Langsung ke konten utama

Senyum Yang Tak Senyum.

 Senyum Yang Tak Senyum.

Oleh (Trya Nur Annisa).


Sakit, sebagian orang akan memilih mengeluh bahkan menangis di depan orang lain saat merasakannya namun sebagian orang lagi akan memilih menyimpan untuk dirinya sendiri. Rasa sakit, entah itu fisik ataupun batin setiap orang pasti pernah mengalaminya. Rasa sakit dapat merubah sifat bahkan kepribadian seseorang. Setiap orang punya hak nya masing-masing untuk mengeluh atau bahkan memendamnya sendiri. Banyak orang yang memilih menyimpannya sendiri dengan berbagai alasan yang ada. Mereka menyimpan ‘luka' itu sendiri dan menikmati rasa sakit dari luka mereka. Senyum yang mereka rekahkan bukan berarti menandakan mereka baik-baik saja. Senyum itu menyimpan beribu makna dibaliknya. Senyum itu sering kali disebut senyum yang tak senyum.

Seseorang yang menyimpan lukanya sendiri bukan berarti mereka tidak punya tempat untuk berkeluh kesah, bukan berarti mereka tidak punya orang yang mereka percaya, bukan selalu mereka seorang yang introvert. Kadang mereka berfikir hanya Tuhan lah yang bisa mengerti keadaan mereka saat mereka merasakan sakit itu. Mereka memiliki banyak topeng dalam kehidupan sehari-harinya, mereka berkata baik-baik saja tapi tidak dengan kenyataannya. Hatinya menjerit pilu, batinnya meraung keras, dan otaknya mengeluh lelah. Mereka pandai menyimpan rasa sakit itu di depan orang lain bahkan keluarganya sendiri.

Senyum, mereka beranggapan bahwa tidak ada gunanya menceritakan rasa sakit mereka dan lebih suka menunjukkan senyum palsu yang dapat menenangkan orang disekitarnya. Seringkali mereka lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Mereka mencarikan jalan keluar bagi masalah orang lain akan tetapi mereka terjebak dalam labirin masalah mereka sendiri. Mereka tidak dapat keluar dan hanya dapat menyimpan dan menyelesaikannya sendirian. Jalan pikir mereka tidak dapat ditebak oleh orang lain bahkan perasaan mereka pun orang lain tidak ada yang mengerti.

Mengapa? Mengapa mereka lebih suka menyimpannya sendirian? Apa mereka tidak percaya orang lain? Tidak, mereka lebih suka menyimpannya sendirian karena mereka tidak mau menyusahkan orang lain dan bahkan melibatkan orang lain dalam masalahnya. Mereka bukan tidak percaya orang lain, mereka lebih nyaman memendamnya dan menyelesaikan semuanya sendirian. Dunia mereka kelam namun mereka membawa warna bagi kehidupan orang lain. Hidup mereka terperosot dalam lubang yang dalam namun mereka lebih mendahulukan menyelamatkan hidup orang lain.

Mereka lebih suka melihat orang disekitarnya bahagia akan tetapi hatinya menjerit pilu dan memberontak ingin merasakan kebahagiaan itu. Bukan, hidup mereka bukan berarti sedih terus-menerus, adakalanya mereka benar-benar merasakan bahagia tanpa ada unsur kepalsuan dalam senyumannya. Orang lain menganggap hidup mereka enak dan selalu bahagia. Kadang mereka tersenyum disaat hati mereka menangis dan meraung keras, senyum itu tampak tulus dan alami dari luar. Betapa hebatnya mereka menyembunyikan luka itu sendiri.

Luka itu entah disebabkan oleh teman, pasangan atau bahkan keluarga mereka sendiri. Mereka seringkali berkata baik-baik saja saat ditanya kenapa, mereka seringkali berkata percaya saat mereka mengetahui bahwa mereka telah dibohongi, mereka selalu tersenyum namun terkadang mata mereka tidak bisa berbohong lagi. Senyum dan kata-kata mereka dapat menenangkan orang lain namun tidak untuk dirinya sendiri. Mereka mempunyai perasaan yang lembut namun terkadang ada saja orang yang kurang ajar merusak perasaan mereka. Bahkan terkadang orang yang kurang ajar itu berasal dari orang terdekat mereka.

