Langsung ke konten utama

Tradisi Gotong Royong Suku Using Menghadapi Pandemi Covid-19


Tradisi Gotong Royong Suku Using Menghadapi Pandemi Covid-19
Oleh : Tria Aini Wulandari, S.Pd
Tradisi gotong royong dan kebersamaan masyarakat suku using sangat terlihat dari bentuk ruah dan kedekatannya dengan tetangga, sehingga diwilayah ujung timur Pulau Jawa yang berjuluk The Sunrise Of Java ini, terutama di perdesaan, kita mudah membedakan apakah dalam lingkungan tersebut dihuni suku using atau bukan. Jarak rumah yang cenderung berhimpitan meski berada di perdesaan, menjadi salah satu ciri khas masyarakat suku using, dimana falsafah “mangan sing mangan hang penting ngumpul” masih tetap dilestarikan dalam kehidupan sehari hari sebagai salah satu bentuk rasa kekeluargaan dan gotong royong dalam masyarakat.
Pola pemukiman masyarakat Suku Using memiliki karakteristik tersendiri. Hal ini dipengaruhi oleh sejarah terbentuknya sebuah perkampungan, sistem kekerabatan, kegiatan sosial budaya, dan topografi . Sejarah terbentuknya perkampungan menjadi salah satu pertimbangan dalam pembentukan pola pemukiman. Perencanaan pembangunan perkampungan  diawali dari para buyut yang membuka hutan untuk perkampungan. Meletakkan perkampungan padat penduduk dengan dikelilingi persawahan, memudahkan masyarakat untuk saling membantu satu sama lainnya.
Dalam menghadapi pandemi coronaviruse Disease (Covid-19), warga secara sukarela meminjamkan rumah sebagai tempat karantina bagi perantau, warga yang tidak memberi tempatpun bergotong royong menyediakan kebutuhan pokok bagi warga yang melakukan karantina, terlebih dalam satu wilayah perkampungan suku using biasanya masih terikat kekerabatan, sehingga rasa peduli tersebut semakin nyata sebagai salah satu wujud saling membantu untuk mewujutkan tujuan bersama, yakni menangkal kemungkinan penularan covid-19.

Rasa kemanusiaan dan gotong royong bukan hanya diwujudkan dalam pelaksanaan karantina warga saja, tetapi juga ketika warga kesulitan dalam mendapatkan kecukupan kebutuhan hidupnya dari akibat tersendatnya roda perekonomian, dimana dengan falsafah tidak makan yang penting kumpul, bukan berarti mengabaikan kebutuhan makanan dan mementingkan berkumpul dengan kerabat, namun lebih ditekankan pada gotong royong dan saling membantu ketika kerabatnya tertimpa kesusahan. Dengan berkumpulnya satu kesatuan kerabat dalam satu lingkungan akan memudahan saling membantu segala kesulitan yang dihadapi.
Prinsip kekeluargaan dan gotong royong dalam kehidupan berbangsa dan bernegara nampak dalam kehidupan sosial bermasyarakat, sosial, politik dan ekonomi ; Nilai nilai Ketuhanan, kemanusiaan, rasa persatuan, musyawarah untuk mufakat dan keadilan sosial merupakan inti dari nilai nilai Pancasila yang mendasari sifat gotong royong dalam kehidupan bernegara, nilai nilai tersebut berkembang di masyarakat yang telah menyatu dalam adat dan kebiasaan di masyarakat.
Tanpa harus diberi penataran tentang nilai-nilai Pancasila dalam pelaksanaan kehidupan sehari hari, dalam hal sikap gotong royong dan rasa peduli terhadap sesama, masyarakat Suku Using dengan sendirinya telah menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam lima dasar negara  yang oleh Ir Soekarno diberi nama Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 dimana pada tanggal tersebut diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Terutama nilai kemanusiaan dan gotong royong sebagai salah satu budaya khas bangsa Indonesia, dimana dalam tradisi gotong royong ini masyarakat membantu melakukan kegitan warga secara bersama sama tanpa mendapatkan imbalan uang, dan dilakukan secara bergantian bagi warga yang membutuhkan.
Masyarakat Suku Using memiliki tradisi gotong royong dalam kehidupan keseharian, seperti sayan atau ngersaya ketika mendirikan rumah, yakni melakukan pekerjaan yang dilakukan selain tenaga ahli untuk bersama sama membantu dalam pembangunan rumah, terutama ketika pemasangan gording dan genteng, melabot atau rewang ketika warga melaksanakan hajatan, baik walimah pernikahan maupun khitanan,  dimana warga membantu mempersiapkan hajatan yang digelar warga mulai dari memasak pelaksanaan pesta, hingga pesta usai.
Upacara adat yang digelar warga sarat dengan tradisi kebersamaan,  kekeluargaan, dan gotong royong, sebagai contoh adalah tradisi Tumpengan atau Tumpeng Sewu dimana tradisi yang digelar pada bulan Dzulhijah ini dengan cara bersama-sama makan tumpeng yang sudah disiapkan yang sebelumnya dilakukan upacara dengan cara tertentu.upacara ini sebagai salah satu contoh tradisi warga yang mengedepankan rasa gotong royong .
Pancasila yang dijadikan dasar Negara oleh para pendiri bangsa dengan ruh gotong royong, diambil dari nilai nilai luhur budaya bangsa Indonesia, karenanya ideologi Pancasila diterima dengan baik oleh segenap lapisan masyarakat, karena pada hakekatnya nilai-nilai luhur tersebut telah ada sejak sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terlebih budaya gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai Ideologi dalam berbangsa, bernegara sebagai perjanjian luhur Bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam Suku, Agama, Ras dan Antargolongan, dimana dengan dengan ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara dapat diterima oleh semua pihak, karena dalam nilai-nilai Pancasila tersebut tidak bertentangan dengan Agama, Budaya dan Kepercayaan yang telah lama tumbuh dan berkembang dimasyarakat, terutama sifat gotong royong yang ada disetiap suku dan wilayah yang ada di Indonesia. 
Rasa kebersamaan dan gotong royong tersebut akan muncul dengan sendirinya ketika terjadi musibah atau kesusahan ditengah tengah masyarakat, terlebih Suku Using yang sarat dengan nilai kekeluargaan sebagaimana yang terjadi pada saat ini. Secara bersama sama masyarakat menjaga lingkungan dari tindak kriminalitas dari akibat krisis ekonomi dari akibat pandemi Covid-19, dimana kriminalitas meningkat. Membantu warga yang kesulitan ekonomii dari akibat PHK serta sebab lain yang mengakibatkan seseorang kehilangan pekerjaan atau penghasilan.
Musibah Pandemi Covid-19 telah memperkuat rasa kebersamaan dan kegotong royongan yang telah lama hidup dan menjadi budaya di masyarakat. Dengan adanya musibah yang melamda seluruh dunia tersebut budaya gotong royong yang sedikit memudar tersebut kembali kuat mengakar di masyarakat. Nilai-nilai Pancasila dalam gotong royong ini lebih nampak ketika menghadapi Pandemi Covid-19 karena adanya tujuan yang sama untuk tetap bertahan hidup dan terhindar dari ancaman penularan virus tersebut.

Penulis : Tria Aini Wulandari, S.Pd
No HP : +62 821-3928-9798
Pekerjaan : Guru Swasta pada MI Darul Amien Jajag Banyuwangi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...