Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2021

Internal Capacity Building BDK Semarang

  Internal Capacity Buiding BDK Semarang Selama empat hari berturut turut sejak 29 Maret 2021, Balai Diklat Keagamaan (BDK) Semarang mengadakan Pengembangan Kapasitas Internal (Internal Capacity Building) di Kabupaten Banyuwangi. Dalam sambutannya di Ballroom Hottel Aston, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi H. Slamet menyambut baik kegiatan yang dilaksanakan di Kabupaten Banyuwangi tersebut. Dalam sambutannya mantan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bondowoso ini menyampaikan bahwa tidak mudah untuk datang ke Banyuwangi, hal ini mengingat medan berat yang harus ditempuh jika  ke Kabupaten dengan Julukan The Sunrise of Java, karena dua jakur menuju Kabupaten Banyuwangi dari arah barat harus melewati hutan belantara, namun saat ini dengan perkembangnya sudah ada bandara Internasional yang memungkinkan perjalanan menjadi lebih cepat melalui pesawat udara. “terima kasih kepada BDK Semarang yang telah memilih Kabupaten Banyuwangi sebagai tempat unruk mel...

Pelatihan Menulis Lentera Satra

  Pelatihan Menulis Lentera Satra Komunitas Lentera sastra mengadakan latihan menulis secara Daring dengan narasumber Dr. Farid Ma’ruf, auditor Inspektorat Jenderal kementerian Agama, Sabtu (27/3) dengan diikuti oleh para (Aparatur Sipil Negara) ASN kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi serta beberapa peserta dari SMAN Glenmore serta beberapa peserta dari KUA beberapa wilayah di Indonesia. Ketua Lentera sastra (terminal Literasi Pegawai kementerian Agama) Syafaat menyampaikan bahwa pada awalnya webinar ini atas permintaan dari ASN dibawah dan binaan Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi, namun ada beberapa Kepala KUA di beberapa wilayah di Indonesia yang juga ingin bergabung menjadi penulis, seperti yang disampaikan Fairuz Khalil, Kepala KUA Kecamatan Muara Jawa Kabupaten Kutai Kartanegara, bahwa dirinya tertarik mengikuti pelatihan ini karena ingin mengembangan potensi diri yang harus dimiliki oleh seorang Penghulu, terlebih Narasumber yang dihadirkan adalah motivator dari I...

SETELAH SEHARIAN MENDUN

 SETELAH SEHARIAN MENDUN oleh : Faiz Abadi Hujan pun turun Setelah seharian mendung Sun rise of java Bukan sekedar kerdip lilin  Remang-remang baru jarak tak seberapa Karena tanah kelahiranku miniatur kecil Tentang keindahan nusantara Tentang tingginya peradaban kata-kata Bahkan miniatur tentang makna bhineka tunggal ika Pengetahuan tentang mendung segera turun hujan tertulis sejak dulu Apa yang terjadi disini Adalah seperti titah buyut Wongsokaryo Menjatuhkan keris keangkuhan dari Mataram  Hingga kinipun segenap isyarat di langit-langit kotaku Bakal terjadi di seantero negeri Siapun juga berharap Cahaya kedamaian dari ujung timur ini Terus merambah ke segala penjuru Dari sabang sampai Merauke Awan yang bergelayut seharian Terus melanjutkan titah manteranya Menyiram bumi dengan air hujan Esok hari benih-benih keindahan menyambut pagi

YANG PALING MAWAR

 YANG PALING MAWAR  Oleh : Vieva Dalam mengekspresikan sesuatu  yang tersirat dalam benak pemuisi  atau penyair acap mereka memanipulasi media  bahasa. Tata bahasa ditabrak seturut dengan kata hati.  Penikungan itu terkadang berupa susunan kalimat, penyingkatan kata, bentuk kata, dan/atau frasa. Frasa “yang paling”, misalnya, mestinya tidak diikuti verba (kata kerja)  atau nomina (kata benda), tetapi adjektiva (kata sifat). Namun, dalam kenyataannya  ada penyair yang menulis frasa “yang paling” disandingkan dengan  nomina seperti dalam “yang paling mawar”. Benar atau bolehkah? Bukan masalah boleh, tetapi harus punya alasan kuat. Jadi, jawabnya, “Siapa takut, boleh saja!” Jika demikian halnya,  seberapa jauhkah penyimpangan  itu boleh dilakukan oleh sang penyair?  Bahasa penyair dalam karya kreatif tidak ada keharusan untuk menaati  norma kaidah  baku. Lain  halnya dengan bahasa para ilmuwan, mesti tertib dan bena...

TIDURLAH.KAWAN

 TIDURLAH.KAWAN oleh : Faiz Abadi Tidurlah.kawan Pulaskan dirimu dalam buaian malam Bersama rembulan nyanyikan keheningan Nikmati mati kecil sebelum perjalanan sebenarnya Esok hari masih ada harapan untuk memperbaiki langkah Tentunya tentang dalam angan-angan jati diri Apakah ingin luar biasa dihadapanNya Biasa saja dihadapan manusia Bersama dongeng-dongeng para kekasihnya Juga para syuhada mendarmakan seluruh hidupnya Pada keridhoan penguasa jagad raya Menebarkan salam perdamaian Untuk seluruh manusia Karena sadar segenap ras, suku, bangsa Dihadirkan untuk saling kenal mengenal Lalu bersama-sama menganggungkan namaNya Atau kita tidak mau jadi pecundang dihadapan manusia Seolah paling punya nama Padahal justru tidak seberapa Karena melambungkan nama dengan berbagai cara Demi ketenaran pribadi Adalah kepicikan Dibandingkan luas samudra Apalagi pada khalayak berjuta-juta manusia Sebenarnyalah semua mendambakan keseimbangan akal fikiran, budi pekerti, kekuatan raga dan jiwa Maka tidum...

Kalimba Kelapa*

 *Kalimba Kelapa* Kudengar nada rindu menggoda Tertiup dari belantara makna Kuhirup udara terpapar mantra Dari getaran kalimba Tak perlu kau susun kata Sudah kubaca suara dari batok kelapa Tentang asmara yang kehilangan makna Atau rinduku yang mendendam mendekam dalam jiwa Di sudut puisi yang tak juga kau mengerti Kau akan sadar juga Tentang cinta yang terlanjur berlabuh dipangkuanmu Tentang harap yang terus merayap meratap Menunggu jawaban yang mendekam dapam dadamu Kutuang rindu menjelang senja Ketika engkau sedang tak merindukannya Kaubungkus makna meski mengharapkannya Pelaminan masih menunggu kita Kubuka dua kalimba Dan memainkan kembali nada cerita cinta Kau bacakan sajak dewasa Tanpa ekspresi bahkan suara Dengan sepenuh cinta aku mendengarnya Dengan separuh rindu engkau melantunkannya Dan separuhnya lagi dengan air mata Kan kupetik kalimba didadamu Kulukis dengan kuas mantra Akan terdengar  nada nada doa Hingga senja menelan kita Aliyan, 21-03-2021

AKU HANYA MENDUGA-DUGA.

