Langsung ke konten utama

Jangan Ambyarkan Fitrah Anakmu

 

Jangan Ambyarkan Fitrah Anakmu

ACHMAD NADZIR

Guru MIN 1 Banyuwangi

 

            Pendidikan berperan dalam mengaktifkan fitrah yang telah ada. Dalam tumbuh kembangnya, fitrah manusia dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar dirinya. Pada buku Fitrah Base Education,  Ustdadz Harry Santosa menjelaskan, ada delapan aspek fitrah yang dimiliki manusia. Apa saja aspek fitrah tersebut? Satu diantaranya ialah belajar dan bernalar. Coba amati diri dan di sekitar kita. Anak seorang petani bisa menjadi dokter, guru, akuntan, dan sebagainya. Itu bentuk bukti, bahwa fitrah anak tidak ada kaitannya dengan keturunan. Fitrah akan tumbuh dan berkembang sesuai kadar penciptaannya melalui sebuah proses. Fitrah (potensi) dapat diaktualisasi dalam sebuah proses yaitu pendidikan, baik di rumah, sekolah, dan masyarakat.


            Kita sering berucap dan mendengar kata fitrah. Dalam sebuah haditsnya, Nabi SAW bersabda, "Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka ibu bapaknya yang menjadikan agamanya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” Lantas apakah fitrah itu akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya? Itulah pertanyaan yang sering muncul dalam benak kita, sebagai manusia. Sehingga lahirlah banyak pemikiran tentang fitrah yang dimiliki manusia.

            Manusia terlahir dengan fitrah (potensi) masing-masing. Allah SWT telah menetapkan potensi diri setiap manusia, sesuai kadar penciptaanya. Kadar potensi itu tercipta dan melekat pada diri anak tanpa ada campur tangan dari siapapun, termasuk orang tuanya. Apakah lantas fitrah yang ada dibuat menjadi ambyar?

            Islam memandang bahwa fitrah adalah benih potensi. Benih kebaikan yang dibawa manusia sejak terlahir ke dunia. Fitrah berhubungan dengan hal penciptaan (bawaan) sesuatu sebagai bagian dari potensi yang dimiliki. Namun, fitrah bukanlah putih polos bagai kertas putih tanpa isi. Ia merupakan seperangkat potensi yang Allah SWT tanamkan pada setiap manusia yang terlahir, dan membutuhkan sebuah proses lebih lanjut untuk mengembangkannya. Bahkan fitrah adalah keyakinan akan adanya Tuhan.

           Manusia dilahirkan dengan segala fitrahnya. Seorang bayi yang baru lahir tidak mengetahui keseluruhan dan bagian-bagian dari sesuatu. Ketika ia memiliki konsep tersebut, lalu diterapkan pada sesuatu yang lain, maka saat itu juga ia dapat memutuskan, tanpa adanya dalil, guru, atau eksperimen, bahwa keseluruhan lebih besar dari bagian-bagiannya.

            Menurut kajian psikologi, fitrah adalah sesuatu yang netral pada jiwa atau sesuai kata hati dan tidak terikat oleh keinginan atau kepentingan duniawi, berlapang dada, tenteram, dan tenang. Fitrah hanya punya satu tujuan, yaitu selalu ingin kembali kepada Tuhan penciptanya. Fitrah merupakan kesadaran tentang benar dan salah. Manusia mempunyai potensi dasar beragama yang tidak dapat diubah. Ambillah contoh dari kisah Nabi Nuh AS, bagaimanapun ia seorang Nabi dan Rasul, tetap tidak dapat merubah Kan’an anaknya untuk menerima apa yang dirisalahkan oleh ayahnya. Kan’an durhaka, ia tidak beriman kepada Allah SWT, sebagaimana yang disyariatkan oleh Nabi Nuh AS kepada umatnya.

