Langsung ke konten utama

Amuk!

 --Amuk!--


Amuk!,

Amuk!,


Begitulah,

Sempat terdengar, 

Sebelum serentetan meriam,

Menjadi ruam,

Di masa silam,


Jalanan berbatu,

Yang dihimpiti rimbun batang-batang besar,

Rumpun belukar berbisa dan sesak oleh duri,


Tuga puluh ribu ujung tombak,

Dua puluh ribu hunus keris,

Sepuluh ribu mata panah,

Lima ribu senapan rampasan yang tak diketahui negeri mana pembuatnya,


Menjadi mata paling tajam,

Menunggu nyawa,


Tak sebanding delapan ton emas, 

Dan derap serdadu dengan topi baja dan bubuk mesiu dalam laras dari baja pula,


Bapa Endha, 

Telah sejak dini hari menukar puja dengan brata,


Mas Sirna,

Benar-benar tidak diketahui rimbanya,


Mas Ayu Wiwit,

Melepaskan jarit,

Lalu menjerit,

Lengking,

Berdentang di bukit-bukit,


Jagapati,

Kamu berlari,

Dari gundukan tanah paling tinggi,

Menuruni lembah dan ngarai,

Yang terperangah dikencingi darah,


Gemuruh yang kau taruh,

Jauh sebelum Little Boy dan Fat Man menepuk dada Hiroshima dan Nagasaki,


Satu abad lebih,

Sebelum Bismarck ditenggelamkan pelan-pelan oleh Prince of Wales dan kawanannya di Laut Atlantik,



Pecahlah,

Epos sejarah,


Kuda-kuda kehilangan pelana,

Jumpalitan menyerupa serigala,

Buas nyalinya,

Haus,

Pada muntahan moncong senjata,


Darah,

Lagi-lagi darah,


Menyungkur ke timur, 

Merapat ke barat,

Menuntaskan janji yang sulit ditepati,


Van Balamboang,


Lumbung padi terbakar,

Rumah-rumah meratapi tanah merah,


Blambangan,

Benar-benar banjir bandang,

Mblambang_menggenang,

Bukan oleh ricih air,

Tetapi,

Darah,

Yang tumpah ruah,


Kini,


Darah-mu,


Menggenangi puncak sejati,


Menggenangi belantara Meru Betiri,


Menggenangi jazirah timur,


Menggenangi kepungan gelombang,


Menggenangi pelabuhan dan dermaga,


Menggenangi kantor-kantor,


Menggenangi rumah-rumah,


Menggenangi jalan-jalan besar,


Menggenangi gang-gang sempit,


Menggenangi cakrawala pemikiran kita,


Menggenapi dua setengah abad,

Musim silih berganti dalam mukim,


Kita,

Menjadi cendawan,

Di bawah Kalpataru Adipura,


Anyir darah,

Hampir kedap rasa di telinga kita,


Tetapi,

Blambangan,

Tetaplah anak zaman,

Tak lekang oleh peradaban,


Dan,

Banyuwangi,

Tak sedikitpun berlari,-



( K G P H : HARJABA 249 : 18 Desember 2020)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Registrasi PTK Baru di Simpatika

Syarat Registrasi PTK Baru Persyaratan untuk melakukan registrasi PTK baru adalah sebagai berikut. 1. Belum memiliki PegID ataupun NUPTK 2.     Menjadi PTK di Madrasah/Sekolah yang dibuktikan dengan SK Pengangkatan  3.     Mengisi Formulir A05 Formulir tersebut diisi kemudian serahkan kepada Admin Madrasah atau Kepala Madrasah, dengan dilampiri: Pas photo berwana ukuran 4 x 6 sebanyak 1 lembar (Plus siapkan File Foto ukuran Maksimal 100 kb) 2.     Copy Kartu Keluarga 3.     Copy Ijazah SD (Terendah) 4.     Copy Ijazah Pendidikan Tertinggi 5.     Copy SK Pengangkatan sebagai PTK di madrasah tersebut Formulir A05  beserta lampirannya tersebut diserahkan kepada  Admin Madrasah  atau Kepala Madrasah untuk dimasukkan ke dalam sistem melalui "Registrasi PTK" di menu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Simpatika. Langkah bagi Operator atau K...

Kabar dari Armuzna

Kabar dari Armuzna Oleh: Petugas PPIH 2024 Sudah beberapa kali saya membaca kabar dari Armuzna—Arafah, Muzdalifah, dan Mina—dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Setiap kali membaca, dada saya bergemuruh. Seperti aroma mesiu yang menggantung di udara, meletup-letup dalam kata, siap meledak dalam telunjuk jari. Tetapi saya tahan. Karena saya tahu, ini bukan hanya tentang pelayanan. Ini bukan sekadar soal logistik. Ini tentang kesabaran. Tentang mereka yang menggadaikan sebagian usia dan harta demi sebuah kata yang belum tentu bisa dibawa pulang: mabrur. Banyak yang pesimis pelaksanaan haji berjalan lancar seperti tahun 2024, pemerintah kerajaan Saudi Arabia memangkas petugas haji Indonesia, mereka yakin dengan sistem baru tidak perlu petugas terlalu banyak dari Indonesia. Awalnya kita percaya sampai pada akhirnya serumit ini kenyataannya.  Saya tahu, tidak mudah mengatur dua ratus ribu lebih jamaah Indonesia yang menyemut di tiga titik genting itu: Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ba...

Santri Pekok

  Santri Pekok Oleh : Syafaat   Dalam Kamus Besar Bahasa Indoneai (KBBI) “pekok” artinya bodoh, bisa juga diartikan gokil, aneh atau nyleneh, bisa juga istiahnya gila/sesuatu yang tidak wajar tapi masih dalam batas garis, susah diberitahu,   berbeda dengan bodoh yang memang belum tahu. Sedangkan kata “santri” menurut wikipedia adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa istilah santri berasal dari bahasa Sangsekerta, “Shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan,. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata “cantrik” yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekwensinya pengasuh pondok pesantren memberikan ilmu pengetahuan ...