Langsung ke konten utama

Pameran Seni Rupa Hari Jadi Banyuwangi ke-253 "Banyu Kening" dan Parade Puisi

Banyuwangi, (Warta Blambangan) Pameran seni rupa dalam rangka memperingati Hari Jadi Banyuwangi yang ke-253 dengan tema “Banyu Kening” dibuka pada 30 November 2024 di Gedung Juang Banyuwangi. Pameran ini diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Belambangan dan berlangsung hingga 7 Desember 2024, menampilkan berbagai karya seni rupa lukisan yang mengangkat kearifan lokal dan kekayaan budaya Banyuwangi. Salah satu acara yang menarik perhatian adalah parade puisi yang digelar pada 1 Desember 2024, yang melibatkan berbagai komunitas dan penyair dari berbagai latar belakang.



Pada parade puisi ini, komunitas Lentera Sastra Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi turut serta dengan membacakan sejumlah puisi yang menggugah. Selain puisi berbahasa Indonesia, terdapat pula puisi-puisi yang dibacakan dalam bahasa Osing, bahasa khas masyarakat Banyuwangi. Pembacaan puisi dalam bahasa Osing ini memberikan sentuhan lokal yang khas, serta memperkaya nuansa budaya dalam acara tersebut.


Siswa dari MI Darunnajah II Tukangkayu menjadi salah satu yang tampil dengan puisi berbahasa Osing. Keberanian mereka untuk melestarikan bahasa daerah melalui seni puisi mendapat sambutan hangat dari penonton. Selain itu, beberapa kepala madrasah juga turut membacakan puisi dalam bahasa Osing, di antaranya Kepala MTsN 2 Banyuwangi, Uswatun Hasanah, dan Kepala MTsN 12 Banyuwangi, Herny Nilawati. Para penyair ini mengangkat berbagai tema yang mendalam, mulai dari kehidupan sehari-hari hingga refleksi terhadap budaya Banyuwangi dari alumni Jamboree Sastra Asia Tenggara (JSAT).


Dalam kesempatan ini, salah satu karya puisi yang dibacakan adalah puisi berjudul “Banyu Kening” yang merupakan karya Ketua Lentera Sastra Banyuwangi, dibacakan Nikmatur Rosyidah, Guru SDN Rogojampi. Puisi ini menggambarkan kehidupan masyarakat Banyuwangi yang penuh makna dan kedalaman, serta menggugah para pendengarnya untuk lebih menghargai nilai-nilai kehidupan, lingkungan sekitar dan kondisi sosial yang di tuangkan dalam lukisan 


Tidak hanya siswa dan para guru, penampilan Mahasiswa Universitas 17 Agustus (Untag) Banyuwangi juga memeriahkan parade puisi ini. Mereka membacakan puisi yang dikemas dengan cara yang kreatif, termasuk penampilan yang menggabungkan puisi dengan pantomim, yang semakin menyentuh hati para penonton. Salah satu kelompok pembaca puisi yang juga menarik perhatian adalah Sinar Lintang dari Banyuwangi, yang menghadirkan pertunjukan puisi dengan iringan pantomim, memberikan dimensi baru dalam apresiasi terhadap seni puisi.


Selain itu, Lulu Anwariah, guru MTsN 4 Banyuwangi, turut membacakan puisi karya  Syafaat berjudul “Banyu Kening Satu Desember” yang khusus dibuat untuk memperingati Hari AIDS Sedunia. Puisi ini membawa pesan penting tentang kesadaran terhadap penyakit HIV/AIDS dan pentingnya solidaritas untuk melawan stigma terhadap penderita penyakit tersebut. Bahwa orang yang berpenyakit tidak harus dikucilkan, bisa jadi mereka adalah orang baik-baik yang tidak pernah melakukan maksiat tetapi tertular. Karya ini mendapat sambutan hangat dan menjadi salah satu titik kulminasi acara.


Sugiono, sebagai panitia penyelenggara dari Dewan Kesenian Belambangan, mengucapkan terima kasih atas partisipasi semua penyair yang terlibat. Menurutnya, acara parade puisi ini bukan hanya sekadar pertunjukan seni, tetapi juga menjadi ajang untuk memperkenalkan dan melestarikan budaya Banyuwangi, khususnya bahasa Osing yang kaya akan nilai sejarah. Sugiono juga menyampaikan bahwa acara ini menunjukkan betapa pentingnya keberagaman dalam berkarya, terutama dalam bidang sastra.


Di tengah acara, Aekanu Haryono, seorang pemerhati budaya Banyuwangi, turut memberikan apresiasi terhadap kualitas dan keberagaman tampilan para penyair. Ia menilai bahwa acara ini tidak hanya memperkaya khasanah sastra, tetapi juga menjadi sarana untuk mempererat hubungan antara generasi muda dan budaya daerah. Menurut Aekanu, keberagaman bahasa yang digunakan dalam puisi kali ini sangat penting dalam menjaga kelestarian bahasa daerah yang semakin tergerus oleh globalisasi.


Syafaat, membacakan beberapa puisi karyanya, termasuk puisi berjudul “Memandang Wajahmu dalam Lukisan”. Puisi ini menceritakan tentang makna mendalam yang dapat ditemukan dalam setiap goresan seni rupa, serta hubungan antara karya seni dan emosi manusia dengan Tuhan.

Pembacaan puisi ini memberikan sentuhan yang berbeda dan menambah nilai estetika dalam acara parade puisi.


Kegiatan parade puisi ini menjadi salah satu highlights dalam rangkaian acara Pameran Seni Rupa Hari Jadi Banyuwangi ke-253. Kehadiran masyarakat yang memadati Gedung Juang Banyuwangi menunjukkan antusiasme yang besar terhadap seni dan budaya lokal. Dengan adanya acara seperti ini, diharapkan seni sastra, khususnya puisi dalam bahasa Osing, dapat terus berkembang dan diterima dengan baik oleh generasi muda Banyuwangi.


Pameran seni rupa dan parade puisi ini tidak hanya menjadi media untuk mengenalkan karya seni, tetapi juga sebagai sarana untuk mempererat rasa cinta terhadap budaya lokal dan meningkatkan apresiasi terhadap kekayaan budaya Banyuwangi. (Team)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...