 AKU HANYA MENDUGA-DUGA...1 oleh : Faiz Abadi Aku menduga lima alam dilalui Sebelum manusia kembali dikumpulkan Saat Subuh adalah sebelum dalam kandungan Saat Dhuhur ketika dalam kandungan ibu Ashar sebentar adalah di alam dunia Saat Maghrib adalah di alam kubur Ketika Isya' datang adalah alam aherat panjang Hingga akupun malu ketika meninggalkan sujud Lima waktu adalah untuk diriku Sunnah-sunnah adalah penyempurna Karena fikiran manusia Sering sering lupa Hati alpa Dalam jasad bersujud Hasrat entah hinggap kemana-mana Tapi jelas melunturkan Khusyuk Bahkan tidak bernilai setiap rakaatnya Tidakkah malu Terbuai dalam saat.dhuhur Lupakan perjalanan Ashar, Maghrib, Isya' AKU HANYA MENDUGA-DUGA..2 Setelah Isro' dan Mikroj Sya'ban datang Adalah ketika telah sempurna Waktu untuk mengingatnya Manusia harus mempersiapkan diri Sebelum mencapai kesempurnaan di bulan Ramadhan Lalu terjaga Fitrahnya Kemudian datanglah bulan pengorbanan Sesembahan domba, kambing, Sapi, bisa juga kerb...

Pengawas: Invisible Hand

  Pengawas: Invisible Hand Oleh: Farid Wajdy,   Gerak langkah pasti para Pengawas walau di tengah terpaan isu penghapusan jabatan pengawas, eksistensinya dipertanyakan,   sebut saja di beberapa media elektronik,   pada tanggal 14 Januari 2021 yang bertajuk, haruskah pengawas sekolah dihapus ( https://portalsulutnews.com ), hampir bersamaan dikabarkan mendikbud diminta hapus pengawas (https://www.belajardirumah.org), diopinikan pula   bahwa pengawas sekolah bikin mutu pendidikan jeblok layak dihapus ( https://www.jpnn.com ), cukup mengejutkan memang, yang pasti isu hangat itu seakan sudah menjadi pembicaraan panjang sebelumnya. Di balik itu semua, apabila dicermati Tupoksi   Pengawas diantaranya melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah, kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah, melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah beserta pengembangannya, serta melakukan penilaian terhadap proses dan h...

HANYA BEBERAPA KURUN WAKTU

 HANYA BEBERAPA KURUN WAKTU oleh : Faiz Abadi Hanya tujuh hari Kita singgahi dalam seminggu Hanya siang dan malam kita lewati dalam semalaman Hanya sepersekian detik jantung berdegub Paru-paru menghirup dan melepas udara Masihkah kita berpikir lama tentang tahun Padahal segenap hasrat telah terpuaskan Walaupun terkadang tersanjung di sudut senang Namun tersandung di sudut sedih Adalah sang musafir terus melangkah Tanpa terhenti pada sudut gelisah Sebab semuanya adalah fatamorgana Tahukah kita semua tentang itu Tapi mengapa kita masih terbelenggu rasa bangga Terjerat rasa senang Tersiksa oleh derita Hidup hanya sebentar Angan-angan katakan lama Inginkan seterusnya Kekal abadi di sini Apakah benar itu mau kita Kalimat tahlil hanya sebaris kalimat Terangkum dalam dua kata Lalu lebur dalam satu kata Satu dalam Esa Satu dalam kesatuan Kurun waktu sepanjang masa terangkum dalam detik Berlama-lama adalah keinginan-keinginan merana Mungkin perlu kita tengok Jauh ke belakang kurun waktu Dia...

BERUSAHALAH KEMBALI

 BERUSAHALAH KEMBALI oleh : Faiz Abadi Engkau sebenarnya tahu Semua ini milik siapa??? Mengapa engkau memaksa memilikinya Kembali Kembalikan semua rasa kepemilikan Sebelum dia memintanya  Apa tidak menyadari Atau sengaja melupakan Jangankan harta atau semua kebanggaan Jasadmu saja pasti kembali ke asalnya Jiwapun kembali ke langit??? Belum tentu Segenap kebutuhan engkau lampiaskan Segenap mutmainah terlantarkan Mana mungkin kembali sempurna Ayo belum terlambat luruskan langkah Sebelum penyesalan selamanya

Wanita, Doa, Mantra, Cinta, Darah, dan Air Mata

 "Wanita, Doa, Mantra, Cinta, Darah, dan Air Mata" OLeh : Dardiri Wanita bercadar sutra itu keluar dari peraduannya, Dari sebuah bilik yang berderit pintunya ketika sekelebat udara memaksa masuk dari celah anyaman bambu dan jalinan rumah laba-laba, Doa dan mantra telah membangunkannya, Sungguh ia tidak buta, Tetapi pandang matanya terbentur kaki lentera yang menutupi pantulan cahaya, Dan bayangannya yang tiba-tiba membesar seolah menghardiknya dari keterasingan, Bayangan itu mengajaknya kembali dari pengembaraan panjang, Dari padang mimpi yang tandus dan kerontang, Dari negeri darah dan air mata, Sekejap saja,  Kerinduannya pada peraduan abadi berkelebat cepat di sepanjang bulu-bulu matanya yang menuas malam, Ia adalah wanita, Yang menjelma kata dari mantra rahasia yang tak diketahui siapa penulisnya, Malam yang tertuas dari pelupuk matanya menjadi bara api yang beringas dan siap meringkasnya kembali dalam kata-kata dan membawanya kembali berkelana dalam madah dan ziarah di n...

Kembang Bungur

 "Kembang Bungur" Oleh : Dardiri Di bawah sepasang bungur yang sesekali berbunga ungu itu, Yang tanah berumput dibawah kakinya sedikit basah itu, Tersimpanlah kata-kata kita yang berhamburan dalam pandang mata, Dan dalam diam yang mengambang begitu saja, Ingin sekali, Kupasang kembali selingkar sarang kecil terbuat dari jerami kering yang menumpuk jauh di seberang sungai di luar sana, Agar sesekali angin yang menggelinding di atas jalanan sepi itu terhenyak sesaat dan sejenak melepaskan penat di dalamnya, Di dalam ketukan daun bungur yang teratur dan tak bermata itu, Kita tahu, Angin bukanlah penghantar listrik yang bisa menjadi jembatan tanpa hambatan bagi daya dan sengatannya kepada kita, dunia manusia, Tetapi angin akan menjadi pintu paling terbuka bagi rindu dan ingatan kita yang tiba-tiba datang dan masuk seketika lalu hinggap dan mematuki daun-daun bungur yang bergoyang itu, memangkas jarak dari masa silam lalu memasukkannya dalam warna ungu pada kelopak-kelopaknya yang...

