haji Kloter

 Kepala SMPN menjadi Pembimbing Ibadah Haji Kloter

Saya mengenalnya tahun lalu di Makkah, Saat saya menjadi ketua kloter SUB-58. Namanya Zainur Rofik. Masih muda. Jauh lebih muda daripada saya. Tapi perannya penting. Dia ketua rombongan. Satu dari beberapa ketua rombongan yang saya koordinasi.

Yang paling saya ingat: dia berangkat bersama istrinya. Dan sang istri—yang kalem, murah senyum, dan sabar itu—selalu memanggilnya dengan sebutan yang membuat saya tertegun pertama kali mendengarnya: Sayyang.


Itu bukan panggilan umum di kloter kami. Bukan pula bahasa Arab. Saya baru tahu kemudian, itu bahasa Bugis. Artinya: sayang. Atau kekasih. Atau mungkin lebih tepat: belahan hati yang dikuduskan oleh waktu dan pengorbanan.

Saya sering mencatat panggilan-panggilan unik antara suami dan istri dalam kloter. Ada yang memanggil "Pakne", "Ibuk", ada pula "Mas", "Dik", atau yang paling sering: “Woi!” Tapi Sayyang adalah panggilan yang membuat saya diam sejenak. Dalam hati saya berkata, “Ah, masih ada cinta seperti ini di dunia yang bising oleh perceraian dan status galau.”

Zainur Rofik bukan hanya suami romantis. Ia juga seorang pengusaha. Awalnya saya hanya tahu itu. Seorang pebisnis muda. Tegap, rapi, komunikatif. Tapi setelah musim haji usai, ia ikut pelatihan pembimbing ibadah. Dan lolos. Saya ucapkan selamat padanya via WhatsApp. Dia balas dengan stiker tangan yang menengadah. Dan emoji mata berkaca-kaca.

Belakangan saya baru tahu: dia ternyata PNS. Bahkan kepala sekolah. Di sebuah SMP negeri di Banyuwangi. Itu mengejutkan saya. Bukan karena ia muda dan sudah kepala sekolah. Tapi karena baru kali ini ada petugas haji dari Banyuwangi yang berasal dari instansi pemerintah daerah—bukan dari Kementerian Agama, bukan pula dosen PTAI, apalagi ustaz dari pesantren. Zainur memecahkan pola. Dan ia melakukannya dengan tenang.

Saya tahu jalur seleksi petugas haji sekarang ketat. Tidak cukup hanya punya gelar agama. Harus ikut pelatihan. Harus lulus ujian. Harus bersedia berlelah-lelah. Dan—yang paling penting—harus tahan mental menghadapi 376 orang jamaah yang bisa menanyakan arah kiblat lima kali sehari, mengantar ke miqot jamaah yang umroh, berkomunikasi dengan masyarakat setempat dengan Bahasa Arab dan lain-lain.

Zainur membuktikan satu hal: manasik itu bisa dipelajari. Bukan warisan tunggal milik fakultas syariah atau alumni pesantren. Saya sendiri dari fakultas hukum. Dan saya bisa. Zainur dari fakultas pendidikan bahasa Inggris. Dan dia juga bisa. Karena manasik itu bukan tentang gelar. Tapi tentang belajar. Tentang panggilan.

Kadang saya merasa haji itu misterius. Ada orang yang niatnya setengah hati, tahu-tahu bisa berangkat. Ada pula yang menabung seumur hidup, tapi tak sempat berangkat karena dipanggil Allah lebih dulu. Begitu pula dengan petugas. Ada yang mengejar posisi itu bertahun-tahun dan tidak pernah lolos. Ada pula yang baru coba sekali langsung diterima. Panggilan itu misteri. Seperti cinta. Seperti takdir.

Zainur Rofik mengingatkan saya bahwa panggilan itu bisa datang pada siapa saja. Pada kepala sekolah. Pada pengusaha. Pada guru bahasa Inggris. Asalkan punya kesungguhan.

Saya tidak tahu apakah nanti dia akan kembali menjadi petugas lagi. Atau akan kembali penuh pada sekolah dan bisnisnya. Tapi saya yakin, dalam setiap rapat kloter, akan selalu ada satu orang istri yang memanggil suaminya dengan kata paling lembut yang pernah saya dengar di Makkah: Sayyang.

Wisata Baluran Banyuwangi

 Wisatawan Tidak Butuh Tahu Batas Administratif 

Saya ingin memulai tulisan ini dengan satu kalimat yang tidak bisa ditawar-tawar: Saya orang Banyuwangi. Bukan dari kabupaten sebelah. Titik.


Bukan karena saya tidak mencintai tetangga. Bukan karena saya tidak tahu etika bertamu. Tapi saya tahu betul batas-batas rumah saya. Dan saya tidak suka jika ruang tamu rumah saya, dipelintir-pelintir seperti pekarangan orang.



Ambil satu contoh: Baluran. Secara administratif, betul. Itu masuk Kabupaten Situbondo. Tapi orang Jakarta—atau turis manapun—tidak punya urusan dengan administrasi. Mereka tidak mengurus surat tanah, tidak mengajukan KTP, tidak mencalonkan diri sebagai lurah. Mereka hanya ingin liburan. Dan mereka datang ke mana? Ke Banyuwangi.


Mereka tidak peduli perbatasan. Mereka tahu kota kedatangan mereka. Tiket pesawatnya Banyuwangi. Tiket keretanya Banyuwangi. Hotel tempat mereka menginap: Banyuwangi. Tempat mereka mencari rawon: Banyuwangi. Tempat mereka beli oleh-oleh: Banyuwangi.


Lalu mereka tanya ke resepsionis hotel: “Mas, ada wisata alam yang bagus enggak di sekitar sini?”

Lalu resepsionis menjawab: “Coba ke Baluran, Pak. Tapi berangkatnya pagi ya, biar lihat bantengnya masih di padang rumput.”


Apa lantas wisatawan itu mengernyitkan dahi dan bertanya, “Lho, itu masih Banyuwangi atau sudah Situbondo, Mas?”


Tentu tidak.


Orang-orang Jakarta, atau Surabaya, atau Berlin, atau Kyoto, tidak berpikir seperti itu. Karena bagi mereka, destinasi tidak punya batas administratif. Sama halnya ketika orang Banyuwangi ke Malang. Mereka tidak bilang, “Hari ini saya ke Batu.” Mereka bilang, “Saya mau liburan ke Malang,” padahal mayoritas objek wisata yang dituju itu ada di Kota Batu. Sama halnya ketika kita ke Jogjakarta, kita bilang ingin ke Candi Borobudur. Padahal itu di Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Tapi kita tetap bilang, “Liburan ke Jogja.” Kenapa? Karena dari sanalah kita menginap. Di sanalah kita berhenti. Di sanalah kita membayar pajak hotel, beli bensin, makan gudeg, dan mencetak memori.


Lalu apakah salah jika Banyuwangi mengklaim bahwa Baluran adalah bagian dari pengalaman wisata Banyuwangi?


Jika orang datang ke Banyuwangi, menginap di Banyuwangi, menikmati sarapan pagi di Banyuwangi, lalu mengendarai mobil selama satu jam ke arah utara untuk menyaksikan padang savana dan kawanan banteng—apakah itu kesalahan administratif? Apakah Dinas Pariwisata Banyuwangi harus meminta maaf secara terbuka?


Saya kira tidak.


Banyuwangi bukan pencuri. Ia hanya kebagian rejeki dari sebuah keberadaan geografis yang ramah. Sama seperti tetangga sebelah, yang juga kadang menikmati limpahan tamu dari arah sebaliknya.


Dan lagi, Baluran bukan mal yang bisa dipagari. Ia taman nasional milik semua orang. Bahkan milik generasi mendatang. Apakah kita akan saling menuding hanya karena tamu yang lewat Banyuwangi mampir ke sana?


Saya teringat satu momen ketika seorang bule bertanya kepada saya di Bandara Blimbingsari, “Where is this savanna, I saw it in Lonely Planet. Is it in Banyuwangi or Situbondo?”


Saya jawab: “It’s in your heart. As long as you remember Banyuwangi, it doesn’t matter where the border is.”


Lalu dia tersenyum. Mungkin karena dia paham. Mungkin juga karena dia tidak peduli.


Sebab bagi wisatawan, yang penting bukan di mana letaknya, tapi ke mana perjalanannya. Dan banyak perjalanan yang bermula dari Banyuwangi. Banyak kenangan yang dilahirkan di sana.

Orang-orang itu tidak datang untuk mengurus batas. Mereka datang untuk pengalaman. Untuk cerita. Untuk menikmati. Mereka akan menginap di Banyuwangi, makan di Banyuwangi, berbelanja di Banyuwangi. Tiket kereta dan pesawat mereka bertuliskan: Banyuwangi. Tapi salah satu destinasi mereka: Baluran. Apakah itu sebuah pelanggaran?


Kalau iya, mungkin mulai sekarang, hotel-hotel di Banyuwangi harus menghapus Baluran dari peta wisata. Para pemandu wisata juga dilarang menyebutnya. Jangan bawa tamu ke sana. Biar aman. Biar tidak dianggap “mengklaim”. Supaya tetangga tidak salah paham. Biar mereka tenang, dan kita juga tidak dibilang serakah.


Tapi, saya bertanya dalam hati: benarkah ini soal wilayah? Atau justru soal gengsi?


Karena, kadang-kadang, yang paling keras soal batas justru bukan pejabat yang memikirkan pelayanan. Tapi orang-orang yang merasa daerahnya sedang “disepelekan”. Padahal, tidak ada niat seperti itu. Kami hanya menyebut apa yang nyata. Bahwa Baluran itu dekat dengan Banyuwangi. Bahkan sebagian besar wisatawan masuknya lewat Banyuwangi.


Saya tahu, ini bukan soal benar atau salah. Ini soal rasa. Tapi kalau perasaan bisa membuat kita mencoret potensi pariwisata bersama, maka yang rugi bukan hanya satu kabupaten. Yang rugi adalah kita semua.


Di dunia modern, batas bukan lagi untuk membatasi. Tapi untuk menjalin kerja sama. Kalau kita sibuk menegaskan: "ini bukan wilayahmu", kita sedang melupakan satu hal penting: wisatawan tidak datang membawa peta politik. Mereka hanya bawa kamera dan harapan.


Harapan untuk bisa mengingat Banyuwangi... bahkan kalau pun mereka sampai ke Baluran.


Jadi, jika ada yang bertanya apakah orang yang datang ke Banyuwangi lalu ingin ke Baluran itu melanggar batas administratif, saya akan jawab dengan satu kalimat:


Apakah cinta pernah mengenal batas administratif?

MBG Terus Bergulir Selama Ramadan, Diberikan dalam Bentuk Makanan Kering untuk Berbuka Puasa

BANYUWANGI (Warta Blambangan) – Suasana Ramadan membawa penyesuaian dalam Program Makan Siang Bergizi (MBG) di Banyuwangi. Jika biasanya siswa menikmati makanan siap saji di sekolah, kini menu MBG diganti dengan makanan kering yang bisa dibawa pulang untuk berbuka puasa.

Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, menyampaikan bahwa program ini tetap berjalan dengan baik selama bulan suci. "Program MBG berjalan lancar dan jangkauannya terus bertambah. Selama bulan puasa, program ini juga masih tetap bergulir tentu dengan penyesuaian," ujarnya, Jumat (7/3/2025). 


