Selamat Datang di Warta Blambangan

Pages

Home » » Ayah, Ibu, Sarung Kotak-Kotak, dan Indonesia

Ayah, Ibu, Sarung Kotak-Kotak, dan Indonesia

 “Ayah, Ibu, Sarung Kotak-Kotak, dan Indonesia”

Oleh : Dardiri


Seorang wanita setengah baya,

Ibu namanya,

Menunjuk ke langit timur,

Apakah Papua benar-benar ingin merdeka?,

Langit baratpun menjawab,

Semenanjung utara Andalas masih Indonesia,

Dari utara terdengar kabar,

Miangas masih berasas, 

Pancasila namanya,


Seorang laki-laki setengah baya,

Ayah namanya,

Telunjuknya melambai angin laut,

Membawa berita menyeringai kabut,

Bahwa kerajaan besar Laut Selatan,

Masih berbendera Getih Getah dan Gula Kelapa,

Langit-langit di atas Nusantara,

Masih dalam jelajah garuda bersayap terbuka,

Mata air di bawah rimba belantara,

Masih berlinang tumpah darah Bhineka Tunggal Ika,


Sarung kotak-kotak biru tua,

Tergantung di jemuran kawat,

Masih berlumur lembab mukanya,

Karena hujan menghadangnya sejak pagi masih belum sepenuhnya menuntaskan hasrat,


Sarung kotak-kotak biru tua,

Bergambar bola dunia,

Di dalamnya,

Tercetak deretan pulau dan selat merapat penuh kerabat,

Tanjung dan teluk dengan sampan-sampan nelayan,

Gunung dan ngarai merimbun padang gemilang, 

Kerikil dan pasir mendesir silih berganti,

Danau dan telaga sewangi asap setanggi,

Sungai dan selokan dengan bau tanah,

Lenguh kerbau dan kokok ayam jago memerah pagi,

Jingkrak kuda dan gonggong anjing memperanakkan hari,

Bising tukar tawar pegadaian keringat anak negeri,


Ibu,

Jari telunjukmu yang agung,

Menunjuk puncak Singgalang, Merapi, Agung, Rinjani, Bukit Raya, Soputan, Binaiya, Puncak Jaya dan Mandala,

Ayah,

Lambaian tanganmu yang berwibawa,

Menepuk aliran Musi, Bengawan Solo, Kapuas, Lariang, Ayung, Wae Nuwa, Sapalewa, dan Mamberamo,


Ayah,

Ibu,

Di bahumu sering terdengar,

Nyanyian padu suara menyeru, 

“Padamu Negeri Kami Berbakti”,

“Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami”,


Kami mungkin lupa menyanyikannya bersama-sama lagi,

Kami mungkin tidak lagi mengingatnya sepenuh hati,

Tetapi,

Kami berteriak,

Kami merangkak,

Kami mengumpat,

Kami bersyahadat,

Kami bermartabat,

Kami ramai-ramai mengajukan syarat,

Kami mengerat musim-musim berkarat,


Kami luruh bersimpuh,

Kami tersungkur melebur,

Kami tumpah merebah,


Di atas tanah Indonesia,

Di kecipak air Indonesia,

Di desau angin Indonesia,

Di bara api Indonesia,


Ayah,

Ibu,

Jari telunjuk dan telapak tanganmulah yang memapah kami dan menunjukkan getirnya pagi,

Seru kalianlah yang mengajarkan kami jeramnya malam,

Nina bobok kalianlah yang mendidik kami tentang teduhnya udara,

Bisik lembut bibirmulah yang memperkenalkan pertama kali tentang Tuhan,

Di rumah besar bertuliskan “Pancasila”,


Kukenakan sarung kotak-kotak biru tua,

Bergambar bola dunia,

Bercetak deretan pulau dan selat merapat penuh kerabat,

Merangkum nama ibu bagi nyawa,

Merekam gelar ayah bagi raga,


Dalam sarung kotak-kotak biru tua,

Bergambar bola dunia,

Bercetak deretan pulau dan selat merapat penuh kerabat,

Kita disekat garis dan warna tidak serupa,

Kami dilipat cetak dan gambar berbeda,


Tetapi kami,

Tak ingin terkoyak oleh kotak-kotak tidak bernyawa,

Tak ingin terporak-poranda karena sebutan nama,


Kami tak ingin sekedar merdeka,


Yang kami inginkan,

Hanyalah,


“INDONESIA”,-



(K G P H : 14 Februari 2021) di

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jaga kesopanan dalam komentar

 
Support : Copyright © 2020. Warta Blambangan - Semua Hak Dilindungi
Modifiksi Template Warta Blambangan
Proudly powered by Syafaat Masuk Blog