Langsung ke konten utama

Kecil-kecil Jadi Manten

 Kecil Kecil Jadi Manten

Oleh : Sunarto

Undang-undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menaikkan usia minimal kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Salah satu pertimbangan perubahan usia tersebut, Undang-undang  No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa seseorang berusia di bawah 18 tahun masuk kategori anak. Karena itu, Undang-undang Perkawinan harus disinkronkan dengan Undang-undang Perlindungan Anak dan diberlakukan sama usia perkawinan laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, usia kawin perempuan dan laki-laki sama-sama 19 tahun. Meskipun demikian dalam perundang undangan tersebut tidak menutup kemugkinan dalam kondisi tertentu dapat dilaksanakan perkawinan dilaksanakan dengan usia dibawah 19 tahun dengan dispensasi dari Pengadilan. Menyikapi penaikan usia itu, Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan MA No. 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin pada 20 November 2019. Untuk calon mempelai beragama Islam, permohonan dispensasi diajukan kepada pengadilan agama sedangkan yang beragama selain Islam di pengadilan negeri. 

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) atau Pendewasaan Usia Nikah dalam kegiatan pendewasaan Remaja Usia Nikah (PRUN) maupun Pembinaan Pranikah Remaja Usia Sekolah (PPRUS) yang diselenggarakan Kementerian Agama merupakan upaya untuk meningkatkan usia perkawinan, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan setidak tidaknya sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu calon suami maupun isteri berusia minimal 19 tahun, dengan tujuan usia minimal ideal yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) bukan sekedar menunda sampai usia tertentu saja tetapi mengusahakan agar kehamilan pertamapun terjadi pada usia yang cukup dewasa. Bahkan harus diusahakan apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka penundaan kehamilan anak pertama harus dilakukan. Dalam istilah Komunikasi dan Edukasi (KIE) disebut sebagai anjuran untuk mengubah bulan madu menjadi tahun madu. 

Pendewasaan usia perkawinan merupakan bagian dari program Keluarga Berencana Nasional. Program PUP memberikan dampak pada peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR). Tujuan program pendewasaan usia perkawinan adalah Memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Tujuan Pendewasaan usia perkawinan (PUP) seperti ini berimplikasi pada perlunya peningkatan usia kawin yang lebih dewasa.

Tugas berat PUP merupakan tugas bersama Kementerian maupun Lembaga yang harus didukung oleh semua elemen, inti dari pendewasaan usia perkawinan adalah pendewasaan dalam hubungan biologis, dan bukan sekedar pendewasaan pendewasaan perkawinan maupun pendewasaan pencatatan perkawinan. Hal ini perlu disadari agar para remaja tidak salah langkah dalam pergaulan hidup bersama dengan tetap mengedepankan etika dan nilai nilai agama, sehingga terhindar dari perkawinan dibawah umur ataupun perkawinan akibat keterpaksaan.

Pernikahan dibawah umur masih saja terjadi dengan alasan terlanjur harus dinikahkan (menurut orang tuanya akibat malu karena dianggap aib jika ada orang memounyai anak sebelum menikah), sehingga yang bersangkutan terpaksa putus sekolah dan mengajukan dispensasi ke Pengadilan. Hal ini dilakukan dengan mengingat usia calon mempelai tersebut bagi perempuan kurang dari 19 tahun atau kadang calon suami yang mengakibatkan putusnya sekolah kurang dari 19 tahun. Meskipun usia tersebut saat ini bukan usia yang ideal untuk membentuk keluarga, namun mudlorot yang timbul jika pernikahan ditunda juga tidak semakin ringan, meski pasangan yang relatif sangat muda ini sangat rentan terjadi perceraian.

Peran orang tua dalam pendewasaan Usia Perkawinan sangat diperlukan dengan mengingat seharusnya orang tua menjadi orang yang paling dekat secara emosiaonal terhadap anak anaknya, namun pada kenyataannya tidak sedikit anak anak yang enggan berbagi masalah dengan orang tuanya, terlebih dengan adanya internet dan media sosial yang mengakibatkan jarak emosional antara anak dan orang tua semakin jauh. Salah satu penyebab adanya pernikahan dini adalah akibat penggunaan tehnologi dan media sosial yang tidak bertanggung jawab.

Perlunya pendewasaan usia peerkawinan ini dimaksudkan agar pasangan suami iosteri benar benar siap menjadi orang tua, sehingga pernikahan akan dilakukan oleh pasangan yang benar benar siap untuk melaksanakan kewajiban sebagai orang tua, yaitu laki laki berusia minimal 25 tahun serta perempuan berusia minimal 20 tahun, serta menghindari pernikahan pada usia yang terlalu tua karena tingkat perceraian tinggi salah satunya banyak diakibatkan adanya  pasangan yang tidak hidup dalam satu rumah dan terpisah dengan waktu yang relatif lama, baik salah satunya bekerja diluar negeri maupun diluar pulau karena masalah ekonomi, hal ini disamping mengakibatkan keretakan dalam rumah tangga, juga mengakibatkan terbengkalainya pendidikan pada anak dari akibat tidak adanya salah satu atau kedua orang tua.

Pendwasaan Usia Perkawinan sebagaimana semangat peerubahan usia minimal untuk menikan dari 16 tahun menjadi 19 tahun tersebut agar terhindar istilah kecil kecil jadi manten, anak anak menikmati dengan sungguh sungguh masa anak anak dan remaja dan tidak terbebani dengan urusan rumah tangga akibat pernikahan yang dilakukan dimasa mereeka seharusnya masih dalam tahap pencarian jati diri dan pendidikan. Dengan mengingat kematangan emosional dalam berumah tangga sangat diperlukan, karena hal ini sangat berdampak pada tingkat perkembangan anak anak yang lahir dari perkawinan tersebut.


Penulis Kepala KUA Kecamatan Tegaldlimo




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...