Hingga saat ini, MBG telah menjangkau 39 sekolah dengan total penerima sebanyak 5.639 siswa. Mereka menerima makanan kering yang terdiri dari kurma, susu, telur, makanan ringan, dan buah—menjadi bekal bernutrisi yang bisa dinikmati saat berbuka puasa.

Sejak diluncurkan pada 3 Februari 2025, program ini semakin berkembang dengan dukungan tiga dapur umum Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berlokasi di Kecamatan Rogojampi, Sempu, dan Banyuwangi. Dapur-dapur ini berperan penting dalam memastikan distribusi makanan ke sekolah-sekolah tetap berjalan setiap hari selama Ramadan.

Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Suratno, menegaskan bahwa pendistribusian tetap dilakukan secara rutin. "Selama bulan puasa, pendistribusian makanan tetap dilakukan oleh pihak SPPG ke sekolah-sekolah setiap hari," jelasnya.

Respon positif datang dari para siswa yang tetap antusias menerima paket MBG. "Dari hasil pantauan kami, anak-anak sangat senang menerima MBG yang bisa dibawa pulang untuk berbuka puasa," tutup Suratno.

Program MBG menjadi bentuk nyata kepedulian terhadap pemenuhan gizi siswa, memastikan bahwa mereka tetap mendapatkan asupan makanan bergizi meski tengah menjalankan ibadah puasa.

Cahaya Doa di Pelataran Kemenag: Istighosah Menyambut Ramadan


Banyuwangi—Malam berpendar cahaya doa, lembar-lembar zikir terbang melangit, menggetarkan langit Banyuwangi. Kamis malam (26/02/2026), halaman Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi menjadi saksi helai-helai pengharapan yang dikidungkan dalam istighosah bersama, menyambut datangnya bulan suci Ramadan. 


Di bawah langit yang teduh, Ustadz Fauzan Anshori dari Seksi Bimbingan Masyarakat Islam menjadi pemandu ruhani, membawa para Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenag Banyuwangi dan insan madrasah negeri dalam rangkaian doa yang lirih namun penuh daya.

Dr. Chaironi Hidayat, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, menuturkan dalam sambutannya, bahwa istighosah ini bukan sekadar tradisi, melainkan denyut kehidupan yang menyatukan harapan dan ikhtiar.

“Kita tidak hanya merajut doa, tetapi juga menganyam kebersamaan. Ramadan perlu disambut dengan hati yang lapang, penuh ikhlas, dan jiwa yang bersih dari segala debu dunia,” tuturnya, penuh makna.

Dalam kesyahduan malam, istighosah diawali dengan tawassul, diikuti gemuruh doa yang mengalir tanpa sekat, menembus batas-batas duniawi. Wajah-wajah para jamaah memantulkan cahaya harap, sementara hati mereka bergetar dalam takzim. 


Malam itu, istighosah menjadi jembatan ruhani, menghubungkan insan-insan Kemenag Banyuwangi dengan samudra rahmat Ilahi. Dan di ufuk yang mulai meremang, Ramadan sudah melangkah mendekat, membawa janji keberkahan bagi mereka yang telah bersiap dengan hati penuh keimanan.

Pameran Lukisan “Banyu Kening” di Gedung Juang Resmi Dibuka

Banyuwangi (Warta Blambangan) Pameran lukisan bertajuk “Banyu Kening” resmi dibuka pada Sabtu, 30 November 2024, di Gedung Juang Banyuwangi. Acara ini dibuka oleh Bupati Banyuwangi yang diwakili oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Kabupaten Banyuwangi  Dwi Yanto. Pameran ini menghadirkan puluhan karya seniman lokal yang memadukan keindahan alam Banyuwangi dengan sentuhan estetika yang unik dan penuh makna.


Dalam sambutannya, Asisten sekda  mengungkapkan apresiasinya terhadap kreativitas para seniman yang terlibat. Menurutnya, pameran ini bukan hanya menjadi ajang untuk menampilkan karya seni, tetapi juga sebagai ruang bagi para pelukis lokal untuk mengekspresikan kecintaan mereka terhadap budaya dan alam Banyuwangi.



“Kami berharap pameran ini dapat menjadi wadah yang mempertemukan para seniman dengan masyarakat luas, sehingga seni lukis di Banyuwangi terus berkembang dan mendapatkan tempat yang layak di hati masyarakat,” ujarnya.

Ruangan Gedung Juang yang bersejarah itu dipenuhi dengan berbagai karya lukisan dari pelukis-pelukis Banyuwangi. Setiap sudut ruang pamer memancarkan kekayaan kreativitas yang tak terbatas, mulai dari lukisan dengan tema alam, kehidupan masyarakat, hingga interpretasi artistik tentang budaya Banyuwangi.


Pameran yang digelar oleh Dewan Kesenian Belambangan ini akan berlangsung selama tujuh hari ke depan. Selain menampilkan karya para seniman profesional, pameran ini juga memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk unjuk bakat.

Salah satu momen yang menarik perhatian dalam pameran ini adalah keikutsertaan karya dari dua siswa kelas VII SMP Negeri di Banyuwangi. Lukisan mereka mendapat apresiasi khusus dari para pengunjung, termasuk seniman senior yang hadir dalam acara tersebut.


Afida Rizky Putri Arofi, salah satu siswa kelas VII, merasa bangga karena salah satu karyanya terpilih untuk dipamerkan. Afida yang baru pertama kali mengikuti pameran seni merasa terharu atas apresiasi yang diterima karyanya dari pengunjung dan juga pejabat yang hadir.


“Ini pengalaman pertama saya mengikuti pameran. Saya sangat senang dan tidak menyangka lukisan saya bisa mendapat apresiasi dari banyak orang. Ini menjadi motivasi bagi saya untuk terus belajar dan berkarya,” ujar Afida dengan wajah berseri-seri.



