Langsung ke konten utama

Kunang-Kunang

 “Kunang-Kunang”

Oleh : Dardiri

Belum lagi kering,

Gundukan tanah dengan dua batang kayu penanda di atasnya,

“kembang puring” yang ditancapkan di kanan-kirinya juga masih menguning,


Kunang-kunang,


Membawanya ke jalan setapak,

Lalu berbelok dan lurus ke jalan besar,

Melewati pematang panjang,

Melalui tanah lapang,

Melewati semak belukar,

Melewati sungai dan jembatan,


Berpapasan dengan tetangga dan saudara,

Yang berjalan dengan wajah sedih dan sedikit tak percaya,

Wajah dan suara yang sangat dikenalnya, 

Yang hampir setiap hari bercengkerama,

Tentang ide gila dan berita tiba-tiba,

Dipanggilinya seperti seolah tak terjadi apa-apa,

Diam saja,

Apakah tak lagi ada yang mengenalinya?


Kunang-kunang,


Terus membawanya ke sebuah gang,

Lalu terhenti di depan sebuah rumah sedikit megah,

Ramai, tetapi bukan oleh canda gurau seperti biasa,

Lampu-lampu yang biasanya sebagian saja,

Malam itu dinyalakan semua, 

Terang sekali,

Karena baru sebulan lalu ia yang memperbaikinya sendiri,

Karpet berwarna biru yang digelar di ruang tamu,

Tampak baru saja ditinggalkan puluhan orang dengan sisa lusuh dan kepulan asap rokok yang masih berseliweran,


Laki-laki berusia delapan tahun kira-kira,

Berlarian kesana kemari seolah mencari mainan yang tak kunjung ditemukan,

Wanita berusia tiga puluh lima,

Duduk saja di beranda belakang yang masih dipenuhi tetangga,

Anak dan istrinya,

Tidak pula menjawab salam yang sedari tadi diucapakannya,

 Sambut dan cium hangat selayaknya rutinitas saban hari kepulangannya,

Juga sirna begitu saja,


Sedikit tertegun,

Karena memang tidak tahu, kepada siapa ia melempar tanya,


Kunang-kunang,


Membawanya kembali keluar dari rumah,

Menuju gang,

Terus ke jalan besar,

Melaju ke jalan setapak,

Melewati sungai dan jembatan,

Melewati semak belukar,

Melalui tanah lapang,

Melewati pematang panjang,


Lalu hinggap di dahan “kembang puring” yang masih menguning,

Di atas gundukan tanah dengan dua batang kayu penanda yang masih basah,


Lemaslah ia,

Melihat tubuhnya sendiri,

Terbaring di dalamnya,-


(K G P H : 22 Januari 2021)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...