Banyuwangi, (Warta Blambangan) Di tengah aroma tanah kenangan Lemahbangdewo yang akrab dengan kenangan masa kecil, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, H. Suratno, S.Pd., M.M., membuka peluncuran buku puisi berbahasa osing karya Drs. Ir. Jaenuri NZ., M.Pd., bertajuk Guritan Sangang Puluh Sanga (99). Acara berlangsung hangat di LKP TBM ELIT Rogojampi, dihadiri para guru, seniman, dan tokoh kebudayaan Using Banyuwangi.
Suasana menjadi syahdu ketika Suratno secara spontan membacakan puisi berjudul Guru dalam Undharasa Using. Dengan kefasihan yang mengalir alami, ia mendapat tepuk tangan panjang dari audiensi. “Saya tumbuh di Lemahbangdewo, diasuh Mbah Cilik. Masa kecil saya penuh dialek osing. Maka ketika membaca puisi osing, saya seperti pulang,” ujarnya dengan mata berkaca.b
Dalam sambutannya, Kadispendik menegaskan bahwa karya Jaenuri bukan sekadar buku puisi, tetapi juga “peluru kultural” dalam perjuangan agar Bahasa osing diakui sebagai bahasa yang berdiri sendiri, bukan sekadar dialek Jawa seperti tertulis dalam regulasi provinsi. Ia meminta K3S dan MGMP Bahasa osing menjadikan buku ini sebagai referensi bahan ajar. “Anak-anak osing harus bisa membaca puisinya sendiri,” tegasnya.
Peluncuran buku ditandai dengan penandatanganan banner bergambar sampul karya. Di sisi lain, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Taufik Rachman, M.Si., memuji konsistensi Jaenuri yang setiap ulang tahun selalu menerbitkan buku tunggal—tanpa antologi gabungan. “Karya ini bagian dari nguri-nguri pesan leluhur. Ia menulis bukan karena tren, tapi karena panggilan darah osing-nya,” tutur Taufik, seraya berharap buku tersebut kelak mendapat penghargaan Bupati pada Hari Jadi Banyuwangi.
Jaenuri, yang dikenal sebagai penulis lintas profesi, guru, dosen, dan pegiat komunitas—menyebut buku 99 ini sebagai kado untuk dunia pendidikan Banyuwangi. Ia ingin di era digital yang kian deras, anak-anak muda tidak tercerabut dari akar bahasanya. Buku ini tidak dijual, melainkan akan disumbangkan ke perpustakaan sekolah. “Biarlah nanti, empat atau lima tahun mendatang, buku ini hidup di format e-book Dinas Perpustakaan,” ucap kakek dari Arjun, Tribuana, Panjalu, dan Jayabaya ini.
Hadir pula Ketua Kiling Using, Aekanu Haryono, yang mengaku gembira karena “pecut semangat” yang dulu ia berikan membuahkan karya besar. “Prof Nuri,” sapanya akrab, “adalah contoh penulis yang mau ngopi jauh demi silaturahmi dan menulis tanpa henti.”
Ketua Lentera Sastra Banyuwangi, Syafaat, menambahkan bahwa karya semacam ini perlu terus hidup. “Meski masih ada perdebatan tentang status Bahasa Osing—bahasa atau dialek—kita perlu mengapresiasi setiap upaya pelestarian bahasa lokal melalui karya sastra. Banyuwangi butuh lebih banyak puisi seperti ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Blambangan, Drs. Hasan Basri, menilai Jaenuri membawa semangat “Ksatria Satrian”—nekat, teguh, dan percaya bahwa sastra bisa menjadi wujud keberanian spiritual.
Apresiasi juga datang dari Ketua MGMP Bahasa osing SMP, Yeti Chotimah, S.Pd., M.Art., dan Ketua Komunitas Kopiwangi, Andi Budi Setiawan, S.Pd., yang menilai karya ini mampu menyalakan semangat literasi di kalangan guru dan siswa. Buku yang dieditori Rhiza E. Purwanto, M.A., dan telah ber-ISBN 978-634-7376-19-0 ini pun menjadi simbol bahwa sastra osing bukan sekadar nostalgia, melainkan gerakan kultural yang hidup dan terus menulis sejarahnya sendiri.
(Bung Aguk/AM/JN-SW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar