Langsung ke konten utama

Cegah Kawin Anak Jadi Bahasan Utama DRPPA


Banyuwangi (Warta Blambangan) 
Diskusi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) bersama OPD terkait yang akan dipimpin Oleh Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Sosial dan Budaya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Eko Novi di Ruang rapat Mas Alit Pemerintah Kabupaten Banyuwagi, Jumat (21/07/2023), membahas tentang DRPPA.

Program DRPPA memiliki 10 indikator isu kesetaraan yang harus diselesaikan, termasuk implementasi kebijakan desa yang ramah perempuan dan anak, pembiayaan desa untuk pemberdayaan perempuan, pengasuhan / pendidikan bagi ibu dan keluarga, dan tidak ada kekerasan serta perkawinan usia bagi perempuan dan anak.

DRPPA adalah desa/kelurahan yang berperspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan, yang dilakukan  secara terencana, menyeluruh, berkelanjutan, sesuai dengan visi pembangunan Indonesia” kata Eko

Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Banyuwangi Henik Setyorini menyampaikan bahwa tantangan saat ini bagi orang tua berbeda dengan masalalu, hal ini dengan mengingat perkembangan tehnologi yang belum tentu dapat diikuti oleh orang tua, namun anak-anak telah dapat mengakses informasi tersebut, yang belum tentu anak-anak dapat memfilter secara benar.

Masalah perkawinan anak menjadi bahasan utama dalam kegiatan tersebut, hal ini terkait masih tingginya angka perkawinan anak di Kabupaten Banyuwangi.

“trend perkawinan anak sebenarnya semakin tahun semakin menurun, namun kita dapat mengupayakan mengupayakan hingga seminim mungkin” kata Henik.

Mewakili Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi Syafaat dari Seksi Bimbingan Masyarakat Islam menyampaikan bahwa perkawinan anak merupakan problem yang harus diwaspadai bersama, terutama perkawinan anak dari akibat pergaulan bebas.

“KUA Kecamatan selalu menolak jika ada pengajuan perkawinan yang usianya kurang dari 19 tahun, mereka kemudian mengajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan dispensasi” kata Syafaat.

Lebih lanjut Syafaat menyampaikan bahwa Kementerian Agama telah melakukan beberapa langkah strategis untuk menekan adanya perkawinan anak ini dengan cara memberikan edukasi kepada anak-anak untuk menghindari pergaulan bebas yang akan merugikan masa depan mereka.

“yang perlu dilakukan adalah penyadaran kepada usia baligh anak-anak agar terhindar dari perbuatan seks bebas” kata Syafaat.

Sebab menurut Syafaat, esensi dari pencegahan perkawinan anak adalah pencegahan seks usia anak, yang mengakibatkan anak-anak tersebut mengajukan permohonan perkawinan.

“jika permohonan dispensasi ini ditolak, maka mereka akan memilih untuk melakukan perkawinan dibawah tangan yang juga akan mengakibatkan problem yang lebih rumit dikemudian hari” kata Syafaat.

Namun demikian peserta diskusi optimis bahwa dengan kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama ini setidaknya akan mengurangi perkawinan anak yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...