BANYUWANGI (Warta Blambangan) Kamis siang itu, aula Ma’had MTsN 1 Banyuwangi berubah menjadi ruang belajar yang tak biasa. Di dalamnya, puluhan penyuluh agama Islam dari berbagai KUA Kecamatan duduk bersisian dengan laptop dan gawai di depan mereka. Tidak ada kitab tebal yang dibuka atau lembaran-lembaran teks dakwah yang dibagikan seperti biasanya. Kali ini, yang mereka pelajari adalah bagaimana menyampaikan pesan agama melalui layar — bukan mimbar.
Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyuwangi menggelar Pelatihan Media Digital dan Pembuatan Film Pendek, sebuah program yang dirancang untuk membekali para penyuluh agama dengan keterampilan komunikasi digital. Tujuannya sederhana tapi revolusioner: dakwah harus ikut bermigrasi, dari corong masjid ke layar ponsel.
Adalah Nur Ahmadi Indartono yang menjadi narasumber utama dalam pelatihan ini. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Banyuwangi dan sekaligus anggota Dewan Kesenian Blambangan ini datang tak hanya membawa teori, tetapi juga pengalaman artistik dan ide-ide segar. Di hadapan para penyuluh, ia memutar potongan film pendek garapannya yang memuat pesan toleransi dan moderasi beragama.
“Penyuluh agama sekarang ini harus berpikir sebagai kreator. Dakwah itu tidak hanya ceramah. Dakwah bisa jadi film pendek, bisa jadi konten TikTok, bisa jadi infografis. Audiens kita sudah berubah, maka cara menyapanya juga harus berubah,” kata Nur Ahmadi yang disambut anggukan setuju peserta.
Bukan sekadar teori, para peserta diajak praktik langsung membuat skenario film, merancang adegan, hingga menyusun storyboard sederhana. Beberapa peserta tampak antusias mendiskusikan ide film bertema kehidupan desa, isu sosial keagamaan, hingga kisah-kisah inspiratif dari lapangan dakwah mereka sendiri.
Kepala Seksi Bimas Islam, H. Mastur, membuka acara dengan nada optimisme. Dalam sambutannya, ia menyatakan bahwa pelatihan ini adalah bagian dari langkah strategis menghadapi perubahan zaman.
“Kita ingin setiap KUA punya tim kreator. Jadi ketika ada kegiatan, tidak hanya ditulis dalam laporan, tapi juga bisa didokumentasikan dalam bentuk video yang informatif dan inspiratif,” ujar Mastur.
Ia menambahkan bahwa penyuluhan keagamaan akan lebih efektif jika dibungkus dalam format yang digemari generasi muda. “Film pendek itu bisa menyentuh lebih dalam. Anak-anak muda sekarang lebih banyak melihat layar daripada mendengar ceramah. Maka kita harus hadir di layar mereka,” imbuhnya.
Pelatihan ini menjadi bagian dari arus besar transformasi digital yang diusung Kementerian Agama. Di tengah masyarakat yang makin terhubung lewat internet dan media sosial, penyuluh agama kini didorong untuk menjadi content creator—pencipta narasi keagamaan yang inklusif, moderat, dan menarik.
Bagi para peserta, pelatihan ini menjadi momen penting yang membuka perspektif baru. Seorang penyuluh dari Kecamatan Pesanggaran, misalnya, mengaku sudah lama ingin membuat video kisah mualaf binaannya, tapi tidak tahu harus mulai dari mana. “Sekarang saya jadi punya bayangan. Ternyata tidak serumit yang saya pikir,” katanya.
Saat pelatihan usai menjelang sore, sebagian peserta masih terlihat berdiskusi kecil sambil mencatat ide-ide baru. Dari balik pintu aula yang mulai ditutup, terdengar potongan percakapan: tentang kamera, tentang pengambilan gambar, dan tentang pesan-pesan agama yang lebih mengena jika dikisahkan dalam bentuk cerita.
Di era digital ini, penyuluh agama tidak lagi hanya berdiri di mimbar. Mereka kini bersiap menulis skenario, menyusun gambar, dan menyuarakan pesan damai dari balik kamera — menyapa umat melalui cahaya layar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jaga kesopanan dalam komentar