Banyuwangi (Warna Blambangan) Di bawah kegiatan peringatan Hari Amal Bakti (HAB) ke-80 Kementerian Agama Republik Indonesia, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi menyalakan obor literasi melalui Workshop Pentigraf—cerita pendek tiga paragraf—yang digelar secara hibrida, Selasa (26/12/2025). Aula MAN 3 Banyuwangi menjadi ruang temu luring, sementara layar-layar daring menghubungkan madrasah lain dalam satu tarikan napas yang sama: sastra sebagai jalan pembentukan karakter.
Membuka kegiatan, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Dr. Chaironi Hidayat, menegaskan bahwa pentigraf bukan sekadar latihan merangkai kata. Ia adalah disiplin batin—cara berpikir holistik yang memaksa penulis memahami persoalan secara utuh, lalu merumuskannya dengan ringkas, padat, dan bermakna. Dalam kependekan, karakter diuji; dalam kesederhanaan, kedalaman dituntut.
Ketua Panitia HAB ke-80 Kementerian Agama RI pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Dr. Fathurrahman, menyambut kegiatan ini dengan rasa syukur. Berlatar pengalaman jurnalistik yang tumbuh tanpa bangku pelatihan formal, ia melihat workshop ini sebagai ladang subur bagi tumbuhnya insan literasi yang andal dan berkarakter—sebuah ikhtiar yang kini bersemi di lingkungan Kemenag Banyuwangi, diinisiasi oleh Lentera Sastra.
Dua suara menguatkan ikhtiar itu. Dr. Nurul Lutfia Rohmah dari Lentera Sastra—Ketua HISKI Komisariat Banyuwangi—membentangkan lanskap teori dan kepekaan sastra. Sementara Syafaat, Ketua Lentera Sastra, menautkan teori dengan laku: peserta tidak berhenti pada pemahaman, melainkan melangkah ke praktik. Mereka menulis, berlomba, dan karya terbaiknya kelak dibukukan—menjadi jejak yang dapat dibaca waktu.
Pelaksanaan hibrida menjahit jarak: materi disampaikan luring di MAN 3 Banyuwangi dan daring bersama siswa MTs Nurul Iman, Desa Sukojati, Kecamatan Blimbingsari. Dari ruang ke ruang, dari layar ke layar, sastra bekerja sebagai jembatan—menumbuhkan budaya literasi, mengasah kreativitas, dan meneguhkan karakter peserta didik. Di tiga paragraf, Banyuwangi belajar merangkum dunia; di sastra, ia menemukan arah.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar