Langsung ke konten utama

Ternyata Menulis itu (Tidak) Mudah

 

Ternyata Menulis itu (Tidak) Mudah

Oleh : Syafaat

Semangat menulis peserta pelatihan menulis yang diselenggarakan Lentera Sastra sungguh luar biasa, hal ini terbukti dengan tenggang waktu yang diberikan bagi penulis pemula tersebut untuk mengumpulan karya tulis relative cukup singkat. Karenanya tidak heran jika tidak semua perserta pelatihan dapat mengumpulkan karya tulisnya sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Para penulis yang karya tulisnya dibukukan dalam buku ini merupakan peserta yang benar-benar berniat menjadi penulis, mengikuti jejak para seniornya yang lebih dulu tulisannya dimuat di berbagai media maupun dibukukan.

Penulisan argumentative yang banyak dilakukan oleh peserta pelatihan memang tidaklah mudah, karena harus didukung dengan beberapa bukti, membandingkan berbagai pendapat dengan opini pribadi serta melakukan pola pikir sebab-akibat, akibat-sebab hingga dapat menyimpulkan dalam bentuk tulisan. Kualitas tulisan sangat dipengaruhi dengan kualitas dan kuantitas literasi penulisnya, kemampuan mengungkapkan daya pikir kedalam bentuk karya tulis. Begitupn dengan penulisan naratif yang digunakan oleh beberapa penulis. Pemilihan diksi yang tepat sangat tergantung kepada kemampuan daya pikir dan wawasan dari penulisnya, sehingga kita dapat sedikit memahami pola pikir seseorang dari karya tulisnya.

Kemampuan menulis tersebut harus selalu diasah dengan cara menuliskan ide-ide yang muncul dengan segera dimanapun berada, mengembangkan ide yang telah ditulis menjadi sebuah karya. Kemajuan tehnologi tidak menjamin budaya literasi makin baik. Orang makin menguasai tehnologi belum tentu makin peduli pada budaya literasi, bahkan tidak sedikit orang-orang pintar yang meninggalkan kegiatan literasi. justru banyak orang makin malas membaca, makin malas menulis. Maka wajar, budaya literasi seakan semakin dikebiri. Bahkan budaya literasi dianggap cukup diseminarkan dan mendapatkan sertifikat pelatihan maupun seminar saja tanpa perlu aksi nyata. Budaya copy paste dari karya tulis sering terjadi, jalan pintas tersebut dianggap hal biasa dalam penulisan saat ini. Namun hal ini tidak dapat dilakukan secara terus menerus, karena akan terlihat dengan jelas kemampuan si penulis tersebut.

Perubahan bentuk pelatihan menulis dari sekedar mengikuti kegiatan dan mendapatkan sertifikat menjadi pelatihan yang dilanjutkan dengan pendampingan dengan output karya tulis dari peserta dan dibukukan patut untuk terus dikembangkan. Begitupun dengan pengembangan literasi pada siswa di madrasah. Pelatihan serupa juga dapat dilakukan untuk siswa, dengan melibatkan guru pembimbing secara aktif sebagai penulis, karena pelatihan tersebut akan lebih efentif jika dimulai dari gurunya, sehingga sang guru dapat memberikan contoh bentuk karya tulis, akan lebih mudah ketika mendampingi siswa dalam menulis.

Sebagaimana para penulis terdahulu yang selalu membawa secarik kertas dimanapun berada, sehingga ketika tiba tiba ide itu muncul, mereka akan langsung menuliskannya dalam kertas tersebut untuk kemudian dikembangkan, begitupun yang dapat dilakukan pada masa kini, dengan piranti modern, kita dapat menuangkan ide-ide yang muncul secara tiba-tiba tersebut dalam piranti elektronik (HP) yang selalu ada dalam genggaman, baik dalam bentuk notes maupun voice untuk kemudian kita kembangkan atau ditulis ulang dalam kesempatan lain. hal ini sangat penting dengan mengingat memori dalam otak yang kita miliki sangatlah terbatas, sehingga ketika sebuah ide itu muncul dan tidak segera kita tuliskan, tidak menutup kemungkinan ide tersebut menguap begitu saja, dilupakan oleh waktu yang harus kita lalui.

Latihan yang dilakukan secara terus menerus dalam penulisan akan menghasilkan karya tulis yang semakin berkualitas. Kita akan terbiasa menuangkan ide-ide yang ada dalam pikiran dalam bentuk karya tulis, baik fiksi maupun non fiksi, baik aliran penulisan dengan kerangka maupun aliran penulisan maupun aliran non kerangka, artinya aliran bagi seorang penulis yang melepaskan bentuk tulisannya sesuai dengan ide yang mengalir ketika jari-jari berada di atas keyboard tanpa harus keluar dari topik utama, terlebih dalam karya tulis cerita maupun novel, seringkali penulis belum mempunyai gambaran ending dari cerita yang sedang ditulisnya.

Sebuah tulisan yang baik (menurut saya) adalah karya tulis yang menarik judulnya, pembaca akan tertarik membaca pada paragrap pertama, menuntun untuk melanjutkan pada paragraph kedua dan seterusnya. Pembaca akan merasa rugi jika tidak membaca seluruh rangkaian kata mupun kalimat yang ada dalam karya tulis tersebut. Meskipun untuk menulis hal seperti ini sangatlah sulit, dan ini hanya dapat dilakukan dengan cara terus menulis dan menulis lagi, yang hanya diselingi dengan kegiatan membaca untuk menambah referensi.

Setiap orang mempunyai gaya tulis sendiri-sendiri, seringkali kita membaca karya tulis orang lain dan kita sangat tertarik dengan karya tulis tersebut, kita berusaha untuk menuliskan dengan gaya yang sama dengan karya tulis yang kita sukai, namun seringkali juga kita tidak dapat melakukannya. Karya seseorang sangat dipengaruhi dengan kemampuan dan wawasan yang dimiliki, karenanya kita akan lebih mudah menuliskan sesuai dengan pekerjaan dan pengalaman pribadi, karena hal besar dimulai dengan sesuatu yang kecil. Seringkali bagi penulis pemula mempunyai ide yang terlalu tinggi, namun mereka hanya mampu menuliskannya dalam setengah paragrap saja, dan ide tersebut seakan terhenti tanpa diketahui mengapa. Kita tidk dapat memaksakan diri kita seperti orang lain, meskipun karya orang lain tersebut sedikit banyak mempengaruhi bentuk karya tulis kita, namun bagi kita akan lebih mudah untuk menjadi diri kita sendiri.

Dari peserta pelatihan menulis yang diikuti oleh puluhan peserta, namun pada akhinya hanya belasan peserta yang sanggup menulis essai dalam jangka waktu yang sudah ditentukan, membuktikan bahwa menulis itu bagi yang belum terbiasa tidaklah mudah. Namun bagi yang sudah terbiasa, menungkan ide dalam bentuk karya tulis tidak serumit yang dibayangkan. Hal ini seperti tulisan ini yang berada paling akhir dari buku karya para peserta pelatihan penulis ini yang saya tulis tanpa melalui kerangka tulisan, saya biarkan ide tersebut muncul ketika saya mulai menuliskannya. Tidak terlalu lama untuk melakukannya. Saya juga cukup bangga dengan semangat peserta pelatihan menulis yang telah mengikuti pelatihan dan pendampingan hingga dapat menulis essai dan dibukukan. Dan semoga apa yang sudah kita lakukan memberikan banyak manfaat. Amin.

*Penulis adalah Ketua Lentera Sastra

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...