Langsung ke konten utama

Paradox of candy di masa pandemi

 Paradox of candy di masa pandemi

Oleh : Rohimah

Banyak diantara kita  seakan terjebak pada system, menganggap pendidikan hanya dilakukan di sekolah, kewajiban memberikan pengajaran dan pembelajaran merupakan murni tugas seorang guru. Meskipun digaungkan pendidikan merdeka, namun masih saja tertanam bahwa tanpa tatap muka dianggap tidak ada pembelajaran. Tek heran jika dimasa pandemi  covid-10 sekarang ini, banyak emak emak yang mengeluh karena merasa terbebani dengan tugas


“tambahan megajari para putra putrinya. Banyak juga yang harus mengerjakan tugas anak anaknya karena sang anak juga merasa bahwa sekoah hanya dilakukan di gedung sekolah, mereka ada yang merasa masa pandemi merupakan libur panjang baginya.

Pembelajaran yang dilakukan secara daring dengan menggunakan piranti Handphone merupakan beban tersendiri bagi orang tua, terlebih bagi orang tua yang mempunyai anak sekolah lebih dari satu dan dari keluarga kurang mampu. Perangkat elektronik yang idealnya dalam genggaman anak ketika usia menginjak diatas 10 tahun tersebut, harus digenggang hampir setiap saat oleh mereka yang sedang melaksanakan tugas pendidikan, sehingga merupakan sebuah dilema ketika dalam satu keluarga hanya ada satu handphone yang support untu kegiatan daring dan harus digunakan untuk seluruh keluarga, itupun belum termasuk paket data yang harus disediakannya.

Bayang bayang ketergantungan anak terhadap Handphone juga harus diwaspadai oleh orang tua, terlebih bagi mereka yang masih usia pra sekolah, dan pendidikan dasar, karena meskipun piranti penghubung pembelajaran tersebut sangat dibutuhkan, namun jika penggunaannya tidak terkontrol, akan berdampak buruh terhadap perkembangan mental dan sosialnya. Karenanya peran orang tua yang sebenanya juga mempunyai kewajiban untuk mendidik putra putrinya sangat diperlukan dalam pendampingan pembelajaran secara daring.

Learning From Home atau pembelajaran jarak jauh yang dilakukan dirumah juga merupakan momen bagi orang tua untuk lebih dekat terhadap anak anaknya. Pembiasaan pembelajaran yang dilakukan disekolah ketika pembelajaran tatap muka yang kemudian dilanjutkan dengan pembelajaran LFH tersebut merupakan modal agar pembiasaan tersebut berlanjut dalam lingkungan keluarga, baik pembiasaan pembelajaran, adap sopan santun, peribadatan maupun kecakapan hidup dan dimensi social lainnya.

Pembelajaran jaka jauh bukan hanya beban bagi orang tua, namun juga beban bagi para guru, karena bagaimanapun seorang guru tidak ingin peserta didiknya tidak mendapatkan pendidikan secara maksimal, para guru juga tidak dapate memberikan penilaian secara obyektif terhadap perkembangan pembelajaran siswanya. Hal ini juga membutuhkan kreatifitas para guru untuk mengembangkan potensi diri agar dapat memberikan pembelajaran secara daring yang dapat dan mudah dimengerti oleh peserta didiknya, karena peserta didik tidak akan mudah mengerti jika guru hanya memberikan instruksi melalui suara maupun kata kata.

Penguasaan aplikasi pendukung oleh guru dalam pembelajaran sangat diperlukan agar dapat menyampaikan informasi materi kepada peserta didik. Guru bukan hanya dituntut dapat menerangkan materi pelajaran sebagaimana pembelajaran tatap muka dimana sang guru menerangkan didepan kelas dan dengan mudah diikuti dan dipahami oleh peserta didiknya, dapat berinteraksi secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar, dapat saling bertanya dengan materi yang diajarkannya. Dengan pembelajaran online, guru dituntut untuk membuat presentsi yang mudah difahami oleh peserta didiknya, baik dalam bentuk video powerpoint maupun video video lainnya yang dapat ditangkap oleh peserta didik. Begitu juga dengan system penilaian yang juga dilakukan secara online, para guru dituntut dapat membuat soal soal tersebut secara online.

Guru yang tadinya melakukan pembelajaran secara manual, dalam Learning From Home ini dituntut untuk menguasai tehnologi. Mereka tidak dapat melakukan pembelajaran dengan baik tanpa penguasaan ilmu yang mendukung pembelajaran online. Beban berat bagi para guru yang sama sekali tidak menguasai tehnologi ini, beberapa diantaranya harus meminta bantuan orang lain untuk pembuatan presentasi maupun video agar dapat disampaikan kepada peserta didiknya. Mau nggak mau meraka harus belajar tehnologi, karena tidak mungkin terus menerus meminta bantuan orang lain, apalagi sesame guru yang juga sibuk dengan kegiatan masing masing.

Kreatifitas penggunaan tehnologi juga dilakukan oleh para peserta didik, video video kreasi dari siswa banyak banyak bertebaran di media sosial. Begitu juga dengan kegiatan ekonomi baru yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan media digital, pembatasan komunikasi secara langsung dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan jual beli produk banyak dilakukan secara online. Beberapa produk dan pekerjaan baru seperti penyediaan peralatan pencegahan covid-19 dan lain lain, meskipun tidak sedikit sumber ekonomi yang berkurang bahkan mati.

Tidak adanya pembelajaran di sekolah juga mengurangi omset penjualan bagi para pedagang yang biasanya mangkal didekat sekolah. Beberapa diantaranya masih bisa bertahan, namun tidak sedikit yang harus banting stir mencari enghasilan dari sektor lain untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya, karena dengan tidak adanya pembelajaran disekolah tersebut sangat berdampak pada pedapatan bagi mereka yang hidupnya tergantung pada bidang jasa yang berhubungan secara langsung denga keberadaan anak anak sekolah.

Pandemi Covid-19 ibarat paradox of candy, bagi mereka yang kreatif dapat menangkap peluang untuk mengembangkan kemampuan dan mendapatkan peluang penghasilan, namun bagi mereka yang pasif dan cenderung pasrah akan tergilas dan terseret jauh dalam keterpurukan dan ketertinggalan. Karenanya tidak ada jalan lain dalam menghadapi pandemi covid-19 ini selain mengasah kreatifitas dan selau menangkap peluang untuk bangkit maupun sekedar bertahan.


Penulis adalah guru MIN 1 Banyuwangi.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...