Sastra Kedawung

 *Sastra Kedawung* oleh : Syafaat Permadani kuning terhampar disawah Di ranum lembah dua belas bukit merekah Mengukir Rontal yang tak lagi terasa indah Untuk Menenun kembali butiran sejarah Perempuan bermata shafir menari kuntulan Sorot matanya meredup menundukkan senyum  Menyapa orang oran hig menari keboan Tubuhnya wangi kembang ranum Jalanan penuh mantra Menaburkan aroma bagi mereka yang berselimutkan cinta Dan Sukma yang kangen menghirup dupa Ayo Datanglah ke belahan bukitnya Cintamu takkan sia-sia Asmara pasti menyapa Pada mereka yang menghendakinya Dari kedawung berhembus Sastra  Bukit para ksatria Bukan hanya tulup yang dijadikan senjata Namun juga hembusan jiwa yang menembus batas belantara Mantranya akan menghanyutkan cinta Yang mengalir perlahan menelusuri lembah indah mengangkang Dalam senyum alam yang dibangun di negeri seribu bidadari

MAN 2 Banyuwangi Dinobatkan sebagai Sekolah Aktif Literasi Nasional

  (Mandawangi)-MAN 2 Banyuwangi kembali menorehkan prestasi di masa pandemi ini. Kali ini mendapatkan penghargaan dari Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB) dan Gerakan Menulis Buku (GMB) sebagai sekolah aktif literasi nasional. Hal ini dikarenakan MAN 2 Banyuwangi telah aktif mengikut-sertakan siswa-siswi beserta gurunya untuk mengikuti kegiatan Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB), Selasa (9/3).   Tahun ini merupakan tahun kedua, dimana tahun lalu mengirimkan 50 karya tulisan siswa-siswi, sedangkan tahun ini meningkat drastis. Tahun ini MAN 2 Banyuwangi kembali mengirimkan 170 karya tulis siswa-siswinya yang tercover dalam 2 judul buku dengan masing-masing judul buku ada 2 jilid. Bukan hanya siswa, namun juga ada 6 judul buku solo karya guru, yang akan dilaunching dalam beberapa bulan ke depan.   “Alhamdulillah, berkat kerja keras dan komitmen semua unsur dalam keluarga MAN 2 Banyuwangi untuk meningkatkan prestasi siswa terutama dalam bidang literasi dan kepenulisan, sehin...

Kamus Politik

 “Kamus Politik” Oleh : Dardiri Membuka kamus pagi ini, Membaca tanda dan kata, Kita tinggalkan sejenak tentang cinta dan bunga-bunga, Kita tanggalkan sementara tentang sendu dan deru rindu, Lalu kita buka bersama-sama kamus besar kita, Kita membaca dan membicarakan hal besar dan tenar, Negara dan dunia, Salam, Dalam kamus ketatanegaraan dikenal istilah politik, Iktikad politik, alat politik, landasan politik, strategi politik, produk politik, komunikasi politik, pejabat politik, kebijakan politik, Ya, Segalanya akan kita temui serba politik, Tidak ada satupun negara yang pernah ada di dunia yang tidak pernah berpolitik, Politik tidak bisa terpisahkan dari dunia dan sebuah negara, Politik tidak bisa dipisahkan dari kedaulatan dan pemerintahan, Pada dasarnya politik itu baik, indah dan mulia, Politik adalah serangkaian cara, kegiatan, fungsi, alat, dan kebijakan untuk menciptakan sistem ketatanegaraan yang baik bagi bangsa yang berdaulat dan merdeka, berlandaskan ideologi yang menga...

Malam YangTerdiam

 Malam Terdiam oleh : Syafaat Orang orang terdiam Mencoba menaklukkan malam Bersandar di dinding makam Menunggu mimpi' tenggelam Perempuan itu berjalan sendirian Membawa pelepah rindu dihati hunian Mendekap kelam mencari angan Menunggu cinta yang tak pernah tersampaikan Malam berbintang dan berselimut  Aroma dupa melayang terbawa kabut Menembus bara hati sendiri sendiri Mengekalkan khayal mendekam di hati Perempuan itu merasakan resah sendiri Mencari jati diri  Setelah jauh perjalanan menjauh Yang dicari apa yang dicari Di segenggam sejatining diri

Perempuan Perindu Sepi

Perempuan Perindu Sepi oleh : Syafaat Kutikam cinta yang terpapar dihati Agar tak meracuni diri yang merindu sepi  Mantra yang kau tebar dari tatapan matamu Menyalak luruh keseluruh tubuh Mendekam dan tak mau berpindah Perempuan bertusuk konde Dahimu berderet rapi bija putih  Dan kembang seranum bibirmu yang menghiasi konde Menundukkan diri pada hyang ilahi Kembang merah muda menyembur di langit jingga Menunggu selimut malam dan aroma dupa Memberontak dari lelaki liar tanpa raga Yang kadang dirindukan ketika jiwa jiwa kosong menunggu jawaban yang belum tentu ada

Bunga Kupu-Kupu

 "Bunga Kupu-Kupu" Oleh : Dardiri Kamu menganggap kupu-kupu itu cinta, Yang menetas dari kepompong dan lalu mengepak sayapnya pertama kali, Kepada udara, Angin adalah cinta pertama yang diajaknya bicara, Tentang duga dan prasangka yang masih perjaka, Tentang siapa yang kelak memajang gambarnya di atas meja atau memandangnya dengan curiga, Ia belum mengenal akar, tangkai, sulur, daun, dan wangi bunga-bunga, Sampai ia berpapasan dengan sekawanan embun yang tengah turun dari negeri nun, Barulah ia menyadari bahwa bunga tersembul dari rumpun daun, daun menancap pada sulur dan tangkai, sulur dan tangkai ditopang oleh akar, dan tempatnya menggantung lalu menetas dari kepompong itu bernama pohon, Iapun baru menyadari bahwa ia hidup, udara yang dicintainya itu hidup, pohon berbunga itupun hidup, dan embun yang memapas dirinya juga hidup, Ia adalah kupu-kupu hidup dan tidak pernah bersitegang dengan udara atau bunga-bunga yang juga hidup, Ia juga tak sekalipun menyangkal embun yang hi...