            Nabi Ibrahim AS, ayahnya adalah seorang pemahat patung terkenal yang meyakininya sebagai Tuhan. Setiap hari Ibrahim kecil disuguhi kehidupan yang di dalamnya mengajarkan bahwa patung-patung buatan ayahnya adalah Tuhan. Ketika menginjak dewasa, apa yang semula Nabi Ibrahim yakini dan ikuti memudar. Ibrahim mulai merasakan keraguan akan wujud Tuhan, dalam tanyanya, apa mungkin Tuhan dibuat oleh makhluk ciptaanya. Ada kalanya iya menganggap bahwa matahari adalah Tuhan, namun ketika terbenam Ibrahimpun meragukan. Saat bertemu dan melihat api, iya menganggap api adalah tuhan, namun kembali pada akhirnya Ibrahim meragukan keyakinannya. Hingga pada akhirnya iya meyakini, bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang sesungguhnya.

            Setiap manusia sudah dilengkapi dengan kemampuan untuk mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang melekat sejak dia dilahirkan. Kemampuan itu disebut akal. Untuk itu manusia sering disebut sebagai makhluk yang dapat berpikir (animal educandum). Melalui akalnya manusia akan memahami realitas hidup, memahami diri, serta apa yang ada di sekitarnya. Potensi-potensi yang ada perlu untuk diaktifkan, agar manusia bisa hidup harmonis dan dapat mempertanggungjawabkan atas segala potensi yang telah mereka gunakan.

            Lantas bagaimana mengaktifkan potensi-potensi (fitrah) yang melekat pada manusia? Ialah berinteraksi dengan lingkungan, terutama keluarga. Manusia adalah makhluk yang dapat berpikir, merasa, bertindak dan berkembang. Manusia dapat berpikir tentang masa lalu, saat ini, dan saat yang akan datang. Masa lalu dijadikannya renungan (intropeksi), saat ini menjadi pemacu untuk meraih cita-cita dan harapan masa datang. Oleh karenanya manusia dapat berkembang sesuai dengan lingkungan dan pengetahuannya.

            Untuk mengembangkan fitrah yang dimilikinya, diperlukan sebuah usaha sitematik dan kesinambungan. Pendidikan menjadi jalan terbaik untuk mengembangkan fitrah manusia. Melalui pendidikan, manusia dibimbing dan diarahkan menuju pencapaian pengembangan yang maksimal. Pendidikan yang dimulai sejak manusia dilahirkan, hingga ajal menjemput. Mala fitrah manusia akan berkembang secara menyeluruh dan bergerak secara mekanis menuju ke satu tujuan yaitu menjadi khalifah dan hamba yang mampu beribadah kepada Tuhannya dengan baik.

            Aspek-aspek fitrah bersifat dinamis dan responsif terhadap pengaruh lingkungan, termasuk proses pendidikan. Aspek tersebut meliputi bakat, insting, nafsu, karakter, keturunan, dan intuisi. Dengan aspek fitrah yang ada, manusia bisa mengembangkan dirinya menjadi lebih baik. Manusia merupakan makhluk pilihan Allah SWT yang mengemban tugas ganda, yaitu sebagai khalifah dan hamba. Sebagai khalifah, manusia berkewajiban menjaga dan memelihara alam, dan dengan menjadi hamba manusia mengabdikan dirinya kepada Allah SWT sang pemilik alam dan kehidupan.

            Pendidikan bentuk upaya untuk mengembangkan fitrah manusia. Manusia wajib berusaha untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi maksimal. Usaha terbaik adalah dengan jalan pendidikan. Melalui pendidikan, pembentukan karakter dan intelektualisasi dibentuk untuk aktualisasi diri manusia sebagai khalifah di muka bumi. Pendidikan adalah jalan terbaik untuk memaksimalkan fitrah yang ada pada anak-anak. Kenalkan mereka pada Tuhannya, karena itu tujuan penciptaannya. Manusia dicipta hanya untuk menyembah dan mengadi pada Tuhannya. Oleh karenanya, didiklah mereka dengan sebaik-baik pendidikan sesuai dengan fitrah mereka.

 

Banyuwangi, 11 September 2020



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...