Langsung ke konten utama

Meningalnya Petugas Haji Indonesia

 Makkah (Warta Blambangan)MENINGGALNYA Ibu Suswati binti Sholeh Plered, salah satu petugas haji Indonesia menyisakan keprihatinan mendalam bagi sesama petugas haji.



Mungkin saya adalah orang pertama yang menyampaikan berita duka ini kepada suami Almarhumah, KH. M. Jadul Maula, pengasuh Pesantren Kalioapa Yogyakarta.


Info pertama kali saya dapat, justru dari ujung telpon istri saya di Surabaya. Dia menelpon sambil menangis keras dan memberi khabar dari Khadijah sepupunya, yang kebetulan adalah teman satu kamar Almarhumah selama bertugas melayani jamaah haji di Makkah Sektor 7.


Istri saya bercerita bahwa Mba Sus (demikian panggilan akrab Almarhumah) barusan meninggal setelah pingsan usai lontar jumroh Aqobah. Saya diminta Khadijah untuk menghubungi suaminya, karena HP Almarhumah ber-password.


Untungnya, saya menyimpan nomor Kiai Jadul yang pernah singgah di rumah saya bersama Almarhumah Mba Sus, usai menghadiri pengukuhan guru besar UINSA Zumrotul Mukaffa, teman sesama alumni pesantren Tambakberas.


Jujur, saya menyesal, mengapa saya menjadi orang pertama yang memberi khabar duka itu. Di ujung HP terdengar jelas isakan tangis keluarga Almarhumah.


Saya ikut shock, membayangkan bagaimana kalau saya berada di posisi seorang suami yang mendengar istrinya wafat di luar dugaan. Pantas saja, istri saya menangis histeris ketika menyampaikan sahabat satu pondoknya itu wafat.


Setelah memberi kabar sedih itu, saya tetap mencari tahu bagaimana kondisi terkini Mba Sus. Ketika itu, saya berharap Mba Sus hanya pingsan panjang karena kelelahan.


Ternyata berita wafat itu benar 100 persen. Ibu Novia yang membersamai Almarhumah ketika lontar jumroh di Jamarat (tempat lontar jumroh) dari Maktab 52 menegaskan bahwa temannya, ibu Fikri sedang membawa jenazah Almarhumah ke Rumah Sakit. Ibu Heni Faizah (PHU Tangerang Selatan) pun membalas chat saya : “Waalaikum salam. Maaf pak, saya belum bisa kasih info karena masih di jalan ke rumah sakit. Terjebak macet total”.


Pupus sudah harapan, ternyata Mba Sus benar-benar wafat bi husnil khatimah. Ya, Almarhumah wafat setelah sempurna lontar jumroh Aqobah, sebuah laku ibadah haji yang kemudian membolehkan pelakunya untuk tahalul awal. Bagi jemaah laki sudah boleh ganti kostum berjahit, dan kembali boleh memakai wewangian tubuh atau pakaian dan seterusnya bagi jemaah haji.


Almarhumah tuntas sempurna menunaikan ritual haji setelah wuquf di padang Arofah, bersambung mabit di Muzdalifah, lanjut ke Mina untuk lontar jumroh. Saatnya, Almarhumah menggunakan aroma wanginya langsung di syurga. Tidak ada balasna dari haji mabrur, kecuali dimasukkannya ke syurga (Alhadits).


Kesaksian bahwa Almarhumah layak mendapatkan surga karena kebaikannya, saya baca dari Wapri Khadijah, orang terdekatnya selama bertugas di Makkah:

“Saya seminggu ini kerja intens dengan bu Sus di sektor 7, bagian konsumsi. Dari hari pertama saya sudah membatin bahwa beliau ini orangnya baik hati sekali.

Saya bersaksi Ibu Suswati orang yang baik.”


Kesaksian istri saya pun disampaikan melalui status WA-nya: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un..

salah satu sahabat terbaik kami, Mba Suswati sholeh (ketua pondok 1989-1991) wafat bi husnil khatimah baru saja usai jamarat di Mina – Makkah.


Saya bersaksi, selama berteman di Tambakberas Jombang sampai dengan keberangkatan beliau tugas ke tanah suci, beliau orang baik, dan pasti di tempatkan bersama orang-orang yang baik, kekasih kekasih Allah SWT, dan Rasulullah SAW di syurga. الفاتحه

Sebagai petugas haji tentu saya punya akses untuk memburu informasi bagaimana kronologis wafatnya Mba Sus. Apalagi di jam yang sama, saya pun sedang berada di Jamarat, mendampingi jemaah Kloter 95 Embarkasih Surabaya.


Menurut informasi ibu Novia, Mba Sus juga berangkat sama persis dengan jam keberangkatan saya ke jamarat, pukul 06.00 waktu Makkah.


Dugaan saya pertama adalah Mba Sus sangat kelelahan. Malam sebelum berangkat ke jamarat, semua jemaah haji baru selesai melakukan perjalanan malam nan melelahkan.


Mereka bergerak mulai Maghrib diantar mabit ke Muzdalifah. Tepat di atas jam duabelas malam, mereka dijemput Bus untuk bergeser ke Mina. Kloter saya tiba di Mina menjelang adzan Shubuh.


Setelah itu, banyak jemaah ingin mensegerakan sempurna haji dengan melontar Jumroh. Maka terjadilah volume kepadatan manusia menuju Jamarat. Apalagi mereka pada belum sarapan. Kalaupun sarapan, paling hanya roti atau kue atau buah, sisa dari Wuquf Arofah.


Kedua, Mba Sus pasti mengalami stres berat menghadapi medan perjalanan berputar putar karena rekayasa lalu lintas menghindari penumpukan jemaah oleh polisi setempat.


Jam pagi seperti itu ternyata dimanfaatkan sama oleh seluruh jemaah haji dunia demi menghindari panas terik siang. Apalagi bagi Petugas, tentu lebih lincah bergerak jika sudah bertahallul, atau tuntas berhaji tahap pertama.


Ketiga, sikap arogansi polisi di Mina membuat stres jemaah makin meningkat. Bayangkan, beberapa kali saya dapati jemaah haji yang kelelahan di pinggir jalan diobrak untuk segera berjalan.

Pewarta: Syarif Thiyib


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...