Perempuan Penakluk Malam

 Perempuan Penakluk Malam oleh ; Syafaat Kutatap wajah sendu membalur seribu senyum yang tak kuketahui maknanya Kutangkap mantra dari kedua mata Shafira Matanya menyilaukan rindu yang kupasung dihari sendu Perempuan itu terdiam di Gazebo Lastono Menembus Sangkan paraning dumadi yang takkan tercapai Menyembunyikan jiwa lelah sendiri Perempuan itu mencoba menaklukkan malam Dan lelaki pencemburu yang datang sesukanya Tanpa wujud dan cinta Hanya segenggam asmara Kudekap perempuan itu agar terdiam Karena malam yang ingin ditaklukkan bersenda dengan secangkir kopi

Lelaki dan Sisa Cintanya

 *Lelaki dan Sisa Cintanya* oleh : Syafaat Dia terpenjara dengan cinta Tak ada yang dapat dilakukan selain pasrah dan menyerah Dia terperangkap rindu  Hanya bisa bernafas dengan berpeluh lelah Ini adalah kisah lelaki pemburu Yang dicincang oleh buruannya Dia hanya berharap pada mimpi'indah' dalam tidurnya Dan cinta tak peduli untuk mengharu biru Lelaki itu sedang menjerat dirinya dengan puisi Dan hanya mendapatkan Luka Mati Pada sisa hati yang tak dikehendaki Lelaki itu sedang menikmati  Sisa perjalanan yang tidak diketahui Dia tak lagi melantunkan kidung Wulandari Yang telah menjeratnya dengan cinta mati Lelaki itu tergeletak tak berdaya Dari mulutnya keluar mantra Dan sisa sisa baris sastra

Bunga Kopi

 “Bunga Kopi” oleh : Dardiri Mestinya, Sudah sejak dulu kau ceritakan pada pucuk-pucuk pinus terhunus itu, Agar suatu ketika nanti iapun tidak ingin mendustaimu, Tentang dunia baru seiring bunga kopi yang wanginya melebihi melati itu meranggas dari musim yang biru, Tentang peradaban baru di hatimu selepas bunga kopi itu diselipkan di gerai rambutmu, Sungguh, Dunia baru itu adalah rindu yang tumbuh dan bermekaran di pangkal jantung-mu, Dan bunga kopi itu adalah cinta yang kau hunus dan kau tancapkan di denyut nadi-ku,- (K G P H : 10 Maret 2021)

INGIN MENIKMATI SEGERA

 INGIN MENIKMATI SEGERA oleh ; Faiz Abadi Apa yang membuat ragu Pegang lalu entah apa Semua lelaki pasti mau Walau harus bertaruh nyawa  Untuk mendapatkannya Walaupun tempatmu tersembunyi Di ujung duniapun Mesti di cari Bahkan para buaya kadang suka Buaya sungai, buaya rawa, juga buaya darat Cuma satu kenikmatan  Ada di dalam Kita harus segera membelahnya Merahnya buah naga

DALAM BAYANG-BAYANG KENGERIAN

 DALAM BAYANG-BAYANG KENGERIAN oleh : Faiz Abadi Dalam puncak ketinggian Menyelinap rasa tak biasa Kala memandang ke bawah Puncak bukit tinggi Puncak kaya raya Puncak kekuasaan Puncak kejayaan Puncak kesenangan Puncak penderitaan Kengerian kehilangan Kengerian akan ditinggalkan Kengerian tentang persaingan Kengerian kepayahan hidup Puncak kengerian tentang kematian Mati alami Mati sendiri Mati akibat pembunuhan Mati akibat keracunan Mati di tiang gantungan Mati gantung diri Mati karena  bayangan ngeri Ketakutan memutus urat nadi sendiri Sehingga terluka Semua bisa terluka Lalu meneteslah darah merah Kadang nanah putih Semua mengenal luka Luka di ujung belati Luka tertancap duri Luka tertembus panah Luka di jalan-jalan Luka di medan perang Luka kecil Luka biasa Luka hingga jasad tidak utuh lagi Semua luka jasad sungguh mengerikan Tapi semua tak seberapa  Dibandingkan luka oleh lidah Orang tak bersalah menjadi korban fitnah Orang tak bersalah terbuang di keranjang sampah Or...

KETIKA PELURU WAKTU DITEMBAKKAN

 KETIKA PELURU WAKTU DITEMBAKKAN oleh : Faiz Abadi Ketika peluru kita tembakkan Hanya ada satu pilihan Hidup atau mati Apalagi peluru waktu Tiap detik harus kita letupkan Satu tembakkan salah Jiwa kita mulai payah Berjalan tanpa arah Apalagi terus menerus Hingga rambut mulai beruban Hendak sesal Tapi apakah mungkin muda lagi Tapi sebenarnya masih ada kesempatan Sebelum dengus nafas terputus Karena kita umatnya Sang utusan akhir jaman Asal memahami apa itu sari sholawat Memayungi jagad Bahkan ketika nafas di kerongkongan Asalkan mau bertaubat Taubat jasad taubat rasa  Taubat dari keinginan-keinginan Menyesatkan Seolah benar Padahal mata hati telah nanar Terobsesi oleh angan-angan Padahal dia Maha Wujud Tak mungkin dapatkan begitu saja Ketika langit cerah  Seolah harapan mudah Ketika awan berarak-arak Mendung memayungi bumi Hati mulai resah Di sebabkan kebingungan tanpa ilmu Tanpa laku Lalu kau sebenarnya berfikir apa Mengingat apa Kegagahan untuk apa  Nama besar untuk...