Afida menuturkan bahwa lukisan yang ia buat terinspirasi dari keindahan budaya Indonesia, Ia berharap, melalui karyanya, para pengunjung dapat merasakan keindahan dan ketenangan yang ia tuangkan dalam lukisan tersebut.

Mewakili Ketua Dewan Kesenian Belambangan (DKB) Slamet Hariyanto atau biasa dipanggil Kang Momo menyampaikan bahwa pameran ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni rupa di Banyuwangi.


“Kami ingin seni rupa tidak hanya dinikmati oleh kalangan tertentu, tetapi bisa diakses oleh semua kalangan, termasuk pelajar. Dengan begitu, kita bisa melahirkan generasi muda yang tidak hanya mencintai seni, tetapi juga mampu berkontribusi dalam perkembangan seni di Banyuwangi,” kata Momo.


Pameran “Banyu Kening” ini diharapkan dapat menarik lebih banyak pengunjung selama tujuh hari ke depan dan menjadi momentum bagi para seniman lokal untuk semakin dikenal di kancah nasional maupun internasional.



Bagi masyarakat Banyuwangi, pameran ini menjadi kesempatan untuk menyaksikan langsung karya-karya seni yang menggambarkan kekayaan budaya dan alam daerah mereka, serta mendukung perkembangan seni rupa lokal.


ALFINA BAKERY dan Rachel, Caleg Termuda Banyuwangi, Beri Warna Baru pada Pelatihan Memasak di Banyuwangi

BANYUWANGI, WARTA BLAMBANGAN -  Pagi itu pada hari Minggu, 17 Desember 2024, di Kedai Makmoer yang terletak di Jl. Mayor Soepono No. 10 Tukangkayu Banyuwangi. Suasana hangat dan penuh semangat tercipta di sana, karena Kedai Makmoer menjadi saksi kegiatan Latihan Bareng Memasak Bersama ALFINA BAKERY dengan Koki Ulfiatuzzahroh. 

Suasana kelas memasak, Serius tapi santai

Acara pelatihan memasak ini menjadi daya tarik bagi ibu-ibu di sekitar kota Banyuwangi, menciptakan suasana akrab yang dipenuhi keceriaan dan kekompakan. Tidak hanya serius dalam belajar, namun peserta juga menikmati momen tersebut dengan santai.

Tiga jenis kue lezat menjadi bintang utama dalam pelatihan ini, yaitu Lapis Surabaya, Pastel Rogout, dan Bayaroix Puding Cake. Keahlian dalam mengolah kue-kue istimewa ini menjadi pengetahuan baru bagi para peserta, meningkatkan keterampilan memasak mereka dengan penuh kreativitas.

 

Ketika aroma kue menggoda

Acara tak hanya diwarnai oleh aroma kue yang menggoda selera, tetapi juga kehadiran sosok inspiratif, Rachel, Jebing Banyuwangi Tahun 2021. Rachel memberikan semangat kepada para ibu peserta dalam kegiatan memasak tersebut.

Rachel, yang memiliki nama lengkap Rachel Puspa Angela, saat ini diusung oleh PDIP sebagai Caleg DPRD Banyuwangi untuk Dapil 1. Rachel, yang merupakan Caleg Banyuwangi termuda, menjadi perwakilan dari Generasi  Z  Banyuwangi.

Bersama Rachel, Caleg DPRD Kabupaten Banyuwangi termuda

Rachel, mahasiswi Universitas Brawijaya dengan IPK 4, menunjukkan prestasi luar biasa di usianya. Dalam komentarnya, Rachel menyampaikan dukungannya terhadap kegiatan pelatihan ini, "Saat ini kita memang membutuhkan berbagai pelatihan semacam ini untuk meningkatkan kualitas SDM kita. Kita berada di ambang bonus demografi, dan potensi ini bisa menjadi pendorong kemajuan luar biasa untuk mewujudkan Indonesia Emas jika dikelola dengan baik dan bijaksana. Namun, jika kita gagal, beban berat akan menimpa negara ini."

Dengan senyum dan semangat, Rachel mewakili semangat generasi muda Banyuwangi untuk terus berkembang dan berkontribusi dalam memajukan daerah mereka. Acara latihan memasak di Kedai Makmoer bukan hanya tentang kue, tetapi juga tentang membangun komunitas yang kuat dan mempersiapkan masa depan yang cerah bagi Banyuwangi. (AW)




Kemenag Kab Banyuwangi Siap Laksanakan Porseni MI ke 8

Banyuwangi (Warta Blambangan) Menjelang pelaksanaan Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) MI Tingkat Provinsi Jawa Timur ke 8 di Kabupaten Banyuwangi Siap dilaksanakan, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Dr Moh Amak Burhanudin  Ahad (15/10/2023) meninjau lokasi venue seni di beberapa lokasi yang sudah ditentukan.



"Insyaallah semua tempat sudah ready, termasuk persiapan streaming  sehingga event ini dapat disaksikan secara live" kata Amak.


Salah satu tempat yang dijadikan perlombaan bidang seni adalah Jawa Pos Radar Banyuwangi sebagai tempat pelaksanaan lomba Puisi. Dipilihnya Radar Banyuwangi, karena pengalaman beberapa kali melakukan lomba dibidang baca puisi.


General Manager Jawa Pos Radar Banyuwangi Rahman Bayu Sasono menyampaikan bahwa sebuah kehormatan kegiatan Porseni dilaksanakan di tempatnya.


Adapun tempat yang digunakan venue selain Radar Banyuwangi adalah Aula bawah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Masjid Agung Baiturrahman, Aula MAN 1 Banyuwangi  Aula SMP 1 Giri, Gedung Juang 45 dan Gedung Wanita Paramita Kencana.

Satu Peserta MTQ Kabupaten Banyuwangi akan Maju Ditingkat Nasional

Banyuwangi (Warta Blambangan) Ahmad Syaifuddin Amin  peserta Musabaqah Tafsir Al-Qur’an Bahasa Indonesia dari Kafilah Kabupaten Banyuwangi mendapatkan nilai tertinggi dalam final yang dilaksanakan di Gedung Harmoni Kota Pasuruan, Sabtu (07/10/2023). Gedung tua peninggalan Belamda yang dulu bernama Societeit Harmonie tersebut menjadi saksi dari perolehan juara satu-satunya yang diperoleh Kafilah MTQ Kabupaten Banyuwangi. Gedung Harmoni mulai dikerjakan tahun 1858 dan digunakan sebagai tempat perkumpulan (societeit) dan pesta orang Belanda. Pada Event MTQ XXX Provinsi Jawa Timur, edung ini dipergunakan venue Musabaqoh Tarsir Bahasa Indonesia dan Musabaqoh Tafsir Bahasa Inggris.

Amin yang pada MTQ Nasional di Banjarmasin menjadi juara pertama Tafsir Bahasa Inggris, pada MTQ XXX Provinsi Jawa Timur menjadi peserta termuda dalam final bidang Tafsir Bahasa Indonesia. Hal ini mengingat usia Amin yang baru 26 tahun, jauh lebih muda dibandingkan dua finalis lainnya yang usianya diatas 30 tahun.

"Alhamdulillah berkah bimbingan ustad dan ustadzah kami bisa" kata Amin.

Mahasiswa Doktoral dari salah satu Universitas ternama di negeri jiran Malaysia ini benar-benar menyiapkan dirinya dalam mengikuti MTQ Provinsi Jawa Timur. Beberapa kemenangan dalam event sebelumnya tidak menyurutkan langkah untuk terus menambah pengetahuan bersama pembinanya, Nyai Siti Nikmaturrohmah dari Kecamatan Muncar.

Ketekunan Amin patut ditiru oleh siapapun yang ingin sukses, meskipun dalam filan yang disiarkan secara live tersebut, Amin terlihat kurang sehat, hingga panitia memberikan air mineral disaat sesi penjurian, Amin terlihat tenang dan mampu meraih nilai tertinggi di cabang tersebut.


Beberapa kali Amin yang pernah nyantri di pesantren Minhajut Thullab Sumberberas ini mengikuti MTQ mulai dari remaja. Masih terbayang dirinya ketika masih MTs mengikuti ajang MTQ ditingkat Kabupaten Banyuwangi, dan pulangnya diajak makan ikang bareng-bareng dengan semua peserta dari Kecamatan Muncar, pada saat pembinaan di Kabupaten Banyuangi juga diajak berenang di kolam renang di Desa Kemiren Kecamatan Glagah.

Salah satu pendamping MTQ Kabupaten Banyuwangi yang mengikuti MTQ di Pasuruan Syafaat menyampaikan bahwa untuk saat ini hanya 2 peserta yang dapat menembus final yang salah satunya adalah Ahmad Syaifuddin Amin  di cabang Musabaqoh Tafsir Al-Qur’an Bahasa Indonesia. 

Ketua LPTQ Kabupaten Banyuwangi Arif Setiawan menyampaikan bahwa tahun ini ada dua peserta yang tembus final, selain Ahmad Syaifuddin Amin  peserta Musabaqah Tafsir Al-Qur’an Bahasa Indonesia, juga ada peserta Musabaqoh Hifdzil Qur'an (MHQ) 30 Juz Khamidatus Sholeha yang juga masuk final.
"MHQ 30 juz putri meaih terbaik ketiga, Alhamdulillah" kata Arif.

MTQ XXX Provinsi Jawa Timur akan ditutup oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah IndarParawansa di Stadion Untung Suropati kota Pasuruan, Ahad, (08/10/2023) dan akan di umumkan tempat pelaksanaan MTQ XXXI dua tahun mendatang. (syaf)

Defile Kafilah MTQ Kabupaten Banyuwangi dengan Pakaian Adat.

Banyuwangi (Warta Blambangan) Kegiatan MTQ XXX Provinsi Jawa Timur di Kota Pasuruan bukan hanya Kegiatan inti MTQ dalam 5 Jenis lomba saja, tetapi juga kegiatan lain yang tak kalah menariknya. Setelah Pawai Taaruf Sabtu lalu yang menampilkan tari kuntulan, pada pembukaan yang di Hadiri Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa  Ahad malam (01/120/2023).

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Dr. Moh. Amak Burhanudin sebelum acara pembukaan di mulai menyampaikan harapan agar kafilah MTQ Kabupaten Banyuwangi dapat tampil maksimal dengan tampilan terbaik, sehingga juga dapat menjadi yang terbaik.

“untuk defile setiap kafilah hanya 10 orang saja, sehingga tidak menyita banyak waktu dan tidak melelahkan” kata Amak.

Lebih lanjut Amak menyampaikan agar kafilah Kabupaten Banyuwangi dapat menyesuaikan diri dengan mengingat jarak dari Hotel ke tempat pelaksanaan lomba menempuh jarak setengah jam lebih.

Salah satu Pembina Kafilah MTQ Kabupaten Banyuwangi Syafaat menyampaikan bahwa dalam defile ini diwakili para pembina yang peserta binaannya idak tampil pada senin pagi, hal ini dimaksudkan agar kondisi peserta tetap vit.

‘suport dari Kepala Kantor Kementerian Aagama Kaupaten Banyuwangi sangat penting untuk menambah semangat dan motivasi peserta dalam perlombaan” kata Syafaat.

