Selamat Datang di Warta Blambangan

Pages

Home » » Secangkir Kopi untuk Murur

Secangkir Kopi untuk Murur

 Secangkir Kopi untuk Murur



Sebenarnya hari sudah terlalu malam, itu dapat kita lihat dari jam yang ada di Handphone yang kita pegang, maklumlah di dalam hotel dengan lampu yang tak pernah mati dan aliran air conditioner (AC) yang selalu menawarkan kesejukan berbanding terbalik dengan kondisi di luar ruangan siang hari dengan panas menyengat, tanpa suara adzan yang dapat kita dengan dari bibir toa masjid dan mushalla seperti di Indonesia, di dalam ruangan berhari-hari kita bisa lupa waktu dan hari. Bahkan sudah berapa lama kita disini juga harus menghitung kembali, seakan waktu berjalan begitu cepat di malam hari, kita barusaja menyelesaikan sholat isya berjamaah, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, padahal pekerjaan menginput data jamaah haji yang diikutkan murur masih banyak, itupun belum kita seleksi karena kapasitas yang terbatas.

Rasanya mata tak akan sanggup diajak kompromi jika tak disertai dengan ngopi, ngobrol dengan dua ibu cantik dan energik juga tak dapat membantu mengurangi rasa lelah.


Kita harus menginput data satu demi satu jamaah murur beserta pendampingnya, beruntung Ning Wida membawa tablet, sehingga kita tidak perlu ngetik melalui layar kecil Handphone 93 nama yang kita usulkan, belum lagi nomor paspor yang harus kita lihat satu demi satu dari aplikasi petugas haji milik ketua kloter. 

Biasanya perempuan yang menyajikan kopi untuk kaum laki-laki, dan itu hanya kebiasaan yang belum tentu menjadi hukum kebiasaan yang tidak boleh dilanggar, toh tidak sedikit barista laki-laki yang handal menyajikan kopi, sebab sajian kopi bukan hanya sekedar bubuk kopi diberi cairan air panas saja, tetapi juga harus diperhitungkan komposisi, meskipun banyak yang menyajikan kopi apa adanya dan dianggap hal biasa.

Mungkin diantara kami bertiga yang memang saya laki-laki yang pernah belajar menyajikan kopi dengan takaran timbangan, tetapi disini tidak ada timbangan untuk barista, semuanya hanya dikira-kira saja, dan saya harus mencobanya.

Lantai M, tepatnya diatas Ground yang berfungsi sebagai loby adalah restauran yang dapat kita gunakan untuk ngopi-ngopi, ada satu ruangan yang digunakan sebagai pos kesehatan, dan di depan pos kesehatan itulah ada banyak meja makan yang biasa digunakan untuk sekedar ngobrol, makan-makan atau kegiatan lainnya.

Ada pantry yang dapat kita gunakan meramubteh maupun kopi, meskipun seringkali kopinya bawa sendiri, namun tetap saja kami bersyukur sebab Bilal Hotel yang kita tempati lebih representatif dibandingkan dengan yang lain.

Saya bertindak sebagai barista untuk membuat tiga cangkir kopi yang akan kita nikmati bersama, dua teman terbaikku, Ning Wida dan Mbak Deny saya ajak menikmati kopi yang saya bawa tanpa tambahan gula, karena saya sudah terbiasa minum kopi tanpa tambahan gula, agar rasa kopi benar-benar terasa.

Kita harus mengerjakan bersama, dengan mengingat data lengkap jamaah hanya ada di aplikasi ketua kloter, yang memang menjadi penanggung jawab semua pelaksanaan perhajian dalam satu kloter, karenanya sebuah keniscayaan jika ketua kloter harus hadir di setiap kegiatan.

Saya melihat wajah Ning Wida yang merupakan dokter kloter tersebut tersembunyi rasa lelah yang terbungkus kecantikan perempuan santri yang penuh dedikasi, dia yang menginput data satu demi satu, saya dan Mbak Deny yang mendikte dan mencari data pada aplikasi, suara mbak Deny yang selalu ceria membuat kita tak sanggup mengantuk mesti sudah mendekati tengah malam, sudah tidak ada lalu lalang orang kecuali kita bertiga yang menginput data.

Sesekali kita menikmati kopi dari cangkir kertas sekali pakai, saya selalu memperhatikan aura dua perempuan cantik ini ketika menikmati kopi, tersebab saya yakin bahwa keduanya belum terbiasa menikmati kopi tanpa gula.

Data harus kita input satu demi satu, kita diskusikan yang perlu di diskusikan, meskipun saya lebih banyak menikmati kopi daripada menikmati keseriusan wajah keduanya ketika beradu data, karena mereka berdua yang lebih faham daripada saya yang sering hanya mengiyakan saja.

Sesekali saya melihat data rencana perjalanan Armuzna pada layar Handphone, merancang apa yang harus dipersiapkan dengan kondisi jamaah yang seperti ini, kadang nggak nyambung ketika diajak bicara dengan kedua perempuan cantik ini selain melihat ketangguhan mereka dalam bekerja, karena pikiran saya masih terbelenggu dengan rencana perjalanan Armuzna yang hanya ada di angsn-sngan saja, karena hanya tinggal beberapa hari closing date, dan kita belum melakukan survei terhadap Arofah dan Mina.


Makkah, 07-06-2024

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jaga kesopanan dalam komentar

 
Support : Copyright © 2020. Warta Blambangan - Semua Hak Dilindungi
Modifiksi Template Warta Blambangan
Proudly powered by Syafaat Masuk Blog