Langsung ke konten utama

FGD Kampung Moderasi Beragama Karangrejo Dorong Harmoni Tanpa Diskriminasi

Banyuwangi (Bimas Islam) Aula atas Hoo Tong Bio Karangrejo menjadi tempat terselenggaranya Focus Group Discussion (FGD) Kampung Moderasi Beragama yang digelar Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, Jumat (22/08/2025). Kepala seksi bimbingan masyarakat Islam H Mastur menyampaikan bahwa Kegiatan ini bertujuan memperkuat harmoni dan meneguhkan ruang aman tanpa diskriminasi bagi seluruh pemeluk agama. 


Acara dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi yang diwakili oleh Kepala Subbagian Tata Usaha, H. Moh. Jali, M.Pd.I. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa semua umat beragama harus mendapat ruang aman dalam mengekspresikan identitasnya dengan nyaman. “Sebarkan harmoni untuk Indonesia. Menteri Agama telah menggagas kurikulum cinta, ukhuwah Islamiyah, serta membangun kebersamaan bangsa agar negeri ini selalu dipenuhi berkah,” ujarnya.

FGD menghadirkan beragam tokoh lintas agama. Dari Penyelenggara Hindu, Okson Wibawa menyampaikan bahwa Kampung Moderasi akan bermanfaat besar agar kerumunan konflik tidak muncul, bahkan bisa menjadi teladan bagi daerah lain. Ia menekankan ajaran Hindu “Kamu adalah aku dan aku adalah kamu” sebagai dasar persaudaraan.

Perwakilan Kristen, Pendeta Amati Zendrato, menuturkan bahwa pembangunan gereja di Kelurahan Karangrejo tidak menemui kendala meski masyarakat mayoritas beragama Islam. “Ini bukti nyata moderasi telah berjalan baik. Kami juga mengusulkan agar moderasi beragama diintegrasikan dalam pendidikan sekolah, agar tidak ada lagi  bullying kepada anak karena agama ” ujarnya.

Dari unsur Katolik, tokoh bernama Anies Komaireng memberikan masukan agar jabatan penyelenggara Katolik segera diisi pejabat definitif yang beragama Katolik. “Yang paling paham tentang Katolik tentu orang Katolik sendiri, sehingga pelayanan bisa lebih optimal,” katanya.

Sementara itu, penyuluh agama Buddha, Saryono, mengapresiasi tinggi kegiatan ini. Menurutnya, moderasi beragama merupakan wujud nyata persiapan umat manusia menuju harmoni. Ia menegaskan dalam ajaran Buddha ada larangan keras untuk membunuh makhluk hidup, yang sejalan dengan semangat perdamaian.

Camat Banyuwangi, H. Hartono, M.Si, berharap kegiatan serupa tidak hanya berhenti di Karangrejo, namun diperluas ke wilayah lain. “Moderasi harus menyentuh masyarakat lebih luas agar benar-benar menjadi budaya bersama,” ujarnya.

Dalam forum, Ketua Pulma, Samsul Huda, juga menyinggung soal penggunaan pengeras suara di masjid dan mushola. Ia mengingatkan agar peraturan Menteri Agama tentang tata cara penggunaan pengeras suara dipatuhi dengan bijak. “Pemerintah kecamatan juga diharapkan ikut mengawasi agar pelaksanaannya tidak menimbulkan gesekan,” katanya.

FGD ditutup dengan kesepahaman bahwa moderasi beragama adalah tanggung jawab bersama, lintas agama, dan lintas sektor. Dengan begitu, Karangrejo diharapkan menjadi contoh nyata harmoni kehidupan beragama yang aman, damai, dan penuh toleransi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...