Ketua Komunitas lentera sastra tersebut memohon doa dari masyarakat Kabupaten Banyuwangi untuk untuk kemenangan Kafilah MTQ Kabupaten Banyuwangi dalam MTQ ke XXX Provinsi Jawa timur di Kota Pasuruan.

“Doa masyarakat Kabupaten Banyuwangi sangat kami harapkan untuk Kafilah MTQ XXX Kabupaten Banyuwangi di Tingkat Provinsi Jawa Timur” katanya (Tim)

Kafilah MTQ Kabupaten Banyuwangi Siap Berlaga Ditingkat Provinsi


Banyuwangi (Warta Blambangan( Kafilah MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur'an) Kabupaten Banyuwangi dilepas Bupati Banyuwangi yang diwakili Sekretaris Daerah H. Mujiono di Pendopo Sabha Swagata Banyuwangi, Jumat (29/09/2023). Para peserta bersama offosial tersebut mengikuti acara ramah tamah sebelum berangkat ke Pasuruan.


Mujiono menyampaikan harapan agar Kafilah MTQ Kabupaten Banyuwangi dapat tampil maksimal dan menjadi yang terbaik dalam MTQ ke XXX Provinsi Jawa Timur.

Mujiono menyampaikan pesan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang mengucapkan selamat kepada peserta terpilih yang mewakili Kabupaten Banyuwangi.

"jaga nama baik Kabupaten Banyuwangi yang sudah terbiasa menjadi juara dan yang terdepan" kata Mujiono.

Lebih lanjut Mujiono menyampaikan bahwa rasa percaya diri sangat penting bagi peserta dalam menghadapi kompetisi.


"saya minta panitia benar-benar mengawal para peserta agar tampil secara maksimal" kata Muji.

"ada reward bagi yang juara yang disiapkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi" katanya.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi selaku Ketua I LPTQ yang diwakili Kepala Sub Bagian Tata Usaha H. Moh. Jali menyampaikan bahwa Kafilah MTQ XXX Provinsi Jawa Timur, dari Kabupaten Banyuwangi ada 33 peserta dari 5 cabang dan 12 katagori yang diikuti.

"Semoga Kafilah MTQ Kabupaten Banyuwangi menjadi juara pertama dalam MTQ XXX di Kota Pasuruan" Kata Jali.

Lebih lanjut Jali menyampaikan bahwa dalam Kafilah ini disamping para peserta, juga para offosial dan pembina agar para peserta lebih percaya diri.

MTQ yang dimulai hari ini akan berahir pada tanggal 8 Oktober 2023, dan semoga semua membawa tropy kejuaraan.


Salah satu Pembina MTQ Kabupaten Banyuwangi dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Syafaat menyampaikan bahwa para Kafilah yang akan tampil di beberapa cabang telah mengikuti pembinaan secara berkesinambungan, dengan harapan menjadi yang terbaik ditingkat provinsi hingga Nasional.

"beberapa peserta sudah berpengalaman pada MTQ Provinsi Jawa Timur pada MTQ sebelumnya" kata Syafaat.


Para peserta dari Kabupaten Banyuwangi ini merupakan pemenang dalam MTQ tingkat Kabupaten Banyuwangi serta lulus seleksi dan mendapatkan Pembinaan, sehingga diharapkan benar-benar siap dalam menghadapi MTQ di tingkat Jawa Timur.

Mabrur dalam Pelayanan Ibadah Haji

 Banyuwangi (Warta Blambangan) ASN KementerianAgama, menjadi Ketua Kloter merupakan ibadah yang mengharuskan totalitas untuk melayani jamaah. Kesungguhan dalam menjalankan tugas bersama Pembimbing Ibadah dengan dibantu tiga orang tenaga kesehatan diuji ketika harus melayani jamaah haji lansia dan resiko tinggi.




Bagi sebagian jamaah, keinginan untuk meninggal ditanah suci merupakan doa yang mungkin tersemat dalam hati, hal ini sangatlah wajar dengan mengingat bahwa prosesi pemakaman bagi jamaah haji yang meminggal, selalu disholatkan di Masjidil Haram setiap habis Sholat Jamaah, sehingga jutaan jamaah haji yang ikut mensholatkan dan mendoakan.

Setelah pandemi covid-19  berakhir, pemberangkatan jamaah haji telah normal kembali  hal inilah yang mengakibatkan banyaknya jamaah haji lansia dan resiko tinggi yang berangkat menjalankan rukun Islam kelima.

Jama'ah memang sedari tanah air sudah berpeluang untuk lebih dulu memenuhi panggilan sang ajal, dan Tuhan masih memberikan kesempatan untuk berkunjung ketanah Ibrahim.
Tidak ada alasan untuk melarang para jamaah tersebut berkeinginan demikian, meskipun hal ini menambah beban kerja para petugas, dan tidak semua jamaah yang berkeinginan meninggal ditanah suci dapat terpenuhi semua
keinginannya, karena memang belum mendapat restu dari sang Penguasa Ajal.

Moto pengabdian kepada jamaah merupakan kemabruran selalu dipegang oleh semua petugas haji, mereka tidak akan memikirkan kegiatan ibadah sunnah sebagaimana jamaah haji pada umumnya,

Petugas kloter 24 jam memikirkan jama'ah meliputi 3 hal Yakni ( melayani, membimbing, dan melindungi)

1. Melayani, petugas  memberikan pelayanan sebaik mungkin dengan seluruh team, karom dan Karu dalam hal pembagian tempat hotel, maktab arofah, Mina, dan hotel Madinah.
Juga konsumsi dan tranportasi.

2. Membimbing, yakni petugas ibadah membimbing agar jangan ada satu jamaahpun yang tidak sukses melaksanakan haji sesuai rukun dan wajib hajinya.

3. Melindungi, petugas kesehatan selalu mendampingi kesehatan jama'ah dengan memberikan tindakan preventif, dan kuratif selama 24  jam siap di klinik "satelit" dan juga di balkon hotel, bahkan disemua titik pergerakan jama'ah ( Arofah, Muzdalifah, Mina, Madinah, Bus, Pesawat, Embarkasi dan Debarkasi).
Tiga fungsi petugas itulah yang menjadi  inti kegiatannya.

Dan Alhamdulillah 450 jemaah H. Nur Saewan dan Lukman Hakim sukses melaksanakan rukun dan wajib hajinya.
Disisi lain, ada 7 jemaah yang meninggal dunia di Makkah, adalah bentuk takdir Alloh yang tidak kuasa diantisipasi oleh siapapun dan insyaallah sebuah keberkahan karena tak semua orang bisa meninggal di sana sekalipun diharapkan.






Pelatihan Jurnalistik Menggugah Semangat Para Siswa SMP Negeri 3 Rogojampi

Kisah Inspiratif di Kedai Makmoer

Tidak seperti  biasanya !  Suasana berbeda di Kedai Makmoer siang itu saat Siswa SMP Negeri 3 Rogojampi  beserta beberapa guru pembimbing mereka mengunjungi  kedai sederhana ini  dengan penuh semangat.

Pada tanggal 17 Mei 2023, Kedai Makmoer yang berlokasi di Jalan Mayor Soepono, Banyuwangi, menjadi saksi kegiatan yang luar biasa. Sekelompok siswa berpakaian seragam sekolah batik biru beserta beberapa guru pembimbing, memenuhi kedai sederhana tersebut yang membuat kedai tersebut menjadi lebih riuh dan berwarna.



Ternyata, di kedai tersebut sedang berlangsung kegiatan pembekalan materi jurnalistik bagi para peserta Ekstra Kurikuler Jurnalistik SMP Negeri 3 Rogojampi. Dalam acara tersebut, peserta yang merupakan para penggiat jurnalistik muda mendapatkan ilmu dan wawasan dari Bung Aguk Darsono, seorang ahli jurnalistik dari Majalah Keboendha dan faktanews.co.id. Mereka belajar tentang teknik dasar wawancara dan menulis.

Selanjutnya, peserta juga mendapatkan materi penting 5W 1H 1S, yaitu:

  • What: Apa yang terjadi?
  • Who: Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu?
  • Why: Mengapa hal itu bisa terjadi?
  • When: Kapan peristiwa itu terjadi?
  • Where: Di mana peristiwa itu terjadi?
  • How: Bagaimana peristiwa itu terjadi?
  • Secure: Apakah Informasi ini tidak akan mempermalukan atau menjatuhkan pihak tertentu tanpa dasar yang dapat dipertanggungjawabkan?

Materi-materi tersebut disampaikan oleh Hadi Purwanto, Ketua Jaringan Radio Komunitas Broadcast Banyuwangi (JRKBB), yang juga merupakan pimpinan Radio Komunitas Planet FM Bajulmati Wongsorejo. Hadi, yang memiliki saluran Info Indonesia Terkini, menjelaskan bahwa perkembangan aplikasi di telepon seluler telah membuat pekerjaan jurnalistik menjadi lebih canggih dan mudah, terutama dalam hal pengeditan foto dan video.


Hadi Purwanto juga memberikan peringatan kepada peserta agar menghindari berita dan informasi yang bernuansa SARA dan tidak berfaedah. Dia berharap peserta dapat meraih masa depan yang cemerlang dengan bekal ilmu komunikasi massa yang mereka peroleh dari acara ini.

Dengan  penuh semangat,  Hadi Purwanto menutup acara pelatihan jurnalistik ini dengan kata-kata  :,  "Semoga masa depan kalian cemerlang dengan bekal ilmu komunikasi massa ini.".  (mas gesa / Warta Blambangan)

Top of Form

 

Padepokan Alang-Alang Kumitir Tampil Memukau di Sabha Swagata


Banyuwangi (Warta Blambangan) Padepokan Alang-alang Kumitir pimpinan Punjul Ismuwardoyo unjuk kebolehan dramanisasi puisi yang diambil dari antologi puisi Sulur Kembang Sri Tanjung. Puisi karya Mas Punjul dengan judul "Alas Purwo Aji Gandrung" tersebut dapat dibawakan dengan apik oleh Mas Punjul bersama beberapa anak asuhnya di Pendopo Sabha Swagata, Senin (08/05/2023)


Bupati Banyuwangi Hj. Ipuk Fiestiandani memberikan sangat terkesan dengan para penari remaja ini. Kebolehan mereka dalam berpuisi mendapatkan banyak aplaus dari penonto. Terlebih ketika mereka keluar dari pentas beberapa saat dan kembali dengan kostum yang berbeda.
"mereka telah terbiasa meriah dirinya sendiri untuk pentas, bertanggung jawab terhadap aksesoris yang dibawa" kata Mas Punjul.


Pertunjukan dari Padepokan Alang-alang Kumitir ini dapat pujian banyak tokoh, karenanya para undangan betah berlama-lama di pendopo hingga acara usai.
Nina Jelita dari SMPN Kabat menyampaikan bahwa pertunjukan seperti ini perlu dilaksanakan secara terus menerus karena banyak pelajaran yang didapat.
"bukan hanya launching buku, tapi kami juga mendapatkan banyak pelajaran baru dari kegiatan ini" katanya.
Mas Punjul menyampaikan bahwa kunci keberhasilannya adalah disiplin dan kerjasama, mantan anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi ini juga tidak pelit untuk berbagi pengalaman. Pria berambut gondrong yang dipercaya sebagai Ketua Takmir Masjid ini berharap Pemerintah memberikan ruang yang lebih terhadap seni di Banyuwangi.

