Pages

Home » » Ketegangan Semifinal MFQ ke XXXI Provinsi Jawa Timur

Ketegangan Semifinal MFQ ke XXXI Provinsi Jawa Timur

 Ketegangan Semifinal MFQ XXXI Jawa Timur

oleh.: Syafaat 

Pagi itu bukan sekadar pagi biasa, melainkan sebuah halaman kitab yang baru saja dibuka dengan hati yang berdebar. Di dalamnya tersimpan kisah empat regu yang akan bertanding pada Musabaqah Fahmil Qur’an. (MFQ), Salah satunya adalah regu putri dari Banyuwangi. Mereka duduk berfampingan dengan wajah tenang, seperti kuntum bunga yang mekar di antara seribu daun, tetapi dada mereka berdegup seperti pintu yang diketuk tanpa henti.

Ketika regu pertama—yang bukan dari Banyuwangi—menjawab sebuah soal, limpahan nilai 175 justru jatuh ke pangkuan regu putri kami. Sebuah anugerah yang tidak hanya berupa angka, melainkan semacam bisikan lembut dari langit. Nilai itu seakan berkata: “Aku hanya titipan. Rawatlah aku dengan syukur. Jangan pernah merasa ini milikmu sepenuhnya.”

Kemenangan, ternyata, sering datang dari jalan yang tidak pasti. Dari lemparan soal yang membuat peserta lain terguncang, dari kerikil kecil yang justru membuka pintu rezeki bagi yang lain. Hidup memang bergerak seperti itu: yang satu tergelincir, yang lain mendapat pijakan. Namun dalam setiap peristiwa, ada hikmah yang lebih besar ketimbang sekadar angka di papan skor.

Lalu ujian kecil itu datang, seperti cara Tuhan mengingatkan agar manusia tak terlalu hanyut dalam gembira. Saat giliran soal bahasa Inggris, sistem tiba-tiba error. Layar membeku, ruangan hening. Sesaat semua mata saling berpandangan, menunggu keputusan. Tetapi justru di dalam hening itu, lahirlah sesuatu yang lebih indah: dewan juri mengajak semua hadirin bershalawat.

Maka terdengar suara demi suara menyatu, mengalun pelan, lalu menguat, memenuhi ruangan. Shalawat itu berputar, naik ke langit, dan jatuh kembali sebagai ketenteraman. Tidak ada yang tahu berapa menit keheningan itu berlangsung. Waktu seolah berhenti, dan hanya doa yang terus bergerak. Pada akhirnya, soal bahasa Inggris dilewati begitu saja, memberi jalan kepada soal berikutnya.

Alhamdulillah, regu putri Banyuwangi tetap melangkah dengan nilai tertinggi. Mereka berhak menuju final. Ada rasa lega, bahagia, sekaligus syukur yang meluap-luap. Tetapi perjalanan belum selesai. Setelah Dzuhur, giliran regu putra akan bertanding. Kegembiraan bercampur cemas, seperti menunggu kabar baik dari kejauhan, seperti seorang ibu yang menunggu anaknya pulang.

Di sela-sela sebelum lomba berlangsung, saya berkata kepada para peserta: “Hubungilah ibumu. Mintalah doa darinya. Sebab doa yang paling tulus, paling jujur, dan paling lurus menuju langit, adalah doa seorang ibu untuk anaknya.” Mereka menunduk, beberapa langsung mengambil ponsel, mengirim pesan singkat atau menekan nomor. Saya tahu, dalam detik-detik itu, hati mereka kembali tenang.

Dan di situlah cinta dan agama bertemu: di antara doa seorang ibu yang tak pernah berhenti mendoakan, bahkan ketika anaknya sedang duduk di ruangan sunyi dengan kitab suci terbuka.

Jika perasaan ini dapat dilukiskan, barangkali tak ada garis yang cukup tegas untuk menggambarkannya. Ia lebih mirip riak air yang dipukul angin, gemetar, tapi indah. Bergetar, tapi tak pecah. Begitulah wajah-wajah peserta MTQ sore itu ketika semifinal berlangsung. Empat regu putra duduk berfampingan, dan nilai mereka nyaris bersisian, hanya terpaut dua puluh lima poin, tipis, rapuh, seperti jarak antara harap dan cemas.

Para pendamping kafilah pun tak kalah gelisah. Mereka yang sejak berbulan-bulan membina, mengajarkan, membimbing dengan sabar, kini hanya bisa duduk dengan dada berdebar. Ketika seorang peserta keliru menjawab, pembinanya menunduk, melafazkan astaghfirullahaladzim dengan suara yang hanya Allah mendengar. Tapi di sisi lain, pembina regu lawan tersenyum lega, bahkan kadang tepuk tangan pun tak tertahan.

Di situ terasa benar: betapa hidup selalu menakar dengan dua sisi, ada yang jatuh, ada yang bangkit. Ada yang dirundung musibah, ada yang beroleh rezeki. MTQ sore itu menjadi cermin kecil dari dunia: tidak semua bisa naik bersama. Ada yang harus berhenti, agar yang lain bisa melanjutkan. Ada yang harus rela, agar yang lain mendapat kesempatan.

Namun di menit-menit terakhir, keajaiban sederhana itu hadir. Regu putra Banyuwangi menjawab benar pertanyaan terakhir, menambah seratus poin, dan melampaui batas yang menentukan. Dari empat regu yang berjuang, hanya dua yang berhak ke final, dan Banyuwangi termasuk di dalamnya. Lebih dari itu, sejarah tercipta: regu putra dan putri sama-sama lolos ke babak final. Hal yang belum pernah terjadi sebelumnya di MTQ tingkat provinsi. 

Semua orang bergembira. Tapi kegembiraan ini bukan semata tentang juara. Mereka sadar, menjadi yang terbaik hanyalah tambahan. Yang utama adalah belajar mendekat kepada Al-Qur’an, merawat cintanya dengan suara, hafalan, dan pemahaman. Juara hanyalah bonus, sementara hadiah sejati adalah keberanian untuk duduk di hadapan kitab suci, mengucapkan ayat-ayatnya dengan penuh iman, dan belajar rendah hati di antara kemenangan maupun kekalahan.

Kita melihat bagaimana ayat-ayat Allah tidak hanya dibaca, tetapi juga hidup di dalam dada mereka. Kita menyaksikan bagaimana anak-anak muda itu belajar bahwa kemenangan sejati bukanlah saat nama mereka disebut di podium, melainkan saat mereka mampu menjaga Al-Qur’an tetap bercahaya dalam kehidupan sehari-hari.

Di situlah cinta dan religi menyatu. Bahwa setiap debar bukan semata tentang kalah atau menang, melainkan tentang kesadaran bahwa hidup, sebagaimana musabaqah ini, selalu berjalan di antara dua ayat: ujian dan rahmat. Yang satu menuntun agar kita sabar, yang lain menuntun agar kita bersyukur.

Dan mungkin, jika hati kita cukup jernih untuk membaca, kita akan sadar bahwa hidup kita pun tak ubahnya musabaqah panjang. Pertanyaan-pertanyaan akan datang, kadang mudah, kadang sulit, bahkan kadang membuat sistem kita error. Namun selalu ada shalawat, selalu ada doa ibu, selalu ada cahaya yang turun diam-diam dari langit untuk menenangkan hati. Sampai akhirnya kita pun akan berdiri di panggung akhir, menunggu pengumuman yang

 hanya Allah yang tahu hasilnya.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jaga kesopanan dalam komentar

 
Copyright © 2013. Warta Blambangan - Semua Hak Dilindungi
Template Modify by Blogger Tutorial
Proudly powered by Blogger