PASTIKAN DALAM DADA

 PASTIKAN DALAM DADA oleh : Faiz Abadi Sebelum tertidur Pastikan namaNya ada Ketika terlelap hanya ada Dia Tetapi.tidak mungkin Jika hati masih mendua Atau mentiga Mengempat terserah namanya apa Dalam jiwa memang empat saudara Tertawa menggoda Apabila tauhid sudah tidak bersama Pulas tapi dalam fatamorgana Alhamdulillah ala kulli hal Tentramkan dalam segala keadaan  Kesenangan berlebihan Justru menyesatkan Euforia atas segala kemenangan memabukkan Tentramkan segenap kesedihan Seolah hidup tiada pernah berkah Apabila mata hendak terpejam Perbanyak Istighfar jika belum tentram Lafadzkan Tauhidmu Sempurnakan terus Tasbih Tahmid Tahlil Lalu bertakbirlah Esok hari kan selalu ceria Diawali kokok ayam Kicau burung Sang mentari pun menyambut pagi Semua cerah Karena hatimu tak pernah lengah

DALAM BAYANG-BAYANG KENGERIAN

 DALAM BAYANG-BAYANG KENGERIAN oleh : Faiz Abadi Dalam puncak ketinggian Menyelinap rasa tak biasa Kala memandang ke bawah Puncak bukit tinggi Puncak kaya raya Puncak kekuasaan Puncak kejayaan Puncak kesenangan Puncak penderitaan Kengerian kehilangan Kengerian akan ditinggalkan Kengerian tentang persaingan Kengerian kepayahan hidup Puncak kengerian tentang kematian Mati alami Mati sendiri Mati akibat pembunuhan Mati akibat keracunan Mati di tiang gantungan Mati gantung diri Mati karena  bayangan ngeri Ketakutan memutus urat nadi sendiri Sehingga terluka Semua bisa terluka Lalu meneteslah darah merah Kadang nanah putih Semua mengenal luka Luka di ujung belati Luka tertancap duri Luka tertembus panah Luka di jalan-jalan Luka di medan perang Luka kecil Luka biasa Luka hingga jasad tidak utuh lagi Semua luka jasad sungguh mengerikan Tapi semua tak seberapa  Dibandingkan luka oleh lidah Orang tak bersalah menjadi korban fitnah Orang tak bersalah terbuang di keranjang sampah Or...

TERPERDAYA

 TERPERDAYA oleh : Faiz Abadi Bentuknya cuma biasa Tapi kadang harus bertaruh nyawa Untuk menyambung hidup katanya Di ujung pagi Di bawah terik mentari Kadang sampai di penghujung malam Apakah semua hati telah kelam Seolah menganggap dirimu raja Tak peduli comberan Mengais-ngais keranjang sampah Terkadang segenap sumpah serapah Di tengah sawah Di tengah wabah Seakan mencarimu tak payah Kalau boleh bertanya Siapa tidak suka Bibir manis Bibir bergincu Bibir alami gadis desa Seakan tidak ada artinya Oleh kehadiranmu Kau adalah raja Tanpa Mahkota Tanpa jasad Apalagi nyawa Banyak yang menganggap Engkau begitu berharga Uang..pesonamu tiada tara

MENUNGGU HUJAN REDA

 MENUNGGU HUJAN REDA oleh : Faiz Abadi Sudah 2 jam berlalu Tak juga reda Kadang menggerutu Sederet acara tertunda Kebosanan menyelinap Kupandangi saja yang ada Dinding Meja Piala Menjemukan Tapi Tiba-tiba Timbul semangat 2 buah benda berbentuk bulat Membuat mata terpikat Walaupun lelaki tidak memiliki Tapi masih bisa menikmati Ranum dan indahnya tiada tara Ayo buka wadahnya Kita pegang segera Lalu kita telan begitu saja Dua buah Alpukat

Wanita dan Api

 "Wanita dan Api" Oleh : Dardiri Wanita berkerudung perak itu melepaskan penutup kepalanya, Selepas itu, Harum setanggi menyemburat dari sanggul rambutnya yang terlepas, Di dekat perapian padam, Sisa kemerahan di bawah hidung dengan guratan-guratan pesona itu seperti tengah menetak-netak sesuatu yang ia sendiri tak pernah tahu, Pesona kemerahan di katup pesona itu seperti tungku yang siap melumat kayu dalam kobaran api  lalu mengirimkan perabuannya ke dalam pori-pori jantungnya yang membesi, Apakah ia kedinginan?, Hingga api dilantunkan berkali-kali dari tetakan dua katup kemerahan itu, Lalu memuja doa-doa rahasia untuk sebuah nama yang juga rahasia, Sesaat setelah api menyala, Ada gurat cahaya di wajahnya, Berpendar dan menjalar sampai ke akar persendian nadinya, Wanita itu pemuja api, Sehingga tak segan menghardik angin yang diam-diam merangkak dari lubang jendela, Tapi juga senantiasa menghembus-hembuskan semacam udara ke tungku perapian yang tengah menyala di depannya, Wa...

APAKAH MASIH DITUNDA-TUNDA

 APAKAH MASIH DITUNDA-TUNDA oleh : Faiz Abadi Kapan lagi kita mulai mendaki? Terjalnya bukit ketaqwaan Sebelum kesempurnaan iman Mendesah Berkeluh kesah ketika susah dan wabah Tidur mendengkur saat panggilanNya memanggil Kufur ketika harus bersyukur Kembali tangan bertengadah Pada saat mulai hidup susah Memangnya hanya kita saja lontarkan Makian Lontarkan sumpah serapah atas nasib diri sendiri Apakah Dia tak bisa marah Menutup penglihatan kita tentang dirimu Hingga tidak kenal Apa yang harus kita lakukan Sudahkah cukup Kesana kemari Ikuti Angin ke Timur Kemudian ikuti angin ke Barat Ikuti selera mereka Padahal jelas-jelas dilarang olehNya Barulah ketakutan Ketika bencana dan wabah tumpah Karena bumi mulai jengah Kita mau lari kemana? Masihkah terus ditunda-tunda Mendaki terjal bukit ketaqwaan Berpuasa Berlelah-lelah bangun malam  Bersujud Tegakkan sholat Tegarkan khusyuk kita kala menyebut namaNya Mungkinkah raga kita sampai pada suatu tempat Jika hanya duduk dan berandai-anda...

Tentang Salju

 “Tentang Salju” oleh : Dardiri Padahal, Salju itu tidak pernah permanen menyimpan sesuatu di dalamnya, Sewaktu-waktu ia bisa meleleh lalu mencair dan kemudian mengalir, Ke mana?, Ke tempat yang lebih rendah sesuai peradaban sejak purba tentang air dan alir, Salju itu air bukan? Salju bukanlah bunga yang semerbak wanginya menikam di bawah telinga, Salju bukanlah jilidan buku yang dapat kau tuliskan nama-nama dan alamat atau kau torehkan gambar-gambar bewarna di dalamnya, Tetapi, Kamu tetap saja menulis di atas salju itu, Tentang dingin yang terjalin dan sepi yang meruncing, Dari dalam dadamu, Dan kamu masih berangan-angan bahwa suatu ketika nanti, Ketika salju itu meleleh lalu mencair dan kemudian mengalir, Menuju ke sebuah tempat di bawah sana, Di mana aku sedang membersihkan guguran salju itu sambil sesekali memanggil namamu,- (K G P H : 08 Maret 2021)

SEBUAH PEMBEBASAN

 SEBUAH PEMBEBASAN oleh : Faiz Abadi Perjalanan panjang hidup Melewati terminal siang dan malam Apabila semua terlelap dalam tidur Mimpikah apakah yang terjadi? Ikatan rasa dalam kesenangan Ratapan kesedihan mendera Segenap rasa tentang dunia Masihkah membelenggu Terlintas apakah dalam benak fikiran Sejak mulai dewasa hingga renta usia Totalitaskah segala niat menuju IradatNya Segenap gerakan hidup apakah karenaNya Terangkum pada satu waktu Ketika kantuk menyerang Lalu lelap dalam buaian mimpi Mati kecil-mati kecil saban hari Bukankah surga-neraka kala ini juga Tanpa harus menghitung waktu Sudahkah tatapan mata hati lurus tertuju Menuju perjalanan sang musafir Atau berhenti lalu berpaling Bahkan tersesat pada saat mampir minum Sebuah kebebasan hanyalah Sesungguhnya segenap langkah hidup dan langkah setelahnya Semata-mata karenaNya Dalam tiap detik rasa terikat untuk mengingatNya

Bayangan Pasir

 “Bayangan Pasir” oleh : Dardiri Kamu tengah melihat bayang-bayangmu sendiri di permukaan pasir di tepi pantai yang landai itu, Di sepanjang garis laut yang tampak membujur dalam pandangan mata senja, Kamu sedang menyembunyikan sesuatu, Bahwa, Kamu takut pada kutub dunia yang melumut di pikiranmu dan senantiasa berkabut, Kamu khawatir pada getir yang membulir dan terus mengalir dalam butir-butir napasmu, Kamu terus saja memandangi bayanganmu sendiri di permukaan pasir dalam santapan senja yang merayap-rayap di garis pantai itu, Keningmu yang dingin mengernyit lembut seolah mengingat sesuatu, Sebuah nama, Ya, Sebuah nama yang telah sangat kau kenal, Lalu kau tuliskan nama itu pada selembar daun bakung yang menjulur-julurkan tangannya di sekeliling pantai itu, Berharap suatu saat ada yang membaca dan lalu memanggil-manggilnya dari sana, Pelipis matamu yang menyempit  berulang kali berkedip dan lalu menggulirkan sebutir salju dari sudut-sudutnya yang mengerut, Air mata, Ya, Air m...

KEMERDEKAAN

 KEMERDEKAAN oleh : Faiz Abadi Kemerdekaan ikan di sungai  Berenang kesana kemari Mencari makan sesuka hati Di sungai Batas kemerdekaan ikan sungai adalah sungai Kemerdekaan ikan di laut Berenang, bernafas, mencari makan, kawin Di batas laut dan samudra Kemerdekaan burung-burung Terbang kesana kemari di angkasa Hinggap dari ranting ke ranting Berkicau di pagi hari Teriakkan kebebasan Kemerdekaan Harimau dan singa Adalah memangsa semua  Menyingkirkan para saingan  Ular,biawak, juga buaya Bebas merampas apa saja Di hutan Ha...ha...ha.. Ho...ho..ho.. Hi... hi... hi.. Huu....... Bagaimana dengan kemerdekaan manusia Apakah merdeka bernafas di mana saja Apakah merdeka teriak apa saja Apakah bebas mencari makan di mana saja Apakah bebas  bergerak di mana saja Apakah bebas menginjak apa saja Jika tertindas merdeka memberontak dengan segala cara? Jika berkuasa merdeka memaksa siapa saja? Kemerdekaan manusia kapan batas waktunya? Kemerdekaan manusia di mana tempatnya? Unt...

Kun 3

 “Kun 3” oleh : Dardiri Dari air mengalirlah darah, Dari angin bergulirlah napas, Dari api membulirlah amarah, Dari tanah membutirlah tulang, daging, kulit, rambut, dan raga, Dari Sukma Purba lahirlah segala nyawa, Dari tanda lahirlah suara, Dari suara lahirlah Ada, Dari ada lahirlah nama, Dari ada dan nama lahirlah rona, Dari rona lahirlah warna, Dari kelimanya lahirlah suasana, Darah akan kembali kepada air, Napas akan berpulang kepada angin, Amarah akan musnah dalam jilat api, Raga akan sirna dalam rahim tanah, Nyawa akan dipanggil kembali oleh Sukma Purba, Suasana akan  disadap warna, Warna akan diresap rona, Rona akan dihisap nama, Nama akan dilindap ada, Ada akan disenyap suara, Suara akan dilenyap tanda, Dari segala yang mengalir, bergulir, membulir, membutir, lahir, Terjadilah diri-ku, Dari segenap sadap, resap, hisap, lindap, senyap, lenyap, Tertujulah pada-Mu,- (K G P H : 07 Maret 2021)

TRAGEDI MYANMAR DI ABAD MILINEAL

 TRAGEDI MYANMAR DI ABAD MILINEAL oleh ; Faiz Abadi Terus maju Jangan takut oleh peluru Semua mata menyaksikan Perampasan demokrasi adalah lelucon konyol Perampasan demokrasi adalah kepicikan paling banci Abad sudah Milineal Masih saja ada tindakan binal Bahkan biadab tidak beradab Gadis remaja tertembak di kepala tanpa bersenjata Hanya karena teriakkan pembebasan untuk pemimpin wanita Najis Bengis Sadis Tak hiraukan semua himbauan Tak hiraukan jerit kematian Tak hiraukan penderitaan Di depan mata kalian lakukan apa saja

PERDAMAIAN TAKKAN PERNAH SIRNA

 PERDAMAIAN TAKKAN PERNAH SIRNA oleh : Faiz Abadi Nyanyian burung di negeriku selalu ramah Tetapi tidak lagi untuk saudara-saudaraku disana Di Palestina Di Suriah Di Myanmar Langit selalu kelabu Oleh debu-debu mesiu Jangan Jangan sampai terjadi di sini Hanya kecipak air  Terpercik lalu kan kembali Mengalir dengan tenang Di sana di tanah timur negeri tercinta Hentikan salah paham pada kami Saudara-saudaraku di hutan Papua Sambutlah uluran tangan kami di sini Mari kita bangun bersama perdamaian Di seluruh Nusantara Kelak kalian menyadari Semua berkesempatan sama Menikmati elok negeri tercinta Di sini bukan Irak yang membara Disini bukan Afganistan terus menyala Di sini negeri rayuan pulau kelapa Sang mentari selalu berseri  Mulai terbit hingga terbenam kala senja hari

PERDAMAIAN TAKKAN PERNAH SIRNA

 PERDAMAIAN TAKKAN PERNAH SIRNA oleh : Faiz Abadi Nyanyian burung di negeriku selalu ramah Tetapi tidak lagi untuk saudara-saudaraku disana Di Palestina Di Suriah Di Myanmar Langit selalu kelabu Oleh debu-debu mesiu Jangan Jangan sampai terjadi di sini Hanya kecipak air  Terpercik lalu kan kembali Mengalir dengan tenang Di sana di tanah timur negeri tercinta Hentikan salah paham pada kami Saudara-saudaraku di hutan Papua Sambutlah uluran tangan kami di sini Mari kita bangun bersama perdamaian Di seluruh Nusantara Kelak kalian menyadari Semua berkesempatan sama Menikmati elok negeri tercinta Di sini bukan Irak yang membara Disini bukan Afganistan terus menyala Di sini negeri rayuan pulau kelapa Sang mentari selalu berseri  Mulai terbit hingga terbenam kala senja hari

Laki-laki dan Wanita

 “Laki-laki dan Wanita” (Anaphora 3) Laki-laki itu jelmaan Adam Bapa, Wanita itu titisan Babu Hawa, Laki-laki itu pemberani, Wanita itu penari, Laki-laki itu pencuri, Wanita itu pencari, Laki-laki itu pemburu, Wanita itu pemalu, Laki-laki itu pemabuk, Wanita itu penakluk, Laki-laki itu perkasa, Wanita itu kharisma, Laki-laki itu gelora, Wanita itu pesona, Laki-laki itu nakal, Wanita itu binal, Laki-laki itu pemenang, Wanita itu penenang, Laki-laki itu penantang, Wanita itu penentang, Laki-laki itu pelindung, Wanita itu pelimbung, Laki-laki itu pendusta, Wanita itu penista, Laki-laki itu penjerat, Wanita itu pemikat, Laki-laki itu perebut, Wanita itu pelembut, Laki-laki itu penyuruh, Wanita itu peluruh, Laki-laki itu pembunuh, Wanita itu pelumpuh, Laki-laki itu penyamun, Wanita itu pelamun, Laki-laki itu peragu, Wanita itu perayu, Laki-laki itu penukar, Wanita itu penawar, Laki-laki itu pembujuk, Wanita itu perajuk, Laki-laki itu penjual, Wanita itu pengobral, Laki-laki itu penggomb...

Wanita Berparas Jingga

 “Wanita Berparas Jingga” oleh : Dardiri Wanita berparas jingga itu undur dari medan laga, Membawa sekantong permata dan seikat bunga tulip di dadanya, Dinyanyikannya sendiri lagu-lagu nostalgia yang mulai kehilangan warna, Entah menuju ke mana, Melintasi gurun berdebu, Mendaki pegunungan berbatu Menyelam ke masa silam, Melata ke sebuah dunia, Tentang kanak-kanak dan balita, Ya, Dunia yang hanya terisi gembira, lepas dari pancaroba, Di mana ia pernah menjadi paduka bagi siapa saja dan berdaulat penuh merdeka, Suatu ketika, Aku mendapatinya di bawah pohon bungur yang merontokkan semburat ungunya, Terkadang juga ia duduk di atas batu gilang peninggalan para raja,  Pun berdiri di pintu gerbang yang luas di tapal batas sebuah kota, Wanita berparas Jingga dengan sekantong permata dan seikat bunga tulip di dadanya itu lalu bergegas ke sebuah tepi yang tajam bergerigi,  Jauh, Dari senja, Dari malam, Dari pagi,  Dari hari, Dari kutub-kutub dunia berbunga tipu daya, Dan, meng...

Gincu

 “Gincu” oleh : Dardiri Pagi, Sejak matahari belum meretakkan hari, Kamu sibuk sendiri, Memuja harum melati, Di ketiakmu yang lembut dan wangi, Di emperan laci berhadapan cermin dan sederetan foto-foto yang sedikit lebih tua usianya darimu, Dan kamu menganggap, Siapa memuja siapa, Siang, Kamu masuk perkantoran, duduk  memandangi meja-meja besar dengan tumpukan kesepakatan, Adakalanya kamu memilih ruang lobi dan meja makan, selasar trotoar, simpang jalan besar, keramaian pasar, kesunyian pekuburan, keramahan rumah-rumah pedesaaan, kemegahan bangunan kota, Lalu menebar jaring laba-laba, Mencari mangsa dari sudut kemerahan yang senantiasa dipenuhi jerat lembab dan basah, Dan kamu bertanya, Siapa menjerat siapa, Senja, Kamu menjadi semacam irisan jingga, Mendaulat hajat peradaban purba, Tentang rindu yang gila atau cinta rahasia, Di sepanjang bidang pundak dan dada, Menyematkan isyarat dan tanda yang rahasia pula, Dan kamu berkata, Siapa mengisyaratkan siapa, Malam, Kamu sibuk ber...

Cendana

“Cendana” Oleh : Dardiri Wanita dengan harum cendana itu datang lagi, Menggerai rambut berwarna kelabu, Diramunya sendiri aroma padma dan mawar dari sibak gaunnya yang berkibar, Dari empat ratus purnama yang diseberanginya melalui sungai dan lautan cahaya, Hingga sampailah ke ujung muara, Tentu, Siapa pula yang mengantarkannya malam ini, Yang tiba-tiba datang dan melempar-lemparkan patahan sedap malam di ranjang mimpiku, Ketika sesegera kuterka dalam tanya, Ia lenyap begitu saja,  Menjelma awan tipis lalu terbang ke negeri bunga, Tebakanku sia-sia, Karena sebenarnyalah ia tak ada, Awan tipis yang melayang-layang itu adalah hembusan napas yang melekat di tiang pancang bayangan, Patahan sedap malam yang dikirim dari negeri bunga itu adalah masa silam, Kelopak padma dan aroma mawar yang diramunya itu adalah kerinduan, Sungai yang mengalir di bawah ratusan purnama yang lalu bermuara di lautan cahaya itu adalah masa, Dan wanita dengan harum cendana itu, Adalah usia,- (K G P H : 03 Maret...