Bersama Samsudin Adlawi, Punjul Ismuwardoyo diberi amanah sebagai Penasehat DKB Kabupaten Banyuwangi. Kepeduliannya terhadap seni di Kabupaten Banyuwangi tidak diragukan lagi.

Ketua Lentera Sastra Syafaat yang dipercaya sebagai koordinator launching dan bedah buku menyampaikan bahwa para seniman dan budayawan yang tampil dalam acara ini atas inisiatif mereka sendiri. Selain menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik dengan para seniman dan budayawan tersebut, Syafaat juga menyampaikan apresiasi setinggi tingginya terhadap Bupati Banyuwangi Hj Ipuk Fiestiandani yang meluangkan waktu khusus untuk kegiatan ini, meskipun kegiatan istri menteri PAN-RB ini sangat padat diluar kota. (dll)

Paguyuban Gotongroyong'45 Kopatan di Pantai Cemara

Pantai Cemara Banyuwangi menjadi saksi dari keseruan dan keakraban yang terjalin di  emak-emak yang tergabung dalam Paguyuban Gotongroyong45. 

Dengan lagu banyuwangenan dan deburan ombak Selat Bali sebagai latar belakang, suasana semakin meriah dan mengundang gelak tawa serta saling ledek di antara para emak-emak yang rata-rata berusia melampaui setengah abad.

Bung Aguk sedang memberi wejangan

Tak hanya sekadar berkumpul, emak-emak yang tergabung dalam Paguyuban Gotongroyong45 dan anggota Gerontologi Banyuwangi, mengadakan acara halal bi halal. Acara tersebut dihadiri oleh Puji Winarsih difabel yang pinter dongeng maupun bisnis berjejaring dan  Bung Aguk Darsono  pembina Paguyuban Gotong Royong 45, yang memberikan wejangan dan wawasan kepada para anggota tentang rambu-rambu organisasi, berbagai organisasi sayap dalam naungan komunitas seperti Asosiasi UMKM Sinergi Gotongroyong45,Koperasi Segoro45, JRKBB, Sanggar Merah Putih45 dan yang baru gabung Sedulur Terapis Blambangan,serta pentingnya menjaga hubungan dan silaturahmi antar anggota maupun keluarga besar..


Dalam sambutannya, Bung Aguk juga menyampaikan wacana bantuan pemerintah kepada Koperasi Gotong-royong 45, yang akan membantu usaha para anggota dengan memberikan pinjaman barang modal dengan bunga hanya 0,5% setahun. Namun yang terpenting adalah menjaga kerukunan di antara anggota dan memisahkan antara masalah pribadi dan organisasi.

Beginilah joged ala emak-emak

Tak ketinggalan, momen paling menghibur di acara tersebut adalah ketika Bunda Rehana dan Bunda Rina, emaknya Fendi Felani, salah seorang jago desain marketing di Banyuwangi, berjoged mengikuti musik yang berkumandang di area wisata Pantai Cemara. Semua emak-emak bergembira dan menikmati momen tersebut dengan penuh kebahagiaan.

Komunitas Gotongroyong45 buktikab kebersamaan dan keakraban tak mengenal usia. Semoga semakin banyak komunitas serupa yang terbentuk di berbagai daerah di Indonesia bisa merukunkan Indonesia yang bhinneka Tunggal Ika.  (Agus / Mas Gesa)

BEGINILAH SERUNYA KETIKA EMAK-EMAK BERKUMPUL

Siang itu di hari Jumat (28/4/2023), Pantai Cemara Banyuwangi menjadi saksi dari keseruan dan keakraban yang terjalin di antara segerombol emak-emak yang sedang berkumpul.

Dengan lagu koplo dan deburan ombak Selat Bali sebagai latar belakang, suasana semakin meriah dan mengundang gelak tawa serta saling ledek di antara para emak-emak yang rata-rata berusia melampaui setengah abad.

Tak hanya sekadar berkumpul, emak-emak yang tergabung dalam Komunitas Gerontologi Banyuwangi, di bawah naungan Paguyuban Gotong Royong 45, juga mengadakan acara halal bi halal. Acara tersebut dihadiri oleh Bung Aguk, seorang sesepuh dan pembina Paguyuban Gotong Royong 45, yang memberikan wejangan dan wawasan kepada para anggota tentang rambu-rambu organisasi serta pentingnya menjaga hubungan dan silaturahmi antar anggota.

 

Emak-emak yang sedang asik mendengar wejangan Bung Aguk

Dalam sambutannya, Bung Aguk juga menyampaikan wacana bantuan pemerintah kepada Koperasi Gotong-royong 45, yang akan membantu usaha para anggota dengan memberikan pinjaman barang modal dengan bunga hanya 0,5% setahun. Namun yang terpenting adalah menjaga kerukunan di antara anggota dan memisahkan antara masalah pribadi dan organisasi.

 

Tak ketinggalan, momen paling menghibur di acara tersebut adalah ketika Bunda Rehana dan Bunda Rina, emaknya Fendi Felani, salah seorang jago desain marketing di Banyuwangi, berjoged mengikuti musik koplo yang berkumandang di area wisata Pantai Cemara. Semua emak-emak bergembira dan menikmati momen tersebut dengan penuh kebahagiaan.

 

Beginilah ketika Bunda Rehana & Bunda Rina sedang berjoged

Komunitas Gerontologi Banyuwangi menjadi bukti bahwa kebersamaan dan keakraban tak mengenal usia.  Semoga semakin banyak komunitas serupa yang terbentuk di berbagai daerah di Indonesia. (mas gesa) 

 
Copyright © 2013. Warta Blambangan - Semua Hak Dilindungi
Template Modify by Blogger Tutorial
Proudly powered by Blogger