Langsung ke konten utama

Shalat Jumat di Tengah Jalan Aspal

Hanya beratap langit, dan cinta mendalam yang mengakibatkan jiwa terjaring rindu ingin segera bertemu, tak pedulikan panas matahari siang membakar udara yang membelai pusat kota. Bus shalawat hanya beberapa saja yang beroperasi yang tak mampu membawa ribuan jamaah, mereka yang tak kebagian bus harus rela berjalan kaki menuju rumah suci yang dirindukan.


Jumat pertama setelah Armuzna, beberapa jamaah berjalan dua kilometer menuju Haram, ingin thawaf Ifadah, merasa mampu untuk menjalani, merasa terlatih ketika di Mina berjalan ke Jamarat tiga setengah kilometer sehingga ditambah pulangnya jadi tujuh kilometer, apalagi melalui jalur memutar melalui terowongan akan bertambah kilometernya dan itu dijalani tiga hari, mereka beranggapan jarak hotel Misfalah ke Haram hanya dua kilometer sehingga ditambah pulangnya hanya empat kilometer, lebih jauh perjalanan menuju Jamarat. Tapi mereka lupa jika perjalanan ke Jamarat hanyalah pulang pergi saja, sedangkan Thawaf Ifadah bukan hanya Perjalanan berangkat dan pulang saja, tetapi juga mengelilingi Ka'bah tujuh putaran dalam kondisi suci dari hadas, beruntung jika dapat Thawaf dekat Ka:bah yang tidak terlalu jauh putarannya, tetapi jika lantai bawah penuh dan harus Thawaf di lantai atas bisa dibayangkan berapa kilometer yang harus ditempuh.

Jumat pertama saya ingin shalat Jumat di Masjidil Haram, hari terlanjur siang dan Matahari sepertinya nggak beranjak diatas kepala, perjalanan dua kilometer berselimut terik sepertinya juga tidak terlalu buruk, belum juga berwudhu, berharap ada yang memberi air gratis untuk membersihkan tenggorokan kering dan berwudhu. Kebetulan tidak membawa botol semprot seperti biasanya, beberapa jamaah berkulit hitam dengan postur tubuh tinggi berjalan seperti tak merasakan panas yang menurut orang Indonesia sangat terasa.

Di tengah perjalanan saya harus berhenti, tak bisa melangkah lagi, adzan pertama telah berkumandang pertanda shalat Jumat segera di mulai, padahal sekitar satu kilometer dari Masjidil Haram dan saya harus mengambil tempat untuk persiapan Shalat, tengok kanan tengok kiri tak ada tempat nyaman untuk bersujud, dibawah jembatan layang telah penuh dengan orang, hanya tersisa jalanan aspal tanpa alas yang dapat digunakan dengan sajadah tipis yang kemanapun saya bawa, sementara masih juga bingung harus berwudhu atau tayamum, ada orang berkebangsaan Pakistan yang memberikan botol air mineral yang masih tersisa setengahnya, kira-kira hanya secangkir yang harus saya pergunakan minum dan berwudhu.

Saya gunakan setengah cangkir untuk membasahi tenggorokan, dan sisanya untuk wudhu yang hanya cukup sekali usap saja, tak apalah yang penting sah wudhunya dan dapat mengikuti shalat Jumat dengan Imam Besar Masjidil Haram meskipun jaraknya sekitar satu kilometer.

Saya sangat berterima kasih atas secangkir air mineral yang diberikan, dan kita bersiap mengikuti Shalat Jumat pada suhu diatas lima puluh derajat, bersyukur Khotib sangat singkat sehingga saya tidak jadi pingsan karena dehidrasi, dibawah sajadah saya ganjal dengan sepatu karena tidak kuat berdiri jika hanya diatas sajadah saja, sedangkan sorban gajah oling yang saya bawa dipinjam oleh dua orang jamaah Pakistan.

Saya kira mereka tahan dengan panas Saudi Arabia, ternyata mereka kepanasan juga.

Usai Shalat Jumat saya tidak mengikuti Shalat Janazah, Sunnah Rawatibpun juga saya tinggalkan, karena berteduh lebih penting daripada mengejar Sunnah tetapi membahayakan keselamatan, apalagi badan mulai sedikit lemas karena kekurangan cairan, botol-botol berserakan juga kosong, saya terus menuju masjid, karena biasanya banyak yang menawarkan air minum gratis bagi jamaah.


Makkah, 21-06-2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...