Langsung ke konten utama

Raung 07 Februari 2021

 “Raung 07 Februari 2021”

Oleh : Dardiri

Yang memerah di ceruk paling dalam,

Milikmu,

Sudah barang tentu bukanlah gincu,

Aku tahu itu,


Ada kabut menyaput ,

Menjadi jelaga arang,

Di atas puncak mahkotamu,

Yang memanjang dan terbang sejauh sudut pandang,

Kutahu,

Bukanlah siluet atau kolase yang seringkali kugambarkan sebagai perumpamaan bagi destinasi  malam tanpa tujuan,


Apakah ini akibat ulah hujan?,

Hingga kamu menggigil kedinginan dan terpaksa menghangatkan dirimu dengan gumpalan panas yang selama ini kau simpan di rahimmu?,

Apakah kamu bunting?,

Sehingga kini tiba-tiba melahirkan dengan sedikit ronta dan erangan kecil agar orok yang ada dalam kandunganmu lahir sempurna?,

Apakah kamu sakit bisul?,

Dan tidak bisa kau tahan lagi,

Lalu memecah nanah panas dan tak kau temukan penutup luka setara untuk lubangnya yang sedikit  menganga?,


Mungkin kamu sedikit tersedak karena hujan tiada henti memberimu asupan gizi,

Mungkin kamu batuk ringan akibat maraknya wabah yang memyumbat saluran udara,

Atau,

Kamu sedikit geram dengan tingkah polah kami yang kelewat membanggakan diri,


Bukankah ini letup yang hanya sedikit saja menguncup,

Dari kaldera mahkotamu yang sewaktu-waktu diselimuti kabut?,

Bukankah ini hanya sisa perapian beberapa kurun,

Yang kemudian melahirkan asap beruntun?,

Bukankah ini kepulan debu,

Yang sekedar menghangatkan suasana agar tidak terlalu kaku selepas kami disibukkan pergantian bupati baru?,


Untung saja kamu masih bersabar,

Dan menelan sendiri kobaran lahar,

Untunglah kamu sedikit bijaksana,

Dan tidak benar-benar meraung sejadi-jadinya,

Sehingga kami bisa berdiam diri dan saling menghayati,

Bahwa wabah, bencana, duka, dan putus asa,

Benar adanya,

Bagi kami yang bernama manusia,


Agaknya,

Kami lupa,

Bahwa,


Kami sering bersuara lantang,

Kami suka bernyanyi nyaring,

Kami terlalu senang dengan pujian dan tepuk tangan,

Kami selalu bangga dengan ketenaran,

Kami selalu mengumpat dan menutupi kegusaran dengan berpura-pura diam terhadap teguran,

Kami menciptakan “Tuhan” di dalam keangkuhan dan kemunafikan,


Kini,

Sedikit saja,

Kamu bertindak atas perkenan-Nya,

Kami merengek manja,

Seperti anak kecil minta mainan di kaki lima,

Kami merajuk lewat doa-doa,

Yang sesungguhnya kami tahu bahwa kadang hanya alibi semata,


Maafkan kami atas ketidaksadaran ini,

Atas keangkuhan ini,

Atas keberpura-puraan ini,


Kami ciptaan,

Kamu pun juga ciptaan,


Adalah,

Tuhan,

Yang berkehendak dan memiliki segala wenang,

Dan kami tak tahu harus bagaimana,

Selain memuja dan meminta,


Semoga,

Kepulan debu yang menyeru di puncakmu,

Sayup letup yang mengabut di bahumu,

Rona merah yang membiak di cerukmu,

Gelegar lahar yang kau telan dalam rahimmu,

Menjadi isyarat,

Wabah yang menjadi hantu benar-benar berkarat,

Menjadi tanda,

Ketakutan yang mengimpit kami segera sirna,


Duh Gusti,

Rabbul Izzati,

Ya Aliyul A'la,

Ya Alimu Sirri wa Akhfa,

Ya Jabbar_Ya Qahar_Ya Dazalbatsi Syadid,


Kehendak_Mu adalah yang terjadi,

Kiranya,

Engkau rahmati kami dengan ujian ini,

Kesabaran,

Ketabahan,

Dan,

Kekuatan,

Semoga masih Kau sematkan pada kami,


Raung,

Adalah ruang yang Kau ciptakan,


Dan,

Kami,

Menjadi saksi,

Segenap Ke_Maha_an_Mu yang abadi,-



(K G P H : 09 Februari 2021)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...