Disaat mereka bertanya ‘mengapa?’ dan orang tersebut berusaha mengelak dan bahkan berbohong mereka pura-pura percaya dan tersenyum dengan begitu indah. Namun tidak dengan hatinya yang merasa kecewa akan jawaban yang mereka peroleh. Sesulit itukah berkata jujur? Sesulit itukah menjelaskan yang sebenarnya? Benar, memang tak ada yang bisa mengerti dirinya selain Tuhan mereka lah yang mengerti.

Kebohongan yang mereka terima terdengar indah di telinga mereka namun tidak dengan hatinya yang menjerit pilu meminta kebenaran. Mereka tidak sebodoh yang orang lain kira, mereka juga punya yang namanya akal disaat mereka lebih banyak menggunakan hati mereka. Sakit, itulah yang mereka rasakan saat memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk alasan orang yang mereka percaya berbohong pada mereka. Mereka seringkali mencari tau kebenaran yang sesungguhnya bahkan disaat mereka yakin bahwa kebenaran yang akan mereka terima bisa membuat hati mereka terluka. Ya, mereka seringkali terluka namun tidak ada yang tau karena bibir itu selalu tersenyum dengan begitu indah seakan tak ada beban yang mereka pikul.

Bibir itu merekahkan senyum yang begitu indah namun jika mereka melihat lebih dalam senyum itu tak dapat disebut dengan senyuman yang sesungguhnya. Jika bibir mereka tersenyum menyembunyikan luka maka lihatlah mata mereka yang tidak dapat berbohong itu. Mereka sehat secara fisik tapi tidak dengan hati mereka. Hati itu telah menerima banyak luka yang amat sangat menyakitkan, bahkan disaat luka yang lama belum berhasil disembuhkan ada saja yang menorehkan luka baru atau bahkan membuka luka lama, entah itu oleh orang yang baru atau bahkan orang yang seringkali menorehkan luka disana. Miris bukan? Ya, tapi mereka menyimpan luka itu sendiri dan mengobatinya secara perlahan.


Senyum itu terukir dengan sempurna, namun hati mereka bertambah sakit disaat itu juga. Sebenarnya mereka hanya butuh dimengerti, namun lagi-lagi orang yang disekitar mereka tampak egois atau bahkan hati mereka sendiri yang egois untuk memilih tidak bercerita namun ingin dimengerti. Terkadang mereka bingung untuk bercerita dari mana dan bagaimana karena memang serumit itu untuk menceritakan masalah mereka. Mereka tampak egois dari luar namun lagi-lagi mereka dengan alasan tidak mau menambah beban pikiran orang lain mereka lebih memilih menyembunyikannya. Ya, mereka memang sulit untuk dimengerti.

Tidak ada salahnya dengan menyembunyikan luka, namun mereka juga berhak untuk berkata pada orang disekitarnya saat mereka amat sangat terpuruk. Mengeluh tidak membuatmu tampak buruk, mengeluhlah saat kau merasa tak kuat dengan keadaan yang kau jalani saat ini. Menjadi mereka yang seringkali menyembunyikan luka bukanlah hal yang mudah dan bukanlah hal yang menyenangkan. Hargai mereka yang memilih membuka suara akan lukanya bahkan kepada mereka yang lebih memilih merahasiakannya. Bukan hal yang mudah bagi mereka untuk menceritakan masalah mereka, jadi tolong jadilah pendengar yang baik disaat kau tidak punya solusi untuk masalah mereka. Terkadang mereka yang memilih menyembunyikan masalah mereka disebabkan oleh orang yang tidak dapat menghargai cerita mereka. So, jadilah pendengar yang baik bagi orang lain. 

Pesan yang dapat saya sampaikan adalah hargai cerita orang lain, dengarkan disaat mereka berkeluh kesah dan jangan malah membandingkannya dengan masalah kalian. Hargai orang lain jika kalian ingin dihargai juga. Dan belajarlah mengerti orang lain disaat kalian ingin dimengerti. Jangan jadi orang yang egois dan semaunya sendiri. Kalian hidup bersosial dan membutuhkan orang lain, jadi hargailah mereka. Dan untuk mereka yang memilih menyembunyikan luka, semoga tetap kuat dan jangan sungkan untuk menceritakannya kepada orang terdekat. Ingat, mengeluh tidak membuatmu tampak buruk, akan tetapi jangan terlalu sering mengeluh karena setiap orang selalu punya masalahnya masing-masing.

(Ditulis oleh siswi kelas XI Mipa MAN 3 Banyuwangi)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...