Langsung ke konten utama

Mengenang Almarhum Akhudiat, Ketua Lentera Sastra Bacakan Puisi

 Mengenang Almarhum Akhudiat, Ketua Lentera sastra Bacakan Puisi

Akhudiat, penulis asal Banyuwangi yang lahir di Rogojampi, 5 Mei 1946, meninggal di Surabaya, 7 Agustus 2021 dalam usia 75 tahun. Penulis yang banyak menghasilkan karya sastra tersebut adalah pendiri Teater Bengkel Muda Surabaya (BMS). Beberapa naskahnya menang dalam sayembara penulisan naskah drama yang diselenggarakan oleh dewan kesenian Jakarta. Selain menulis naskah drama, Akhudiat juga menterjemahkan beberapa karya drama atau tentang drama dari bahasa inggris.

Menempuh pendidikan Sekolah Rakyat (SR) Rogojampi, Banyuwangi, lulus tahun 1958, Akhudiat lalu melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama Pertama Negeri (PGAPN) IV Jember, lulus tahun 1962, kemudian melanjutkan sekolah di PGAA Malang sambil mengajar di beberapa SMP/SMA, serta madrasah tsanawiyah/aliyah. Selepas itu, Diat belajar di Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) III Yogyakarta, lulus tahun 1965. Tahun 1972—1973, kuliah di Akademi Wartawan Surabaya (AWS) namun tidak tamat.


Sejak tahun 1970 diangkat sebagai pegawai negeri sipil di Kantor Pusat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Bagian Kemahasiswaan, Kantor Pusat Institut Agama Islam negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya  pensiun tahun 2002. Setelah pensiun, sejak tahun 2002 hingga sekarang, ia menjadi Dosen Luar Biasa pada Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya. Akhudiat juga menjabat sebagai Komite Sastra dan Teater di Dewan kesenian Surabaya tahun 1972—1982. Pada tahun yang sama (1972—1982), juga sebagai sutradara dan penulis naskah teater di komunitas BMS. Ia menjadi anggota pleno di Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) sejak tahun 1999 hingga sekarang. Menjabat sebagai steering committee Festival Seni Surabaya (FSS) sejak tahun 2000 hingga sekarang.

Bersama beberapa penyair Banyuwangi, D. Zawawi Imron yang masa remajanya juga dihabiskan di Banyuwangi, dan juga Moch. Machin, Kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten Banyuwangi pada tahun 1998 terbit Antologi Puisi Penyair Banyuwangi berjudul “Cadik” pada tahun 1998. Dalam antologi tersebut puisi Akhudiat dengan judul “Jalan ke Sumber” yang ditulis pada tahun 1993 juga dimuat dalam butu tersebut.

Syafaat, Ketua Lentera Sastra (Terminal Literasi Pegawai kementerian Agama), membacakan puisi yang ditulis Alharhum yang ada di Antologi Puisi Penyair Banyuwangi di pentas Cafe dan Resto D’Lakon, Jalan Borobudur No 4 Banyuwangi, Sabtu (07/08/2021) dalam acara Selebrasi Sastra Hari kemerdekaan Republik Indonesia ke 76, yang dilaksanakan tanpa menghadirkan penontot dan disiarkan secara virtual. “Semoga semua kesalahan beliau diampuni dan karya sastra yang dapat memantik kebaikan ini menjadi amal ibadah yang terus mengalir pahalanya” ungkapnya.

Salah satu penyair gaek Dewan kesenian Blambangan (DKB) Fatah Yasin Nor turut menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya salah satu penyair kelahiran Banyuwangi tersebut. Fatah juga menyampaikan bahwa dalam peluncuran Antologi puisi penyair Banyuwangi yang dilakukan pada tahun 1998 tersebuut D. Zawawi Imron dan Alharhum Akhudiat datang dan memberikan apresiasi terhadap,penyair Banyuwangi. Begitupun dengan penyair si burung merak Almarhum WsRendra yang saat itu juga hadir. (Syafaat)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...