Televisi Pagi Ini

 “Televisi Pagi Ini” oleh ; Dardiri Setelah duduk di meja bundar, mereguk seduhan teh dan manisnya adukan kopi, sambil menikmati santapan dan siraman rohani dari televisi, Kitapun mulai bertanya-tanya, Hati siapa yang senantiasa lapar?, Atau haus?, Atau ngidam ingin camilan dan manisan?, Dan kaupun menerka-nerka, Nurani siapa yang selalu dilanda kerontang?, Atau tandus?, Atau kemarau panjang?, Kita, Atau layar televisi berisi iklan dan promosi itu yang sebenarnya lapar, haus, dan tandus?, Lalu menyantap kita pelan-pelan dalam acara-acara buatan dan meminum habis kesadaran kita dalam tayangan-tayangan iklan?, Lalu kita saling pandang, Tak jelas, Kita menatap layar televisi itu, Atau televisi itu yang memandang kita tanpa jemu,- (K G P H : 02 Maret 2021)

Sepinggan Mantra

 “Sepinggan Mantra” oleh : Datdiri Letakkan sepatumu di situ, Di kaki-kaki rumput yang telanjang itu, Dan masuklah, Ke dalam losmen beratap daun nira, Lalu minumlah sepuas dahagamu, Ada pepatah, Asam di gunung garam di laut, Bagaimana kalau lahir istilah baru?, Gula di lembah sungai dan lada di kebun-kebun landai, Sejak pertemuan di ngarai berkaki rumput itu, Di dalam losmen berpasak batang palma itu, Denyut nadimu senantiasa melonjak dan memberontak, Menggurat peradaban baru, Bahwa kamu adalah asam dan gula, Dan aku adalah garam dan lada, Dalam sepinggan  mantra, Kita,- (K G P H : 02 Maret 2021)

Peluru

 “Peluru” oleh : Dardiri Tunggu, Jangan buru-buru kau patuk kepalaku, Tak inginkah kau ajukan tanya untukku?, Buat apa aku di lumerkan dari timah panas yang lalu dibekukan dan dihaluskan kemudian diletakkan di pucuk-pucuk tembaga tidak berongga?, Buat apa bubuk mesiu yang berbau menyengat itu ditimbunkan di dalam sepatuku?, Buat apa aku dilesakkan dengan sesak dan paksa dalam rumah baja yang kedap udara?, Buat apa pada akhirnya aku dimuntahkan dari lubang silinder bergaris tipis itu?, Semua karena menuruti keinginanmu bukan?, Keinginanmu itulah yang mengejutkanku dan meledakkan tumpuan kakiku, Dan setelah aku lepas, Kau tahu bahwa aku tak pernah kembali atau menoleh kepadamu lagi, Tunggu, Sebentar saja biarkan aku menikmati udara yang asing ini dan memberitahukan kepadanya bahwa aku adalah peluru, Sesaat, Sebelum aku dipaksa memburu dan meminta hidup dari-mu,- (K G P H : 02 Maret 2021)

SEMUA TAKKAN DIBAWA

 SEMUA TAKKAN DIBAWA oleh : Faiz Abadi Kupandang Piala terpajang di meja Sebenarnya sementara saja Bahwa Allah telah memberi Manusia hanya menggali Kupandang pialaku  Juga piala para anakku Lewat itu akan kuselipkan pesan langit Bekerjalah seolah-olah hidup selamanya Beribadahlah seolah mati esok pagi Sebenarnyalah hendak ku sampaikan Kepada mereka  Walau wabah tidak segera enyah Semua masih bisa berbenah Asalkan jati diri mandiri tetap terjaga Kejujuran  Kegigihan Ketangguhan mental Harus tetap diwariskan pada seluruh generasi Tinggalkan kamuflase Tinggalkan manja dan memanjakan Semua kepalsuan tidak akan bermanfaat Tidak akan dibawa Saat pertarungan antar negeri, antar benua, atau di mana saja Bahkan hanya amal saleh saja Meninggalkan jejak-jejaknya Walaupun nama sudah tiada Terkubur bersama daun-daun gugur Kembali menyatu dengan bumi

Kun 2

 “Kun 2” oleh : Dardiri Bulan sabit berwarna merah itu patah, Dan jatuh menancap di tiga belas mata angin, Melipat tiga puluh enam jalan, Mengucurkan delapan mata air, Menulis sembilan nama, Menutup dua puluh pintu terbuka, Membuka dua puluh jendela, Melabuhkan dua belas muara, Melebur tujuh benua, Membelah lima samudera, Menyudutkan empat kutub, Memporak-porandakan lima gurun, Meledakkan tiga dunia, Meniadakan ada, Menyisakan gelar, Dia,- (K G P H : 01 Maret 2021)

Mantra dan Puisi

 “Mantra dan Puisi” oleh : Dardiri Yang ada, Di atas ubun-ubunku yang hampa itu adalah puisi, Di dalam rambutku yang mengelabu itu adalah puisi, Di dalam lembar kulit kepalaku yang menjamur itu adalah puisi, Di dalam tempurung kepalaku yang semacam langit-langit berkubah itu adalah puisi, Di dalam otakku yang berisi ratusan juta sel saraf itu adalah puisi, Di dalam pendar mataku yang memantulkan titik, garis , dan warna itu adalah puisi, Di dalam penciumanku yang mendulang harum dan anyir itu adalah puisi, Di dalam lidahku yang mencecap corak rasa itu adalah puisi, Di dalam sekat tipis kulit ariku yang mengapung itu adalah puisi, Di dalam ujung bibir yang mengatup dan mencecar ribuan ujar itu adalah puisi, Di dalam buku bulu-bulu yang berserabut halus itu adalah puisi, Di dalam warna kulit yang membentang di atas daging itu adalah puisi, Di dalam gulungan daging yang memadati tulang-tulangku itu adalah puisi, Di dalam garis- garis ototku yang membiru itu adalah puisi, Di dalam alir...

Dunia dan Mantra

 “Dunia dan Mantra 2” Oleh : Dardiri Dunia adalah Tantra, Altar besar bagi Yantra dan Mantra, Mewadah Jagra dan Yadnya, Dan lahirlah segala niskala, Bukan tiba-tiba, Ada yang sepertinya menyihir kita dari dalam canang dan takir ponthang, Melayang seperti selendang panjang  dengan kerawang birunya, Dunia adalan mantra, Asmara Dahana yang melumat api bagi dirinya sendiri, Kidung Taksaka yang meliuk dan melilit kesendiriannya, Apakah engkau masih ingat, Sepenggal saja, Bait nyanyian pelabuh rindu Anjasmara dan Damar Sasangka?, Apilah yang merawat sendunya, Bukan kita, Hanya dunia yang benar-benar dunia, Bisa kita lesakkan dalam lubang silinder bergaris, Lalu ketika dengan seksama ditarik pelatuk pemicunya, Lahirlah hentak, Lalu meledak, Mesiu melepas raungan keras, Membiji nyeri dan membuka luka, Biru pula jejaknya, Hanya dunia yang benar-benar dunia, Bisa kita tuangkan di atas mangkuk atau periuk, Berisi air dengan wewangian alam baka tak kasat mata, Lalu ketika tersibak hembusa...