Banyuwangi (Warta Blambangan) “Pojok Cinta” Banyuwangi, Cerita Indah Menjaga Masa Depan Anak
Banyuwangi – Rabu pagi yang cerah, 18 Juni 2025, halaman SMPN 3 Banyuwangi terasa lebih hangat dari biasanya. Bukan hanya karena matahari yang mulai meninggi, tetapi karena semangat kolektif yang mengalir dari wajah-wajah yang hadir. Di sinilah, tahapan akhir Verifikasi Lapangan Penilaian Pencegahan Perkawinan Anak (PPA Award) Provinsi Jawa Timur berlangsung—sebuah penilaian yang lebih dari sekadar angka dan data, melainkan tentang masa depan anak-anak kita.
Tepat pukul sembilan pagi, Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, tiba di lokasi. Disambut hangat oleh kepala sekolah, para guru, dan siswa-siswi yang tergabung dalam duta perlindungan anak, Ipuk segera menyampaikan sambutan yang menyentuh hati.
“Pencegahan perkawinan anak bukan hanya urusan pemerintah. Ini adalah tanggung jawab kita semua—orang tua, guru, tokoh agama, aparat hukum, bahkan teman sebaya,” ujarnya lantang. “Anak-anak kita harus tumbuh, bermimpi, dan mengejar cita-cita, bukan menjadi pengantin di usia sekolah.”
Di antara barisan inovasi yang dipresentasikan, satu hal yang paling menarik perhatian adalah program “Pojok Cinta” dari Kementerian Agama. Bukan sekadar nama manis, Pojok Cerita Indah tentang Kita ini menjadi strategi preventif yang diterapkan di seluruh Kantor Urusan Agama (KUA) tingkat kecamatan di Banyuwangi.
Caranya sederhana namun efektif. Setiap pasangan muda yang datang untuk mendaftar nikah—terutama yang usianya belum cukup secara hukum—akan diarahkan ke “pojok” ini. Di sana, mereka tidak langsung ditolak atau dihakimi. Sebaliknya, mereka diajak duduk, diajak bicara dari hati ke hati. Para penyuluh agama dan petugas KUA memberikan edukasi tentang risiko medis, psikologis, dan sosial dari pernikahan dini. Mereka dipersilakan membayangkan kembali, apakah ini benar-benar waktu yang tepat untuk menikah? Banyak di antara mereka, setelah berbincang di pojok cinta ini, memutuskan untuk mengurungkan niatnya. Tak jadi melanjutkan proses dispensasi ke pengadilan.
Inovasi ini bukan semata strategi birokrasi, melainkan ekspresi kasih sayang negara kepada anak-anaknya. Sebuah intervensi lembut yang jauh dari kesan menggurui, tetapi memberi ruang refleksi.
Tak hanya Kementerian Agama, dukungan lintas sektor turut mewarnai acara ini. Hadir Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, Kepala Kankemenag Banyuwangi Dr. H. Chaironi Hidayat, serta Ketua Pengadilan Agama. Kehadiran mereka bukan sekadar simbolis, tapi nyata memperkuat bangunan kolaboratif yang selama ini dijalin untuk melindungi anak.
Di tengah acara, dilakukan penandatanganan Kesepakatan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak. Suatu bentuk ikrar yang tidak hanya mengikat secara administratif, tetapi juga moral. Tak kalah menggugah adalah peluncuran gerakan “Gadis Tangguh”, sebuah kampanye yang memberi energi baru bagi remaja putri untuk berani berkata tidak pada tekanan menikah dini, dan berkata ya pada impian-impian mereka.
Isi deklarasi bersama hari itu tegas: menolak segala bentuk praktik perkawinan anak, memperluas edukasi ke masyarakat, mengaktifkan peran sekolah, keluarga, dan komunitas, serta menyediakan layanan dukungan seperti konseling dan advokasi hukum bagi anak yang rentan.
Suasana menjadi semakin bersemangat ketika perwakilan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Dr. Tri Wahyu Liswati, M.Pd., menyampaikan apresiasinya. Ia menilai Banyuwangi sebagai salah satu dari lima kabupaten terbaik dalam inovasi pencegahan perkawinan anak di Jawa Timur.
“Kami mencatat dengan rinci praktik-praktik baik di daerah ini. Tapi lebih penting dari itu adalah keberlanjutan. Banyuwangi sudah punya fondasi. Tinggal bagaimana menjaganya tetap menyala,” katanya, disambut tepuk tangan.
Tri Wahyu kemudian menyoroti isu yang kerap luput: praktik dispensasi kawin di pengadilan. Ia menyebutnya sebagai celah hukum yang masih harus ditutup dengan pendekatan persuasif, bukan represif. “Pelaminan bukan tempat bermain,” tegasnya di akhir sambutan. Kalimat yang sederhana, namun terasa menampar kesadaran bersama.
Kegiatan ini tak hanya meninggalkan dokumentasi dan tandatangan, melainkan juga tekad yang menyala. Bagi Banyuwangi, PPA Award bukanlah tujuan akhir. Ia adalah pengingat bahwa kerja menjaga anak-anak dari risiko pernikahan dini adalah pekerjaan panjang—yang harus dikerjakan dengan hati, satu pojok cinta demi satu masa depan yang selamat.
Dan di pojok-pojok kecil yang tenang itulah, cerita indah tentang cinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar