Oleh : Uswatun Hasanah
Hari
Raya Idul Fitri atau lebih kental orang menyebutnya sebagai Lebaran.
Idul Fitri 1441 H. berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya.
Sungguh, ini diucapkan atau tidak semua orang mengakuinya. Bukan saja di
Indonesia tapi di seluruh penjuru dunia.
Betapa tidak, lebaran kali ini dirayakan di tengah hiruk pikuknya wabah
yang melanda dunia. Dunia sedang sibuk
dengan Covid-19. Virus yang telah memakan banyak korban bahkan mayoritas
penduduk di belahan dunia. Bahkan bisa dikatakan bahwa dunia sedang berduka.
Belajar
dari peristiwa besar Pandemi Covid-19.
Hendaknya kita jangan pongah atau sombong. Jangan suka menganggap segala
sesuatu itu remeh dan tidak ada artinya.
Kalau kita mengaca lebih jauh lagi. Kurang besar apa negara Amerika
Serikat yang menyebut dirinya sebagai negara adikuasa dan adidaya, yang merupakan negara kuat dan modem, yang
memiliki tenaga ahli yang jenius, yang
memiliki teknologi serba canggih. toh hingga kini, kenyataannya lemah dan tak tak berdaya ketika
menghadapi pandemi Covid-19 ini. Bahkan Amerika Serikat termasuk negara
terbesar tingkat kematiannya dalam pandemi Covid-19.
Hal ini berpengaruh besar dalam menyambut momen Idul Fitri. Perayaan lebaran pada tahun-tahun sebelumnya disambut dengan penuh keceriaan, kegembiraan bahkan diagung-agungkan sebagai Hari Kemenangan. Dimana pada hari itu suasana penuh suka cita sangat dirasakan di berbagai tempat. Terutama di pedesaan. Para perantau pulang kampung untuk mudik demi berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara. Mereka rela mempersiapkan segala sesuatunya dengan penuh semangat dengan harapan bisa berlebaran bersama. Belanja, ya belanja untuk lebaran. Membuat aneka olahan makanan, kue dan masakan semua dilakukan semata untuk lebaran. Dari orang tua sampai yang anak-anak minta baju baru. Agar di hari yang fitri tampil layak dan pantas di hadapan semua orang. Euphoria tak berhenti sebatas itu. Kegiatan bersih-bersih rumah, juga pengecatan dan banyak hal kegiatan dilakukan demi menyambut Lebaran. Padahal pada saat Idul Fitri telah tiba. Mulai setelah maghrib, di penghujung bulan Ramadhan, Takbir terdengar berkumandang. Suara syahdu para pelantun takbir "Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar… " bergema di mana mana. Yang terasa adalah rasa haru yang mendalam. Tak jarang tanpa disadari butiran air bening menetes di sudut pipi. Pelan namun semakin lama semakin deras dan menyesakkan dada. Teringat orang-orang terkasih yang kini sudah lagi tiada. Teringat orang-orang terdekat dan keluarga yang tak bisa mudik di tahun ini. Sungguh kepedihan dan kebahagiaan yang membaur mengaduk aduk isi hati. Belum lagi, yang terjadi saat Sholat melaksanakan Sholat 'Ied berjamaah. Pastinya para jamaah yang hadir dengan pakaian yang serba bagus dan mayoritas baru dengan aroma wewangian parfum, yang ketika berangkat semangatnya bersungut-sungut. Tapi pada saat dikumandangkan takbir dan Sholat berjamaah telah sampai pada sesi khutbah. Sudah bisa dipastikan bukan tawa ataupun senyuman yang keluar dari bibir-bibir mereka. Melainkan uraian air mata haru. Entah dengan alasan apa. Setiap orang punya tendensi yang berbeda. Apalagi untuk tahun ini. Idul Fitri yang harus dirayakan atau lebih tepatnya diperingati dengan berbagai aturan dari pemerintah, larangan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB), social distancing, anjuran beribadah di rumah dan otomatis berhari raya di rumah. Ini akan semakin membuat suasana yang biasanya hikmat, berubah menjadi suasana berkabung masal.
Memang
pada dasarnya perayaan 'Idul Fitri sebagaimana anjuran dari berbagai sumber
Hadits Nabi Muhammad Saw yang sudah banyak disampaikan oleh para alim ulama
menyatakan bahwa yang dikatakan Idul Fitri bukanlah bagi mereka yang
memakai/mengenakan baju baru, ataupun
perhiasan baru. Akan tetapi Idul Fikri
lebih diarahkan agar kita umat Islam meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
Allah SWT Sang Kholik. Hikmah lain juga agar perayaan Idul Fitri bukan sekadar
untuk berpesta, tetapi lebih diarahkan
utamanya untuk mau bersyukur dan berbagi dengan sesama. Dan momen di tengah wabah atau pandemi
Covid-19 ini adalah momen yang paling tepat. Selain berbagi dengan para asnaf 8
penerima zakat fitrah. Juga diharapkan bisa berbagi makanan ataupun
barang-barang yang berguna bagi mereka yang terdampak langsung dari pandemi
Covid-19 ini. Kita harus lebih memiliki sifat empati. Bisa merasakan lebih dalam apa yang dialami
oleh orang lain. Jangan lagi mengedepankan sifat egois. Ingin menang sendiri.
Ingin jadi yang nomor satu. Sungguh tidak tepat. Andai kata kita tak mampu
berbagi dengan materi yang kita punya hendaknya kita jangan menyakiti dengan
mengeluarkan kata-kata kasar. Berkatalah
yang baik atau jika tidak bisa, lebih baik diam.
Agar
harmonisasi dan keselarasan hidup antar umat bisa terwujud. Sehingga apa yang
dikatakan bahwa Hari Raya Idul Fitri sebagai hari Kemenangan akan dapat
dicapai. Diraih dengan berbagai tahap yang sudah dilalui selama bulan Ramadhan
dengan upaya melaksanakan puasa satu bulan penuh. Upaya pengendalian hawa
nafsu. Menahan diri dari emosi. Dan kini datang hari raya Idul Fitri ini. Mari bersama-sama kita raih kemenangan yang
hakiki. Mampu introspeksi diri.
Marilah
kita berupaya dengan senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan baik jiwa
maupun raga kita. Bukankah Islam telah
mengajarkan kepada kita umatnya bahwa Islam itu bersih, kebersihan itu sebagian dari pada Iman. Dan
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat, dan menyukai orang-orang yang bersih."
Masihkah kita meragukan Islam dengan segala kebenaran ajaran-ajaranya? Kemenangan Idul Fitri untuk kita yang telah
lulus dalam menjalani segala ujian ini.
Allahu Akbar … Allahu Akbar… Allahu Akbar...Selamat Idul Fitri 1441 H.
Uswatun Hasanah,, M.Pd.I*
Luar biasa bu
BalasHapusho'oh, betul-betul
BalasHapus