Langsung ke konten utama

Kemenangan di Tengah Kepungan Pandemi Corona


Kemenangan di Tengah Kepungan Pandemi Corona
Oleh : Nur Khofifah

         
Lebaran tahun ini berbeda dari tahun-tahun biasanya. Situasi sulit masih kita rasakan di tengah kepungan pandemi virus yang sangat mematikan, wabah Corona telah membawa kita pada kondisi yang serba memprihatinkan. Kemenangan telah diraih umat islam dalam dimensi yang serba terbatas. Menahan lapar, menahan dahaga, meredam hawa napsu di tengah kepungan Covid 19 yang terus menggempur manusia tak lekas henti, maka hari kemengan tahun ini layak dikatakan sebagai kemenangan sangat besar bagi umat islam di seluruh dunia.
            Idul Fitri disebut hari kemenganan. Idul Fitri berarti kembali ke fitrah, asal kejadian atau kesucian. Seperti halnya manusia yang terlahir kembali dalam keadaan fitrah yaitu suci bersih terhapus dari salah dan dosa setelah melewati tapa brata yakni berpuasa satu bulan penuh di bulan Ramadan dan kita rayakan Idul Fitri ini tetap dengan hati yang suka cita meskipun dengan kondisi yang penuh pembatasan. Hal yang paling meungkinkan untuk tetap menjalin tali silaturhmi adalah dengan tetap saling sapa dan mendokan memanfaatkan media sosial, lebaran tetap di rumah adalah salah satu strategi menghadapi kepungan virus yang membahayakan ini..
Bersalam-salaman dan saling memafkan menjadi budaya yang mengakar di negeri kita. Tradisi yang mengiringi lebaran dari tahun ke tahun memiliki makna yang dalam untuk mempererat tali kasih dengan keluarga, kerabat, sanak saudara, sahabat, dan kolega. Budaya turun temurun manifestasi keramahan yang terbentuk sejak berabad lalu, warisan leluhur yang banyak memberi pitutur dari laku manusia yang harus diukur untuk tetap menjadi manusia yang pandai bersyukur, tidak heran bila momen lebaran selalu ditunggu kehadirannya menikmati kebahagiaan dalam indahnya kebersamaan. Lebaran bukan hanya sekedar ritual agama dan kumpul-kumpul saja, ada nilai-nilai sosial yang nampak di sana, saling berbagi dan saling menghargai mengenyahkan status yang tersandang untuk berani mengakui salah tanpa rasa hampa.
Idul Fitri bertabur doa mengiringi, semua orang berebut mengakui salah mengenyahkan ego yang pernah bersarang menuju titik kesadaran sebagai manusia yang penuh pengharapan menuju ridla Tuhan. Titik keimanan yang terpancar seiring kemenagan di satu Syawal setelah menjalani kewajiban beribadah yang paling berat yaitu melawan hawa napsu, maka jadilah satu Syawal adalah lambang kesuksesan dan kemurnian sebagai pribadi baru menuju kesempurnaan.
            Tahun ini kerja ekstra dilakukan untuk menyongsong Idul Fitri. Arus mobilitas penduduk ditata sedemikian rupa. Acungan jempol dan angkat topi setinggi-tingginya sangat pantas diberikan kepada para petugas yang mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk mengawal kegitan menjelang hari kemengan Idul Fitri. Di tahun ini kegiatan mereka lebih berat, memang tidak mudah menghadapi situasi ini. Pelarangan demi pelarangan dan pelanggaran dengan pelanggran silih berganti terpapar menjadi pandangan tersendiri, dan itu bagian dari perjuangan yang membutuhkan keteguhan hati yang kuat terutama untuk para petugas yang makin kewalahan menghadapi . Anjuran pemerintah untuk tetap merayakan lebaran di rumah harus kita dukung demi tidak makin merebaknya Covid 19 ini.
            Kontradiksi keadaan menjadi bagian yang tak terelakkan. Menjadi catatan tersendiri ketika pemerintah mengatur sedemikian rupa dengan berbagai upaya, tetapi kenyataan di lapangan masyrakat dengan berbeda alasan terpaksa tidak mengikutinya apalagi menjelang Idul Fitri yang lekat dengan budaya silaturrahmi dan berkumpul dengan keluarga. Alhasil budaya mudik yang coba diredam tetap menyeruak menjadi bagian yang tak terelak, masyarakat tetap banyak yang pulang kampung untuk lebaranan bersama keluarga.
          Situasi sulit tengah kita hadapi dan situasi perang belum berakhir. Satu kemenangan setelah puasa Ramadan memang telah kita raih sehingga kita kembali kepada firah yaitu terlahir dalam kesucian hati, tetapi kita masih dalam pertempuran perang yang kedua memusnahkan bala tentara corona yang memangsa ribuan nyawa. Kita hadapi situasi ini dengan tetap menjaga keseimbangan hati, kita sadari hal ini merupakan bagian penting dari manusia untuk menahan diri.
            Kemengan di tengah pandemi adalah proses alam menuju titik keseimbangannya. Kemenangan melawan hawa napsu di bulan Ramadan jadikanlah pembelajaran terpenting untuk bangkit melawan keterpurukan di tengah bombardir virus Corona. Tidak bisa kita diamkan, marilah bersatu padu saling membantu melawan kepungan virus ini untuk meraih kemengan yang kedua, yaitu terbebas dari wabah mematikan, Corona. Di hari hari kemengan ini kami ucapkan Selamat hari raya Idul Fitri 1441 H, Minal Aidzin wal Faidziin Mohon Maaf lahir dan Batin.


                                    *NurKhofifah, S.Pd, guru MIN 3 Banyuwangi.

Komentar

Posting Komentar

Jaga kesopanan dalam komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...